EP. 63. The Real Holiday
********
Biru merutuki dirinya sendiri, teringat dengan apa yang dia lakukan pada Jingga di hari terakhir mereka bertemu. Seandainya saja dia tidak membawa Jingga ke villa dan membuatnya takut hingga akhirnya gadis itu marah dan perasaannya terluka, mungkin Biru masih bisa bertemu dengannya.
Seandainya saja saat itu Biru lebih mampu mengendalikan emosi dan bisa membujuk Jingga baik-baik untuk kembali padanya, pasti gadis itu tidak akan pergi dan masih baik-baik saja sekarang.
Biru sudah hampir gila, tangisnya pecah, tak menghiraukan keadaan sekitar. Entah seperti apa wujud Biru yang menangis nyaris tanpa jeda sejak empat jam yang lalu dia mendengar kabar tersebut.
Berulang kali Biru menguatkan hatinya, Jingga pasti baik-baik saja, korban tewas itu bukan Jingga. Jingga akan pulang karena dia masih mencitainya, Jingga akan pulang karena harus menerima maaf dari Biru dan melihatnya berjuang untuk memperbaiki hubungan mereka.
Tidak. Biru tidak bisa kehilangan Jingga, karena jingga adalah miliknya. Hanya Biru yang bisa menentukan Jingga boleh pergi darinya atau tidak.
"Bi, tenangin diri kamu. Semuanya belum jelas. Kita berdoa saja semoga korban itu bukan Jingga. Jingga pasti nggak apa-apa, dia akan baik-baik saja." Om Rendra berusaha menguatkan Biru, padahal beliau sendiri membutuhkan kekuatan lain untuk dirinya.
Setelah mendengar kabar itu, Om Rendra, Papa, Langit, Biru, dan Amber kini berkumpul di ruangan Papa dan berusaha mendapatkan informasi dari tim MSF yang ada di Yaman dengan bantuan Amber. Namun, sampai saat ini mereka belum bisa dihubungi.
Berita yang tiba-tiba itu benar-benar mengejutkan banyak orang dan keluarga. Tidak hanya Biru dan Langit, orang tua Jingga adalah yang paling terguncang dalam situasi tersebut, ketakutan akan kehilangan putri mereka satu-satunya tak bisa dielakan lagi. Begitupula dengan orang tua Biru dan orang tua Langit yang merasakan kekhawatiran yang sama.
"Bagaimana, Amber?" Tanya Papa mendesak. Amber menghembuskan napas berat sambil menggeleng lemah.
"Tim MSF belum bisa dihubungi. Mereka masih sibuk karena banyaknya MSF yang terluka." Terang Amber dengan raut wajah yang sama khawatirnya dengan mereka. Bagaimanapun, Jingga sudah dia anggap sebagai adik sendiri. Mereka begitu dekat saat di Amerika dulu.
"Tapi aku tadi dapat kabar dari teman kalau tiga korban tewas dari Indonesia sudah dipulangkan. Kita bisa menghubungi Direktur MSF Indonesia di bawa ke rumah sakit mana mereka sekarang, lebih baik kita datang ke sana untuk memastikan sambil menunggu kabar selanjutnya." Jelas Amber kemudian.
Untuk selanjutnya, Papa melalui relasinya bisa dengan mudah menghubungi Direktur MSF Indonesia dan meminta informasi terkait kondisi Jingga secepatnya, beliau juga meminta untuk bisa melihat data korban tewas tersebut, serta menanyakan keberadaan terbaru mereka saat ini.
********
Om Rendra, Papa, Langit, Biru, dan Amber kini dalam perjalanan menuju rumah sakit yang ada di Jakarta setelah mendapatkan informasi bahwa ketiga jenazah akan tiba di rumah sakit tujuan sekitar tiga jam lagi. Dengan demikian, kemungkinan mereka akan tiba bersamaan, mengingat waktu tempuh Bandung-Jakarta akan memakan waktu dua sampai tiga jam.
Sama halnya dengan Biru, Langit yang kini duduk di jok belakang bersamanya merasakan matanya teramat perih, namun dia berusaha untuk menahan air matanya agar tak terjatuh.
"Tapi Lang, kayaknya ini udah terlalu lama. Kayaknya udah saatnya aku pulang. See, aku akan ngasih kamu kejutan nanti. Kamu tahu apa kejutannya? Kepulangan aku."
Ingatan Langit melayang saat ia menyaksikan video Jingga.
"Bukan pulang kayak gini maksud kamu, kan, Ji?" Sekelebat pikiran itu terlintas di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...