Kasih kritik dan sarannya, dongs, apa yang kurang dari tulisanku. 🤭
EP. 41. Feromon
********
Jingga melihat kepergian Biru dengan tatapan sendu setelah beberapa saat yang lalu cowok itu berpamitan padanya karena ada hal mendesak, sesaat setelah Biru menerima telepon.
Jingga tidak tahu siapa yang menghubunginya tadi, Biru juga menjauh saat berbicara di telepon.
Jingga mengira mungkin Biru sedang berbicara dengan orang penting terkait pekerjaannya. Jadi, dia tidak terlalu mempedulikannya.
Namun, ketakutan menyergap hatinya saat dengan samar Biru menyebut nama Luna. Jingga jadi menerka-nerka, kenapa berbicara dengan Luna saja Biru harus menjauh darinya?
Jika itu benar, maka Jingga kembali dibuat kecewa oleh Biru. Selain mungkin Biru pergi meninggalkannya untuk menemui Luna, Biru juga tidak jujur padanya, mengingat tadi Biru menjauh darinya saat menerima telepon. Padahal, biasanya Biru tidak pernah seperti itu.
"Apa kamu selalu kayak gini kalau menyangkut Luna?"
Jingga tersenyum getir. Baru saja Biru meminta maaf padanya dan setuju untuk berusaha menjaga jarak dengan Luna. Tapi apa yang dilakukannya sekarang? Mungkinkah semua itu hanya angin lewat?
"Apa kamu juga akan ngelakuin itu sama aku? Langsung lari cepat saat aku manggil kamu."
Jingga menatap hamparan langit yang mulai melukiskan semburat jingga saat matahari mulai bergerak untuk kembali ke peraduannya dan siap menyongsong malam.
Setidaknya, melihat pertunjukan ini cukup menenangkan geliat gelisah hati Jingga yang cukup lelah bergulat.
Jingga memejamkan mata seiring dengan air mata yang menetes tanpa seizinnya.
Dalam cerahnya jingga sore hari ini, Jingga berharap agar Tuhan segera menepikan sedihnya dan menguatkan hatinya untuk bertahan, setidaknya sebentar lagi hingga Biru benar-benar memanfaatkan kesempatan yang dia berikan dengan baik.
"Sebentar lagi, sampai suatu hari dia menggenggam tanganku lagi. Tapi, hanya sampai titik di mana hati aku lelah."
********
"Bi . . . ." Luna berteriak menyambut kedatangan Biru sembari berdiri di samping mobilnya.
"Kok kamu bisa di sini?" Tanya Biru heran begitu mengedarkan pandangannya ke sekitar. Tempatnya begitu sepi, mungkin karena jauh dari pemukiman. Lampu penerangan jalan yang temaram dan hanya beberapa yang menyala. Sepertinya jalanan itu jarang dilintasi kendaraan.
"Tadi siang sepulang dari rumah sakit, aku nganter Ibu ke rumah saudaranya. Pas pulang, nggak tahu kenapa ban mobil aku pecah. Aku udah nunggu kendaraan lewat buat minta bantuan, tapi nggak ada, malah makin sore. Aku takut, Bi. Makannya telepon kamu, lagian aku bingung mau minta bantuan siapa lagi." Jelas Luna panjang lebar.
Biru melihat keadaan mobil milik Luna. Benar saja, dia melihat salah satu ban belakang bagian kiri pecah.
"Kamu nggak bawa ban cadangan?" Tanya Biru setelah selesai memeriksa mobil Luna. Gadis itu hanya menggeleng.
"Ini udah mau malem. Mobil kamu tinggalin aja di sini, Lun. Nanti biar bengkel yang bawa. Sekarang kamu pulang sama aku." Ujar Biru.
Mereka akhirnya masuk ke dalam mobil dengan Luna duduk tepat di samping Biru yang mulai melajukan mobilnya untuk mengantar pulang Luna kembali ke rumahnya.
"Makasih, ya, Bi. Aku kira kamu nggak bakal datang." Ucap Luna dengan wajah berbinar senang, begitupula dengan senyum mengembang di wajahya yang tak surut sejak kedatangan Biru.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...