80. D-1

3.4K 189 4
                                    

EP. 80. D-1

*********

Luna yang baru saja datang ke rumah sakit dan mengganti pakaiannya dengan seragam perawat di ruang loker, tiba-tiba diberitahu untuk segera menghadap ke bagian Personalia. Luna tidak mengerti kenapa dirinya bisa diminta ke sana, karena yang dia tahu, bagian Personalia itu biasanya mengurus pemindahan karyawan.

"Selamat pagi, Pak." Sapa Luna sopan begitu dia masuk ke dalam ruangan. Tampak seorang laki-laki berusia pertengahan tiga puluhan tahun yang merupakan Manager Personalia duduk di kursinya.

"Silahkan duduk." Luna mengangguk, lalu duduk di kursi yang berada tepat di hadapan Manager Personalia bernama Dea itu.

"Ini untuk kamu." Pak Dea menyerahkan sebuah amplop surat pada Luna.

"Maaf, ini apa, ya, Pak?" Tanya Luna seraya mengerutkan dahinya tak mengerti.

"Kamu seharusnya sudah mengerti kenapa kamu bisa dipanggil ke sini, bukan?"

DEG . . . .

Seolah disambar petir di siang bolong, jantung Luna serasa berhenti berdetak seketika. Tidak mungkin dia dipindahkan, kan? Tidak, ini pasti hanya dugaannya. Bisa saja dia hanya dipindahkan ke bangsal lain, bukan ke rumah sakit cabang.

Dengan tangan gemetar, dia kemudian membuka amplop surat tersebut tak sabaran. Luna lalu membaca surat yang ada di dalamnya dengan seksama.

"Sa . . . saya . . . dimutasi ke rumah sakit cabang Surabaya, Pak?" Tanya Luna ingin memastikan dengan bibir yang tampak bergetar.

"Iya, dan kamu memiliki waktu dua hari untuk bersiap pindah." Jelas Pak Dea kemudian.

"Tapi kenapa, Pak? Saya rasa kinerja saya baik-baik saja selama ini." Protes Luna, tak terima dia dialihkan ke rumah sakit cabang, karena dia merasa tidak pernah melakukan kesalahan apapun selama bekerja di sini.

Menghembuskan napas berat, Pak Dea hanya menatap Luna menyesal. "Sebenarnya ini permintaan Prof. Biru, dan saya hanya menjalankan perintah."

Luna membelalak, tak butuh waktu lama untuk bisa mencerna apa yang terjadi.

"Prof. Biru yang minta?" Luna masih berharap pendengarannya salah. Tapi anggukkan kepala Pak Dea tak bisa dielakkan.

Tersenyum miring, Luna menggeram tertahan, tangannya mengepal hingga surat yang dipegangnya menyusut. Dugaan Jingga yang meminta Biru untuk memutasinya bersarang di kepala.

"Prof. Biru mungkin membuat kesalahan. Apa saya bisa menanyakan dulu untuk memastikan?" Tanya Luna berusaha menyembunyikan emosinya yang sudah hampir naik ke ubun-ubun.

"Silahkan saja kalau kamu mau memastikannya. Tapi, saya rasa beliau sangat yakin untuk memutasi kamu." Jawab Pak Dea dengan sikap tenangnya.

Menghembuskan napas kasar. Luna tidak akan membiarkan ini terjadi, dia tidak akan percaya sebelum mendengar semuanya dari mulut Biru sendiri.

"Saya harap, kamu bisa mengerti, Suster Luna. Lebih baik kamu segera mengemasi semua barang kamu untuk bersiap-siap pindah ke Surabaya." Pak Dea mengingatkan dengan nada ramah.

"Baik, tapi saya ingin memastikannya terlebih dahulu." Pak Dea mengangguk dan tersenyum tipis sebelum kemudian Luna berlalu pergi dari ruangannya.

Sungguh tidak sopan sebenarnya, pemindahan karyawan ini sudah jelas tugasnya. Kenapa Luna tidak percaya dan ingin menanyakannya langsung pada Kepala Rumah Sakit?

********

Biru berjalan bersisian dengan Bisma di koridor menuju ruangannya. Pagi ini, Biru sengaja mengajak Bisma ke ruangannya untuk meminta petuah mengenai pernikahan. Lebih tepatnya, dia hanya ingin menanyakan seputar malam pertama pada temannya yang sudah lebih berpengalaman itu.

STILL IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang