EP. 37. Let You Go
********
Keesokan paginya, Jingga berjalan menuju ruangan Biru dengan senyum mengembang di wajahnya. Sebelah tangannya menggenggam satu botol yoghurt strawberry untuk diberikan pada Biru. Dia ingin mengingatkan bahwa dulu Biru sering memberinya minuman tersebut dan Biru juga sangat menyukainya.
Sebenarnya dia masih sedih karena kejadian semalam dan Biru yang seolah mempermainkan perasaannya seperti ini. Tapi mengingat bahwa dia akan memberi kesempatan dan mencoba untuk membawa hati cowok itu kembali padanya, Jingga berusaha melupakan itu.
Jingga belum ingin menyerah sekarang. Dia sudah memutuskan untuk terus melangkah ke arah Biru dan mendapatkan hatinya kembali.
Tanpa mengetuk, Jingga mendorong pintu ruangan Biru. Dia berani melakukan itu karena merasa waktu masih terlalu pagi, jadi kemungkinan Biru belum sibuk dan tidak banyak orang di sekitaran sana. Tapi tubuhnya seketika dibuat mematung di ambang pintu saat melihat Biru dan Luna sedang sarapan berdua di sana.
"Makannya jangan belepotan, dong, Bi. Kamu kayak anak kecil, deh." Luna terkekeh seraya tangannya terulur membersihkan remahan makanan yang sedikit belepotan di pipi Biru.
Pemandangan inilah yang menyambut kedatangan Jingga di sana. Dan yang paling menjengkelkan adalah Biru menerima perlakuan Luna begitu saja.
Jingga hendak berbalik kembali sebelum mereka menyadari kedatangannya. Namun sialnya, kaki Jingga malah tak sengaja menendang pintu hingga menimbulkan suara. Otomatis Biru dan Luna menoleh ke arahnya. Lantas dengan terpaksa Jingga berbalik kembali.
"Jingga . . . ." Suara Luna seperti terkejut.
"Jii, kamu di sini?" Tanya Biru dengan raut wajah heran karena tak biasa Jingga datang ke ruangannya tanpa mengetuk.
Jingga masih bergeming. Menatap dua manusia di depannya yang memasang wajah seolah tanpa dosa itu.
"Jingga. . . ." Panggil Biru menyadarkannya.
Jingga lantas berjalan menghampiri sofa di mana Biru dan Luna duduk. Jingga memperhatikan bekal sarapan berisi nasi goreng di atas meja.
"Kamu lagi sarapan, ya?" Jingga berucap lirih, matanya lalu bergulir menatap miris botol yoghurt di tangannya.
"Luna bawain sarapan buat aku."
Lagi. Biru lagi-lagi tak menghargai perasaannya.
"Harusnya kamu bilang kalau belum sarapan, aku bisa temenin kamu atau bawain bekal juga." Tutur Jingga dengan raut wajah kecewa.
"Kamu jangan terganggu dengan ini, Jii. Lagian, aku udah biasa bawain Biru sarapan dan temenin dia." Lagi-lagi Luna sepertinya memberitahu kedekatannya dengan Biru.
"Lain kali, kamu nggak usah ngelakuin itu lagi, Luna." Ujar Jingga dingin dan penuh peringatan, membuat Luna terkesiap, begitupula dengan Biru.
"Jii, mungkin kamu salah paham . . . ."
"Enggak, jujur aku emang terganggu sama kedekatan kalian." Sambar Jingga cepat. Kali ini dia tak bisa menahan rasa geramnya lagi pada gadis itu.
"Jingga, kamu nggak berhak ngomong kayak gitu." Sentak Biru, membuat Jingga terperanjat kaget.
Sudut hatinya berdenyut nyeri. Bukan semata karena bentakan Biru, tapi karena sikap Biru yang membentaknya di depan orang lain. Secara tidak langsung, cowok itu sudah mempermalukannya.
"Ya aku berhak, karena sekarang aku tunangan kamu." Sahut Jingga tak mau kalah.
"Maaf, gara-gara aku kalian jadi berantem kayak gini." Merasakan situsai yang memanas, dengan raut wajah sedih Luna beranjak dan bergerak keluar dari ruangan Biru, meninggalkan Biru dan Jingga yang sedang bersitegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...