NOTE : TYPO-TYPO TOLONG TANDAI YES. 🥺EP. 10. Secret Admirer
********
Sore hari usai sekolah berakhir, terlihat Biru dan teman-temannya tengah berkumpul di Café berkonsep perpustakaan.
Café tersebut cukup cozy untuk anak muda yang menyukai buku seperti mereka, karena selain menghabiskan waktunya untuk nongkrong bersama, mereka sekalian bisa membaca buku sembari menikmati secangkir cokelat panas atau ice blended dengan beberapa kudapan.
Biru terdiam menatap ponsel miliknya yang tergeletak di atas meja, mengabaikan buku bacaan dan hanya dibiarkan terbuka. Raut wajah tampannya terlihat mengharapkan panggilan dari seseorang berdering di ponselnya, Jingga.
Terhitung sudah tiga hari sejak dia memberikan nomornya kepada gadis itu saat di UKS, tapi Jingga tak kunjung menghubunginya.
Tidak hanya itu, Biru juga merasa Jingga terkesan menghindarinya. Terbukti saat tadi dia bertemu di perpustakaan sekolah, Jingga langsung buru-buru pergi begitu melihat kedatangannya. Begitu pula hari kemarin saat berpapasan di kantin, Jingga buru-buru memalingkan wajahnya saat pandangan mereka bertemu.
"Hiish, bego. Harusnya gue yang minta nomornya kemarin." Biru menggerutu dalam hati seraya mengacak-acak rambutnya frustrasi.
"Lo pelototin tuh hape sampai lebaran monyet juga nggak bakalan dia chat duluan." Ledek Bisma yang melihat sahabatnya bergeming memandangi ponselnya tanpa kedip.
"Sok-sokan, sih. Lo yang suka, lo juga yang ngarep dideketin duluan. Halu aja terus sampai Firaun jadi tukang ojol." Bian menimpali sambil menoyor kepala Biru pelan.
Albi mengangguk, lalu menambahi. "Udah, deh, nggak usah main tarik ulur segala, kalo lo emang niat deketin, langsung gaspoool. Ribet lo dari dulu, greget gue."
Biru mendengus. "Berisik lo pada." Kemudian dia mengalihkan perhatiannya pada buku yang sejak tadi hanya dibiarkan terbuka dan dianggurkan begitu saja. Sementara teman-temannya hanya mengedikkan bahu dan menatap Biru dengan tatapan meledek.
"Lagian sampai kapan lo mau jadi secret admirer? Gue perhatiin lo masih diam di tempat sampai sekarang." Komentar Bisma gemas dengan sikap Biru yang tidak memiliki keberanian untuk bergerak mendekati Jingga, gadis yang sudah sangat lama disukainya.
"Kalo lo terus-terusan ngikutin dia dan foto sama gambar diem-diem, terus kalo ketahuan sama dia bisa dikatain penguntit lo. Emang udah bisa dibilang penguntit, sih, menurut gue. Yang ada si Jingga malah takut. Mampus, deh, lo, ujung-ujungnya." Bian ikut berkomentar, Biru hanya mendelik sewot. Sok tahu sekali teman-teman kampretnya ini.
"Bi, lo kalau nggak mau gerak, biar gue yang gerak. Gue juga suka, kok, sama Jingga." Celetuk Albi yang langsung mendapat tatapan galak dari Biru.
"Yaelah, nih kambing." Bian spontan menoyor kepala Albi keras. "Si Biru aja nggak dia lirik, apalagi elo."
"Yeeh, sialan, lo." Albi melempar potongan muffin dengan kesal pada Bian, tidak terima diledek seperti itu.
"Makannya jangan kebanyakan mabok kecubung, Nyet." Kali ini Bian memukul pelan kepala Albi menggunakan buku di tangannya. Sementara cowok berwajah manis itu hanya mendengus sebal.
"Jangan coba-coba, lo." Ucap Biru memberi peringatan, nada bicaranya terdengar serius, pun dengan tatapannya. Padahal, semuanya jelas tahu kalau Albi hanya becanda.
"Emang kenapa? She doesn't belong to anyone." Sahut Albi menantang dan menyeruput cokelat panasnya dengan santai. Senyum tipis tersungging di balik bibir cangkir.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...