EP. 61. Just a Dream
********
Langit yang sedang mentertawakan wajah Biru yang ditekuk karena menakut-nakutinya dengan gadis muda yang lebih akan lebih tertarik dengan om-om ganteng, seketika menghentikan tawanya begitu ponselnya tiba-tiba berdering.
Langit meraih ponselnya yang dia letakkan di atas meja, dia mengernyitkan dahi saat melihat pesan masuk berupa video yang dikirim melalui aplikasi surat elektronik.
"Jingga?" Matanya membelalak sempurna saat dia membaca siapa nama pengirimnya. Namun saat dia hendak membuka pesan tersebut, bersamaan dengan itu pula ponselnya kembali berbunyi tanda ada panggilan masuk.
Langit terpaksa mengurungkan niatnya untuk membuka pesan dari Jingga karena mendapat telepon dari rumah sakit yang menyampaikan code blue dan menyatakan ada kecelakaan parah bus rombongan anak-anak PAUD.
"Code blue. Ke rumah sakit sekarang." Langit meraih jacketnya yang tersampir di kursi sambil beranjak dari duduknya.
Sementara Biru hanya menganggukkan kepala dan segera beranjak untuk ikut bersama Langit ke rumah sakit. Padahal ini hari libur mereka, tapi panggilan darurat mengharuskan keduanya untuk lebih memilih menjalankan tugas sebagai seorang dokter. Karena pada dasarnya, pekerjaan mereka bukan hanya tentang uang, tapi lebih utamanya adalah tentang kemanusiaan.
********
Malam harinya, setelah Biru membantu menangani pasien anak-anak yang kecelakaan tadi, dia memutuskan untuk menginap di rumah sakit karena sudah terlanjur malam.
Biru yang sedang tidur dengan posisi meringkuk di sofa ruang kerja, tiba-tiba terbangun dari tidur lelapnya saat dia merasakan ada sebuah tangan membelai wajahnya. Perlahan dia membuka mata hingga terbuka dengan sempurna.
Biru terhenyak kaget tatkala melihat siapa sosok yang sedang berbaring di sampingnya dengan tangan yang sedang mengelus lembut wajahnya.
Biru terdiam menatapnya, dia benar-benar tak percaya Jingga ada di hadapannya. Bahkan gadis itu sekarang terbaring di sebelahnya sambil memperhatikan dengan tatapan yang tak bisa Biru baca.
Cowok itu mengerjap berulang kali untuk memastikan penglihatannya tidak salah. Rasanya ingin sekali Biru berhambur memeluk gadis yang sangat dirindukannya itu. Namun seolah tubuhnya membeku, dia hanya bisa diam dalam posisinya.
"Jingga." Panggil Biru lirih.
Gadis cantik yang dipanggil namanya itu menyunggingkan senyum simpul ke arahnya, lantas dipandanginya Biru dengan tatapan sendu.
"Tadi sore aku sama Langit ngomongin kamu. Ehh, sekarang kamu datang ke mimpi aku." Biru merasakan matanya mulai berkabut seiring dengan perasaan rindu yang tertumpuk di hatinya terhadap gadis itu. Tenggorokannya tercekat dan dadanya terasa sesak seiring dengan tangis yang dia tahan.
Menghela napas panjang, tanpa menyurutkan senyum di bibirnya Jingga berucap lirih. "Kamu pasti kangen banget, ya, sama aku sampai aku datang ke mimpi kamu?"
"Sekarang bahkan aku bisa denger suara kamu." Biru tersenyum getir dengan tatapan sedihnya. "Apa semenyenangkan itu liburan keliling Eropa kamu sampai nggak mau pulang?"
"Keliling Eropa?" Tanya Jingga sambil mengernyitkan dahinya. Biru hanya mengangguk lemah.
"Kamu seneng, ya, ninggalin aku kayak gini? Karena nggak ada aku di sisi kamu, apa kamu bahagia?"
Jingga tak menjawab pertanyaan Biru, gadis itu hanya menatap lurus Biru dengan senyuman tipis. Tangannya kemudian terulur untuk menggenggam tangan Biru, lalu mengelus lembut punggung tangannya menggunakan ibu jari.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...