Sebelumnya mau ngucapin terima kasih banyak-banyak sama yang udah baca cerita ini. Jujur seneng banget, satu pembaca pun sangat berarti buat aku, dan maaf nggak bisa balas komentar kalian satu-satu. But BIG THANKS ALL. LOVE YOU.HABIS INI BACA SEQUELNYA, YES.
EP. 107. Litte Family (END)
********
Jingga dibawa ke ruang bersalin setelah sebelumnya dokter memeriksa keadaannya dan ternyata Jingga sudah memasuki pembukaan sempurna.
Di sana, Jingga ditemani Biru yang terus berusaha menenangkannya. Laki-laki itu berdiri di samping Jingga seraya tak lepas menggengam tangan sang istri.
"Kuat, ya, Sayang." Biru mengecup pelipis Jingga yang sudah dibanjiri keringat. "I'm here with you."
Biru terus memberi semangat, menyalurkan kekuatan meski sebenarnya dia juga takut.
"Aku minta maaf." Lirih Jingga tiba-tiba sedih. "Tadi udah maki-maki kamu. Aku udah durhaka, ya, sama kamu?"
Biru yang mendengarnya hanya mengulas senyum diiringi gelengan kepala. Biru maklum, Jingga sedang menahan sakit yang tak tahu separah apa rasanya demi melahirkan buah hati mereka.
"So, kamu masih mau hamil anak aku, kan?" Tanya Biru seraya menempelkan hidungnya dengan hidung Jingga.
Jingga terkekeh geli di sela-sela ringisan kesakitannya. Dalam keadaan seperti ini, suaminya itu masih sempat-sempatnya bergurau seperti itu.
"Kamu ini ada-ada aja, ini aja belum keluar. . . ugh." Jingga kembali meringis saat rasa sakitnya kian tak terkendali.
"Udah kamu jangan ngomong lagi, simpan tenaganya." Biru mengusap-usap rambut Jingga yang sedikit basah oleh keringat dengan sebelah tangannya yang bebas.
"Charger. . . ." Jingga mengulas senyum tipis saat merasakan Biru mendaratkan kecupan di keningnya.
Sejurus kemudian, perawat kembali memeriksa Jingga untuk memastikan apakah sudah siap untuk persalinan atau belum. Tidak lupa, perawat itu juga memeriksa tekanan darah serta ritme kontraksinya.
Setelah semuanya dirasa sempurna, dokter mengajak para perawat untuk segera membantu Jingga melakukan persalinan.
Detik selanjutnya, dokter segera menuntun Jingga untuk mengejan seiring dengan munculnya kontraksi dan meminta Jingga untuk mengatur pernapasannya saat kontraksi kembali menghilang. Begitu terus hingga beberapa menit berlalu.
Biru yang melihat sang istri tengah berjuang untuk melahirkan buah hati mereka tak bisa menahan pilu di dadanya. Diam-diam dia menyeka sudut matanya yang berair, sebelum kemudian kembali menyemangati Jingga.
Biru tidak tega melihatnya. Tapi, lebih tidak tega lagi jika dia harus meninggalkan Jingga berjuang sendirian.
Ternyata seperti ini perjuangan seorang ibu melahirkan anaknya. Setelah selama sembilan bulan mengandung dengan segala kesulitan yang dialaminya, seorang ibu masih harus berjuang, merasakan sakit yang tak bisa digambarkan untuk membawa bayinya ke dunia.
Dengan menyaksikan semua ini di depan matanya, Biru menjadi semakin respect dengan semua perempuan yang ada di dunia ini. Terutama pada ibunya, ibu mertuanya, dan terlebih pada istrinya yang saat ini sedang berjuang melahirkan anaknya.
Biru berjanji, dia akan memperlakukan mereka lebih baik lagi.
Sementara itu di luar ruang persalinan, para orang tua, termasuk Om Resky, harap-harap cemas menunggu persalinan Jingga selesai.
Papa Rendi yang terlihat lebih gelisah dari yang lain, beliau sejak tadi terus berjalan mondar-mandir ke sana ke mari. Sesekali beliau mengintip di balik kaca ruangan yang tertutup gorden itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...