EP. 72. Miss You 3000
********
Hana terdiam menatap Jingga dengan mata memicing serta senyuman penuh arti. Sementara Langit hanya menahan tawa melihat wajah Jingga yang panik sekaligus menahan ngilu di kakinya.
"Lang, kok kamu biarin Hana buka dompet aku, sih?" Jingga melayangkan tatapan protes pada cowok di depannya yang kini malah santai menyesap ice blended miliknya.
"Cuma buka dompet, emang apa salahnya?" Sahut Langit mengedik tak peduli.
"Ihh, Langit." Jingga dengan kesal melemparkan dompetnya ke arah Langit, namun dengan sigap dia menangkapnya.
Langit lalu membuka dompet Jingga, dia tersenyum mencibir saat mendapati foto Biru dan Jingga yang terpajang manis di dompet itu.
"Masih SMA aja udah kayak gini. Nggak kebayang sekarang." Ledek Langit, lalu memicingkan matanya pada Jingga, mengangkat jari telunjuk dan jari tengah di kedua tangan, untuk kemudian menggerakannya seolah membentuk tanda kutip. Kedua alisnya tampak naik turun diiringi dengan kedua sudut bibir yang tertarik membentuk senyuman penuh arti. "Apa kalian udah ehem-ehem?"
"Diem, deh, jangan mikir aneh-aneh." Jingga mengambil bantal sofa, lalu melemparkannya dan tepat mengenai kepala Langit.
"Aneh apaan? Emang bener, kan, kalian suka out of the box?"
"Enggak!"
"Iya. Itu apa buktinya?" Langit mengedik ke arah leher Jingga. Secara otomatis gadis itu menyentuh lehernya yang tidak ada apa-apa.
Langit melipat bibirnya menahan tawa, puas karena berhasil menggoda sahabatnya itu.
"Langit kamu, tuh, yaa. Iiih." Jingga yang geram beranjak mendekati Langit dan menjambak rambutnya dengan kesal hingga membuat cowok itu mengaduh kesakitan. Sementara Hana yang sejak tadi menyaksikan pertengkaran kecil mereka hanya geleng-geleng kepala.
"Ji, udah dong, aaah." Langit meringis, berusaha melepaskan tangan Jingga dari kepalanya.
"Kamu, yaa. Jangan ngomong aneh-aneh, dong. Untung cuma ada Hana di sini." Jingga mendengus sebal sesaat setelah dia melepaskan tangannya dari kepala Langit.
"Tapi emang bener." Gumam Langit sembari merapikan kembali rambutnya menggunakan jemari tangan. Ucapannya tersebut membuat Jingga melemparkan delikan tajam padanya.
"Omongan Langit nggak usah dianggap, Han." Ucap Jingga sambil mendudukkan dirinya di sofa.
Hana manggut-manggut dan ikut duduk di samping Jingga. "Jadi kamu cewek itu?"
"Cewek itu?" Jingga mengernyit.
"Iya, rumor cewek satu-satunya yang Prof. Biru suka. Nggak heran, sih, kalau itu kamu." Hana menyikut lengan Jingga, menatapnya penuh arti. "Kalian cocok."
Jingga mendengus dengan wajah merona malu, lalu pura-pura merapikan anak ramnutnya. "Apaan, sih?"
"Kenapa nggak ngasih tahu aku, sih?" Protes Hana kemudian. Selama ini mereka dekat, tapi Jingga sangat tertutup untuk urusan asmaranya.
"Emang penting, ya?" Sahut Jingga malas.
"Ya penting, lah. Aku sering banget ngeledekin kamu jomblo soalnya, udah gitu promosiin kamu ke dokter cowok di sini lagi." Jingga mendengus saat mendengar kata 'promosi' dari mulut Hana. "Kalau sampai Prof. Biru denger. Aku bisa dipecat, tahu."
Jingga berdecak kecil. "Kamunya aja yang nggak peka. Emang selama ini dia sering cariin dan masuk ke ruangan aku buat apa kalau nggak ada apa-apa?"
"Pfft, ciee ada apa-apa." Langit kembali meledek, namun seketika bibirnya terkatup rapat begitu Jingga melemparkan tatapan tajam padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...