105. Losing Memory (21+)

9.7K 170 3
                                    

EP. 105. Losing Memory

********

Memasuki usia kehamilan Jingga yang ke 28 minggu, rencana untuk melahirkan di luar negeri sudah cukup matang.

Biru dan Jingga sudah mengurus segala perlengkapan dan dokumen yang dibutuhkan seperti medical check up, surat rujukan, dan data penting lainnya. Begitupula dengan tempat tinggal dan rumah sakit yang akan menjadi tempat Jingga melahirkan nanti, semuanya sudah siap. Mereka akan berangkat ke Korea besok lusa.

"Kak, nanti pas nyampe di Korea, kita langsung jalan-jalan ke N Seoul Tower, ya?" Pinta Jingga pada suaminya yang sedang ikut membantunya membereskan pakaian musim dingin dan pakaian harian lainnya ke dalam dua buah koper. Satu miliknya dan satu lagi milik Biru.

Tampak Biru kebagian tugas untuk mengambil pakaian dari dalam lemari, sementara Jingga yang memasukannya ke dalam koper karena dia cukup kesulitan untuk jongkok dan berdiri seiring dengan perutnya yang semakin membesar.

"Mau ke mana aja, boleh. Kan kita punya banyak waktu di sana." Jawab Biru sembari menyerahkan beberapa baju yang sudah diambilnya pada Jingga.

"Iya, kita emang punya banyak waktu, tapi aku nggak bisa banyak gerak." Seru Jingga dengan bibir mengerucut lucu. Dia meratapi dirinya sendiri yang sudah tidak bisa bergerak sebebas dulu, sebelum perutnya membesar seperti saat ini.

"Ya udah, nanti kita jalan-jalannya ke tempat yang deket aja."

Jingga mendengus. "Ish, maksud aku, tuh, kamu bawa jalan-jalan akunya sebelum perut aku tambah gede gitu, lho."

Sejenak Biru memandang Jingga yang sibuk memasukkan pakaian mereka dengan tatapan prihatin. Dia sadar, Jingga seperti itu karena ulahnya, seandainya saja dia bisa membantu istrinya membawa beban berat di perutnya itu.

Menghela napas, lantas Biru ikut berjongkok dan mengambil alih pekerjaan Jingga yang sebenarnya nyaris selesai.

"Iya siap, Sayang." Sahut Biru kemudian, membuat Jingga berseru girang.

Jingga lalu meraih ponsel yang dia letakkan di dekatnya untuk membuat daftar tempat-tempat yang memungkinkan untuk bisa dia kunjungi.

"Tapi kamu bukannya udah pernah ke N Seoul Tower, ya? Kalau udah pernah, ngapain ke sana lagi?" Tanya Biru sembari menutup koper yang sudah terisi penuh itu.

"Kan sama kamu belum pernah, terus aku juga mau masang heart lock di sana." Jawab Jingga tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel yang tengah dia operasikan.

"Tck, ngapain? Mau nulis nama kita di gembok cinta, terus lempar kuncinya jauh-jauh biar cinta kita abadi, gitu?" Cibir Biru berdecak geli karena istrinya mempercayai mitos gembok cinta yang jelas-jelas belum teruji kebenarannya.

"Ahh, kamu mah nggak asyik." Cebik Jingga.

"Nggak usah percaya kayak gituan." Biru mengusap penuh wajah Jingga menggunakan telapak tangannya hingga membuatnya mendengus. "Menurut aku, masang-masang gembok cinta itu cuma nambahin sampah aja. Tck, mencemari lingkungan."

Biru berdecak sinis, menunjukkan ketidaksukaannya akan keberadaan gembok cinta. Selain itu, menurutnya orang-orang yang memasang gembok yang katanya sebagai simbol cinta itu sangat bodoh, mereka seperti menaruh harapan pada gembok alih-alih meminta pada Tuhan.

"Aku, tuh, bukannya percaya, Kak. Tapi aku cuma mau ikut-ikutan orang aja. Nikmatin momentnya, gitu." Elak Jingga kemudian. Biru hanya berdecih geli mendengarnya.

"Bisa aja ngelaknya kamu." Sekali lagi Biru mengusap gemas wajah Jingga.

"Ihh, siapa yang ngelak?" Jingga tak terima. "Dan kamu harus tahu, aku mau masang gemboknya bukan buat kita."

STILL IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang