98. Omelette

2.4K 150 8
                                    

EP. 98. Omelette

********

Tengah malam, tiba-tiba Jingga terbangun dari tidurnya. Sekuat apapun dia mencoba memejamkan matanya kembali, tapi kantuknya sama sekali tidak datang. Perutnya tidak lapar, tapi dia ingin memakan sesuatu.

Air liur di dalam mulutnya seketika terkumpul saat dia membayangkan omelette nasi dengan potongan ayam, daging asap, dan beberapa sayuran di dalamnya.

Jingga sangat menginginkan omelette itu sekarang juga. Seumur hidupnya, dia tidak pernah sangat menginginkan makan sesuatu tengah di malam seperti ini. Apa ini yang dinamakan ngidam? Entahlah, dia dulu selalu meledek kakak iparnya yang mencari makanan tengah malam saat mengandung.

Jingga menolehkan kepalanya ke samping, didapatinya Biru tengah tertidur lelap. Jingga tidak tega membangunkannya tengah malam seperti ini karena besok suaminya itu harus bangun pagi untuk bekerja.

Memindahkan tangan Biru yang melingkar memeluk perutnya, Jingga lantas bergerak untuk mengambil pakaiannya yang berceceran di lantai.

Jingga mendengus pelan, niatnya untuk meledek Biru menggunakan foto itu malah berakhir terjebak dalam permainannya sendiri. Alhasil, Jingga harus pasrah saat Biru melepas dan melemparkan pakaiannya begitu saja, hingga ujung-ujungnya berakhir melayani laki-laki itu di atas ranjang.

Setelah mengenakan pakaiannya, Jingga beranjak dari tempat tidur untuk pergi ke dapur. Dengan mengenakan masker untuk menutupi hidung dan mulutnya, dia membuka pintu lemari es dan mencari bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat omelette nasi.

Telur dan sayuran sudah ada di tangannya. Namun, dia butuh perjuangan untuk mengambil daging. Baunya sangat menyengat di indra penciumannya, bahkan masker pun tak bisa menghalau baunya dan Jingga mulai mual sekarang.

Kemudian yang Jingga lakukan adalah menutup kembali pintu lemari es, dia lantas menyandarkan tubuhnya di sana sembari membuka masker untuk menghirup udara segar.

"Kamu lagi ngapain, Ji?"

Jingga tersentak kaget saat mendapati ayah mertuanya berdiri di ambang pintu dapur.

Lelaki paruh baya itu sebelumnya hendak kembali ke kamarnya setelah memeriksa beberapa berkas rumah sakit di ruang kerjanya. Namun, tanpa sengaja dia melihat Jingga turun dari lantai atas dan berjalan menuju dapur, hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengikuti ke mana menantunya itu pergi.

"Ehh, Papa." Jingga bahkan hampir menjatuhkan telur yang sedang dia genggam saking terkejutnya.

"Kenapa, Ji? Mau sesuatu?" Tanya Papa begitu dia menghampiri menantunya.

Nampak lelaki paruh baya itu mengernyitkan keningnya saat melihat telur dan sayuran di tangan Jingga, begitupula dengan masker yang masih tersangkut di telinganya. Aneh sekali.

"Eung. . . ." Jingga tersenyum malu. Dia kemudian mengatakan jika dirinya ingin sekali makan omelette nasi dengan potongan ayam, daging asap, dan beberapa sayuran di dalamnya. Jingga juga mengeluh bahwa dia tidak bisa mengambil daging karena tidak tahan dengan baunya.

"Kenapa nggak minta Bibi atau Biru aja, sih, Ji?" Tanya Papa sedikit mengomel.

"Aku nggak enak banguninnya, Pa." Jawab Jingga jujur. Dia memang tidak enak hati jika harus membangunkan orang rumah hanya karena ingin makan omelette.

"Kan ada Biru." Papa masih keukeuh.

Tersenyum kaku, Jingga lantas menjawab. "Kasihan dia besok harus bangun pagi, Pa."

"Nggak bisa gitu, dong. Biru harus bangun. Masa istrinya ngidam tengah malam gini dia enak-enakan tidur." Protes Papa tak peduli.

"Nggak gitu, Pa. . . ." Jingga terdiam beberapa detik, bingung harus berkata apa. "Aku beneran nggak apa-apa, deh, Pa. Aku bisa bikin sendiri, kok."

STILL IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang