EP. 56. It's Been a Month
********
Biru kembali ke ruangan dengan perasaan kalut, dia terduduk lemas di kursi kerjanya sembari menatap surat dari Jingga dengan tatapan kosong.
"Cuti tanpa batas waktu?" Gumamnya masih tak percaya akan penjelasan Hana.
Sekali lagi, Biru kembali mencoba menghubungi Jingga melalui ponselnya. Tapi nomornya tetap berada di luar jangkauan.
Tak bisa terus berdiam diri seperti itu, Biru dengan cepat berlari keluar dari ruangannya, tidak peduli dengan Luna yang kebetulan ada di depan ruangan memanggil-manggilnya, bahkan Biru tanpa sadar menubruk pundak Luna hingga gadis itu sedikit terhuyung.
Biru berhenti di depan lift dengan napas memburu seraya menekan tombol lift tak sabaran. Karena pintu lift tak kunjung terbuka, akhirnya Biru memilih untuk menggunakan tangga darurat.
Hati dan pikirannya mendadak cemas saat mendengar Jingga mengambil cuti tanpa batas waktu, ditambah surat yang ditinggalkan untuknya, dan Jingga tidak bisa dihubungi.
"Jangan berpikir aku akan terus nunggu kamu, Kak. Kalau aku mau pergi, aku akan pergi, aku bisa melepaskan kamu kapanpun aku mau."
Biru menggelengkan kepala saat ucapan Jingga beberapa waktu lalu terlintas dalam ingatannya.
"Nggak, itu nggak akan terjadi." Biru menepis pikiran buruknya. Dia tidak boleh berpikir seperti itu sebelum memastikannya.
Siapa tahu saja, Jingga masih ada di apartemen untuk menghindarinya. Bisa saja, Jingga masih ada di taman bermain untuk menenangkan diri. Atau dia sedang berada di tempat olahraga untuk melampiaskan kemarahannya, dan mungkin juga berlibur ke gunung atau pantai, seperti yang pernah Jingga katakan jika dia akan berolahraga sampai lelah atau pergi ke tempat menenangkan jika sedang marah.
Tanpa mengetuk, Biru mendorong pintu ruangan Langit dengan kasar hingga membuat si pemilik ruangan terperanjat dan otomatis mengalihkan perhatian sejenak, lalu kembali sibuk dengan rekam medis yang sedang dibacanya.
Setelah pintu tertutup, cowok itu langsung berjalan menghampiri Langit dan berhenti tepat di depan meja kerjanya.
"Lo tahu, kan, di mana Jingga?" Tanya Biru langsung.
Langit mendengus pelan seraya tersenyum miring tanpa mengalihkan perhatian dari dokumen di tangannya.
"Gue tanya sekali lagi Jingga di mana?" Biru dengan geram merampas dokumen dari tangan Langit.
"Sekalipun gue tahu, gue nggak akan mau ngasih tahu lo." Jawab Langit santai seraya merebut kembali dokumen miliknya dari tangan Biru, lalu pura-pura membacanya.
Biru mengepalkan tangan di kedua sisi pahanya, lalu mendekat dan berdiri di samping meja kerja Langit, kemudian mencengkram kerah baju cowok itu marah.
"Jangan main-main sama gue. Di mana Jingga sekarang?" Tanya Biru dengan rahang mengeras, tatapannya nyalang tajam. Sementara Langit hanya menanggapinya dengan santai.
Langit tersenyum sarkas, memandang Biru tak kalah tajam. "Kenapa? Nggak terima mainan lo hilang?"
"Bilang di mana Jingga sekarang?" Sentak Biru semakin mengeratkan cengkraman tangannya pada kerah baju cowok itu.
"Lo pantes dapetin ini." Ucap Langit sembari menyentak tangan Biru hingga terlepas dari kerah bajunya, lalu dia berdiri dan mendorong keras tubuh Biru hingga tubuh cowok itu sedikit limbung.
Selama beberapa detik keduanya saling menatap dengan marah.
"Ingat, lo sendiri yang buat Jingga pergi." Geram Langit sebelum kemudian beranjak dari ruangannya sendiri, menubruk bahu Biru hingga kembali membuat cowok itu limbung.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...