EP. 32. The Third
********
Jingga dan Langit membawa nampan makan siangnya. Mereka menyusuri sudut kantin yang bisa dijangkaunya. Semua meja tampak penuh, mereka lalu memutuskan untuk makan di ruangan Langit saja. Namun, belum mereka melangkahkan kaki untuk keluar dari area kantin, seseorang berteriak membuat mereka terpaksa menoleh ke arah sumber suara.
Terlihat Bian melambaikan tangannya ke arah mereka seraya memberi kode untuk duduk di sana. Langit memicing, memang sepertinya masih ada dua kursi kosong di sana.
"Apa kalian nggak keberatan kalau kami ikut bergabung?" Tanya Langit sedikit canggung setelah mereka berhasil menghampiri meja Bian yang tak sendiri. Di sana sudah ada Biru, Bisma, Albi, dan Luna.
"Santai aja, Lang. Masih ada kursi yang tersisa. Kami sama sekali nggak keberatan, kok." Sahut Bian sambil tersenyum semringah, dia senang bisa berkumpul dengan mereka yang sealmamater dengannya.
"Iya, duduk aja. Gue malah seneng jadi ada teman baru. Sekalian nostalgia masa-masa SMA kita, ya, nggak?" Timpal Albi sambil menaik-turunkan alisnya. Ucapannya tersebut diangguki setuju oleh Bian dan Bisma. Lantas dengan ragu Jingga dan Langit duduk di kursi yang masih kosong.
Pandangan Jingga bertemu dengan Biru yang kini duduk di hadapannya. Biru menatap Jingga dengan tatapan yang sulit diartikan. Seperti biasa.
Jingga jadi menerka-nerka apa Biru tidak suka jika dia duduk bersamanya? Perasaan gamang kembali menyeruak di hatinya.
"Makasih kalau gitu." Ucap Langit.
"Nggak usah canggung gitu, kita ini satu almamater. Gue tahu kalian junior kita dulu. Jadi, ayo berteman baik." Tutur Bisma tulus melihat sikap Jingga dan Langit yang nampak tidak enakan. "Ohh, iya. Kalian juga masih kenal kami, kan?" Tanyanya memastikan.
Langit mengangguk. "Tapi . . . ." Mata Langit lantas tertuju pada Luna yang duduk di sebelah Biru.
"Ohh, dia Luna. Dia teman baik kami. Dia Perawat di sini." Sambar Bian seolah mengerti tatapan Langit.
Luna kemudian dengan sopan memperkenalkan dirinya yang disambut baik oleh Jingga dan Langit. Tapi sepertinya Luna tidak begitu menyukai kehadiran mereka, terlihat dari sorot matanya yang berusaha menyembunyikan rasa ketidaksukaannya itu. Langit bisa membacanya dengan baik.
Dan tak butuh waktu lama, mereka mulai memakan makanan yang telah disediakan di kantin rumah sakit tersebut.
Jingga sedikit terkejut saat mendapati makanan yang tak dia sukai ada di nampannnya, seingatnya dia tidak mengambil itu tadi. Jingga merinding geli melihatnya, udang goreng yang cukup besar.
"Lang . . . ." Panggil Jingga, bermaksud untuk meminta Langit mengambil itu dari nampannya.
"Kamu nggak suka udang, kenapa ngambil itu?" Omel Biru tanpa sadar dan refleks mengambil udang dari nampan Jingga, lalu dengan cepat memasukkan udang tersebut ke dalam mulutnya.
Jelas sikapnya barusan membuat semua orang terkejut dan mengalihkan atensi padanya.
Jingga mengerjapkan mata, memastikan kalau yang dilihatnya ini nyata. Dulu Biru selalu melakukan ini.
"Kenapa?" Tanya Biru heran saat menyadari semua orang tengah menatapnya terkejut.
"Itu berhasil." Seru Bian senang melihat kemajuan Biru. Kehadiran Jingga membuat Biru mulai bisa mengingat masa lalunya yang hilang.
"Lo inget sesuatu, Bi?" Tanya Albi dengan mata berbinar. Biru mengerjap, dia terkejut dengan apa yang telah dilakukannya.
"G-gue nggak tahu. Tangan gue refleks gitu aja." Jawab Biru terbata.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...