EP. 46. If
********
"Tia?" Tanya Jingga begitu membaca nama yang tertera di dalam undangan pernikahan yang baru saja Langit berikan untuknya. Alis gadis itu bertaut, berusaha mengingat-ingat orang yang telah mengundangnya ke pesta pernikahan.
"Teman sekelas kita, Ji. Yang dulu kamu suka ajarin itu, lho. Kamu pernah jadi tutor sebaya dia waktu itu." Langit membantu mengingatkan. Dia dibuat gregetan, sendiri, padahal dalam undangan terdapat foto Tia sangat jelas, tapi Jingga masih saja kesulitan mengingatnya.
"Ohh, Tia yang itu. Wah, seru, nih, bisa sekalian reuni." Jingga berseru senang saat berhasil menemukan Tia dalam memorinya. Sejenak dia terdiam, matanya fokus melihat waktu acara yang akan dilaksanakan minggu depan.
"Tempatnya di mana?" Tanya Jingga kemudian. Langit memutar bola matanya jengah, salah satu kebisaan Jingga adalah hanya membaca nama dan tanggal acara di undangan saja, selalu saja tak mau menuntaskan untuk membaca keseluruhannya.
"Aku yakin kamu masih bisa baca, Ji." Langit mendengus kesal.
"Ngapain aku susah-susah baca kalau kamu bisa ngasih tahu aku?" Ujar Jingga santai sembari mengipas-ngipas dirinya dengan kertas undangan itu.
Entah kenapa, Jingga merasa tubuhnya sangat gerah, padahal dia sedang berada di bawah pohon di taman samping rumah sakit. Sepertinya akan turun hujan, terlihat dari langit yang mulai gelap karena dipenuhi awan-awan mendung, mungkin itu alasan kenapa Jingga merasa gerah.
"Acaranya di Lembang, outdoor, dress code biru langit." Jawab Langit malas, dia lalu meneguk soda yang ada di tangannya untuk menyegarkan kerongkongannya yang terasa kering.
"Wow, aku bakalan tampil secantik Elsa kalau gitu." Seru Jingga antusias. Langit tak menanggapinya, cowok itu hanya berdecak geli melihat Jingga yang sedang membayangkan dirinya akan secantik Elsa. Dasar perempuan, selalu saja heboh soal penampilan.
"Lang, Lang." Jingga dengan heboh menepuk-nepuk lengan bahu Langit. "Menurut kamu, aku perlu warnain rambut juga, nggak?" Tanyanya kemudian dengan mata berbinar.
"Jangan aneh-aneh, yang ada kamu mirip nenek tua." Langit mencibir seraya mengusap wajah Jingga dengan telapak tangannya dengan gemas. Namun, sedetik kemudian dia menjerit jijik saat menyadari Jingga dengan sengaja menjilat telapak tangannya.
"Jorok, Ji." Protes Langit kesal, dia lantas menatap telapak tangannya dengan pandangan jijik.
"Americano." Ucap Jinggga sambil menjulurkan lidahnya.
"Idiot." Langit mendengus kesal. Jingga terkekeh geli melihat wajah Langit yang ditekuk karenanya.
Gadis itu berhenti terkekeh saat merasakan tetesan air hujan membasahi wajahnya. Dia lalu menengadahkan tangannya, rintik air hujan semakin banyak.
"Lang." Jingga menoleh ke arah Langit dengan wajah panik. "Hujan."
"Ayo lari." Langit beranjak dari duduknya, lantas dengan gerakan refleks dia meraih tangan Jingga dan menariknya untuk berlari ke dalam rumah sakit.
Mereka tiba di lobby rumah sakit dengan napas terengah-engah. Jelas saja karena mereka berlari tergesa-gesa untuk menghindari hujan yang datang tanpa aba-aba sebelumnya. Mereka tertawa saat melihat satu sama lain dengan keadaan basah kuyup seperti kucing tercebur.
"Haha, kamu udah kayak kucing kecebur, Ji." Ledek Langit tergelak.
"Kalau aku kayak kucing kecebur, berarti kamu kayak tikus kecebur. Lihat, kamu jelek banget dengan rambut basah kayak gitu." Jingga meledek balik sembari mengedik ke arah rambut Langit yang lepek.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...