EP. 39. Lipbalm
********
Pagi harinya, Biru dan Langit masih tertidur pulas di atas kasur milik Jingga. Biru berbalik dan mendekap tubuh orang di sebelahnya. Dia merasa ada yang aneh, tubuh yang lembut dan pasa dalam dekapannya semalam, kini berubah menjadi lebih kekar dan besar.
Tanpa membuka mata, kening Biru mengernyit, tangannya meraba-raba dada Langit yang terasa lebar dan cukup keras.
Tidur Langit terganggu saat dia merasakan ada sebuah tangan meraba dadanya. Dia mencoba menghempaskan tangan Biru, namun kini tangan itu malah mendekapnya erat, bahkan setengah tubuhnya tertindih kaki orang yang sedang mendekapnya itu.
Langit semakin tidak nyaman saat merasakan Biru menelusupkan wajah di ceruk lehernya, dia bahkan bisa merasakan bibir Biru menempel di sana. Langit berusaha membuka mata, dia terkejut saat mendapati tubuh Biru sangat menempel dengan tubuhnya.
"Oh My God." Langit lupa jika tadi malam dia pindah ke kamar Jingga. Dia benar-benar dibuat terkejut, geli, dan jijik sekaligus. Tubuhnya serasa didekap seekor beruang sekarang. Demi apapun, Langit akan lebih suka Jingga yang memeluknya meski bajunya akan basah karena air mata dan ingus gadis itu.
"Heh, bangun, lo." Titah Langit seraya menggoyangkan kakinya agar tubuh Biru menyingkir.
"Sebentar, Ji . . . ." Biru meracau, cowok itu malah semakin menelusupkan wajahnya di ceruk leher Langit, bahkan Langit merasakan ujung hidung Biru mengendusnya di sana. Sontak saja hal tersebut membuat Langit bergidik jijik.
"Euw, apaan, sih, gue bukan pelangi. Minggir sana." Sungut Langit dengan sekuat tenaga mendorong Biru menggunakan sebelah tangannya yang tidak sakit, hingga akhirnya tubuh cowok itu berhasil dia gulingkan ke samping.
Merasakan ada yang mendorong tubuhnya begitu kuat, Biru dengan perlahan membuka matanya. Dia mengerjap-ngerjap, memastikan bahwa yang ada di sebelahnya itu masih Jingga. Keningnya berkerut dalam, raut wajahnya menampakkan kebingungan karena Jingga seketika berubah wujud.
Biru masih terdiam seraya menatap lekat-lekat sosok cowok di sampingnya yang memasang wajah masam.
Biru memastikan ingatannya kembali jika tadi malam dia memang tidur di samping Jingga, dia juga ingat tadi malam ketiduran saat tangannya masih sibuk menggerayangi gadis itu.
Dia merasa lega karena tadi malam rasa kantuk lebih menguasai daripada gairahnya. Dengan demikian, dia tidak melakukan hal yang lebih gila pada Jingga. Karena saat bersama Jingga, dia tidak akan bisa mengendalikan dirinya.
"Ngapain lo ngeliatin gue kayak gitu?" Ucap Langit ketus, merasa tak nyaman karena Biru terus memandangnya. Dia lantas bangun dan menyingkap selimut yang semalam menutupi tubuhnya dan Biru, lalu menggeser tubuhnya untuk sedikit menjauh dari cowok itu.
"Lo masih normal, kan?"
Biru yang tersadar jika Jingga tidak ada di sampingnya langsung beranjak duduk.
"Lo? Elo ngapain di sini?" Tanya Biru menatap Langit tak suka.
Langit mendelik sewot. "Elo, tuh, yang ngapain pake tidur di kamar Jingga segala?"
"Ya terserah gue. Kan ini kamar calon istri gue. Habis nikah juga ujung-ujungnnya pasti gue sama dia tidur bareng." Sahut Biru tak kalah sewot.
"Yeee, mesum lo." Cibir Langit.
"Jingga mana?" Tanya Biru kemudian tak ingin berdebat lebih lama dengan Biru..
"Di kamar gue." Jawab Langit malas.
Mata Biru terbelalak. "Ngapain dia di sana?"
"Ya mana gue tahu. Lo tanya aja sendiri sama dia kenapa bisa tidur di kamar gue." Balas Langit ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...