EP. 88. Post Wedding Blues
*********
Biru kembali ke kamar setelah menghabiskan waktu sekitar dua jam di ruangan Papa. Lelaki paruh baya itu memberi Biru beberapa nasihat mengenai pernikahan agar anaknya tahu bagaimana menjadi seorang suami yang baik.
"Ji, kamu di dalam?" Biru mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi tatkala dia tak menemukan Jingga di tempat tidur.
Karena tak ada sahutan, Biru lalu membuka pintu kamar mandi yang ternyata tidak dikunci. Namun, dia tetap tak menemukan istrinya di dalam sana.
"Ji, kamu di mana?" Teriak Biru kebingungan sekaligus panik. Dia lantas kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kamar. Kini matanya tertuju pada rak lemari, lalu dengan ragu dia masuk ke kamar rahasianya.
Biru bernapas lega saat melihat Jingga tengah tertidur di atas kasur lipat dengan sebuah buku yang dibiarkan menutupi wajahnya.
"Kenapa kamu tidur kayak gini?" Biru mengambil buku yang menutupi wajah Jingga dengan gerakkan hati-hati agar tak membangunkannya.
Diperhatikannya wajah tidur Jingga lekat-lekat, kening Biru mengkerut saat menyadari wajah istrinya yang tampak sembab dengan sisa-sisa air mata yang sudah mengering di sudut mata dan pipinya.
"Ji, kamu nangis?" Tangan Biru terulur mengelus lembut wajah sembab itu.
Jingga memang menangis. Perasaannya yang tiba-tiba kacau balau membuatnya menangis.
Saat dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri apakah dia menyesal atau tidak karena sudah menikah dengan Biru, jawabannya adalah tidak.
Biru adalah laki-laki yang sangat dicintainya. Tapi entah kenapa, Jingga merasa sedih akan perubahan kondisinya yang mendadak berubah secara drastis.
Tiba-tiba harus jauh dari orang tua, kehilangan kebebasan bersama teman, serta tanggung jawab baru sebagai seorang istri yang tak bisa membuatnya bebas melakukan apapun yang dia inginkan sesuai kehendaknya, semua itu membuat perasaannya semakin tak karuan.
Jingga merasa terbebani, stress, frustrasi, terkekang, kehilangan, gelisah, dan sedih sekaligus.
Jingga bingung kenapa perasaannya tiba-tiba jadi melankolis seperti ini, padahal sebelumnya dia tahu dan sadar betul ini adalah konsekuensi yang harus dihadapi dan dijalankannya setelelah menikah. Hingga akhirnya, yang bisa dia lakukan hanya menangis. Setidaknya itu bisa membuatnya sedikit lebih tenang.
Perlahan, Biru merebahkan dirinya di samping Jingga, lalu dengan hati-hati dia menyelipkan tangannya di bawah tengkuk istrinya itu, merengkuhnya, lalu membawanya ke dalam dekapannya.
Selang beberapa lama, Biru merasakan Jingga mulai menggeliat dalam dekapannya. Jingga perlahan membuka matanya untuk kemudian mendongakkan wajahnya hingga tatapannya bertemu dengan Biru.
"Kak. . . ." Lirihnya dengan suara berat dan serak khas orang bangun tidur.
Sementara Biru tak langsung menyahutinya, sejenak dia terdiam menatap dalam mata Jingga dengan senyum tipis tersungging dari kedua sudut bibirnya.
"Kenapa tidur di sini?" Tanya Biru lembut seraya menyingkirkan helaian anak rambut yang sedikit mengganggu wajah Jingga.
"Tadi aku baca buku, terus ketiduran." Sahut Jingga.
"Baca buku atau nangis?" Biru membelai lembut wajah Jingga. "Hem?" Tanyanya lagi karena Jingga masih terdiam.
"Baca." Jawab Jingga lirih, lalu menelusupkan wajahnya di dada bidang Biru guna menghindari kontak mata dengan laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...