EP. 82. 1st Evening
********
Setelah keseluruhan acara akad nikah yang berlangsung selama lebih dari tiga jam itu berakhir. Kini Biru dan teman-temannya tengah mengobrol santai di sebuah lounge yang ada di hotel tersebut, sementara Jingga sudah kembali ke kamar hotelnya untuk beristirahat sejenak serta mempersiapkan diri untuk acara resepsi yang akan dilangsungkan malam nanti.
"Hadiah. . . ." Albi menyerahkan sebuah amplop pada Biru.
"Lo ngasih uang sama gue? Nggak usah, deh, makasih." Tolak Biru seraya meneguk minumannya untuk melegakan tenggorokannya yang kering.
"Terima aja, siapa tahu lo butuh." Desak Albi, membuat Biru mau tak mau menerima amplop itu.
"Pasti isinya aneh-aneh, kan?" Biru menatap Albi penuh curiga. Dia kemudian merobek sedikit amplop yang tertutup rapat itu. Dan benar saja, salah besar dia sempat berpikir temannya itu akan memberikan hadiah yang benar.
"Sialan, lo pake aja sendiri sana." Albi hanya terkekeh saat Biru melemparkan kembali amplop darinya yang berisi alat kontrasepsi.
"Haha, kali aja lo butuh gitu, biar nggak kebobolan. Kalau udah hamil, kan nggak bisa puas ngelakuinnya." Ujar Albi dengan tampang konyol.
"Ya elah, Al. Nggak terlalu ngaruh tuh permen karet, buktinya permen karet durex si Bisma bocor, dan sekarang udah gede aja tuh benih yang lolos." Timpal Bian kemudian diiringi gelak tawa setelahnya.
"Kampret, kok bawa-bawa gue?" Kesal Bisma sambil menoyor kepala Bian yang duduk di sebelahnya.
"Punya lo bekas kali, ya, Bis, makanya bocor kayak gitu?" Ledek Albi yang dibalas gelak tawa semakin keras oleh teman-temannya. Biru sendiri hanya geleng-geleng kepala mendengar itu.
"Biru sama Jingga udah ngerencanain cepet punya anak. Jadi salah lo ngasih permen karet." Ucap Langit seraya meraih amplop berisi alat kontrasepsi itu dan memperhatikannya. "Lagian pake ini mana enak."
Langit bergidik, lalu kembali melempar amplop tersebut. "Nih, Bi. Gue lebih pengertian sebagai teman. Pake ini nanti malem, biar lancar."
"Nggak! Gue nggak mau nerima hadiah apapun dari kalian. Isinya pasti gak beres semua." Tolak Biru cepat. Memandang acuh kotak hadiah kecil warna hitam berbentuk persegi panjang dengan hiasan pita merah yang Langit berikan.
"Ya elah, nethink mulu lo. Lihat aja dulu, hadiah gue lebih berguna dari punya nih bidan." Sahut Langit menoyor kepala Albi. Cowok manis langsung mendelik sebal.
"Kampret lo Dokter Lolita." Albi tak mau kalah balas mencibir.
"Pfft, Lolita, dong." Timpal Bian menahan tawa.
"Diem lo kang jagal." Balas Langit menatap sebal Bian.
Bisma dan Biru menyunggingkan senyum geli melihat ketiga temannya itu saling melempar cibiran menggunakan profesi mereka.
"Buka cepetan." Langit kembali beralih pada Biru.
Biru sendiri menatap ragu kotak hadiah milik Langit. Dia tahu isinya pasti tidak beres, tapi rasa penasaran membuatnya terdorong untuk mengambil dan melihat isi dari kotak tersebut.
Namun, sejurus kemudian Biru melihat Langit nyengir lebar dengan wajah menyebalkan begitu dia berhasil membuka kotak itu.
"Langit sialan." Biru menggeram kesal, kemudian melempar tube pelumas yang terdapat di dalam kotak hadiah dari Langit. Semua orang tergelak mengetahui itu.
"Gue baca di internet, katanya itu bisa menambah kenyamanan dan sensasi baru." Langit sepertinya puas sekali menggoda Biru dengan itu. Tak peduli dengan tatapan tajam yang dilayangkan Biru padanya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...