EP. 25. The Girl
********
Malam harinya di kedai kopi, terlihat Albi dan Bian duduk bersebrangan sambil menikmati secangkir coffe latte dan sepiring hidangan western yang tersedia di kedai kopi tersebut.
Tak ada percakapan di antara mereka, keduanya fokus sejenak untuk menikmati makanan dan minuman masing-masing. Iringan live music seolah meluapkan rasa penat mereka setelah bergelut seharian di ruang operasi dan melakukan kunjungan pasien.
Bian tercenung sambil memainkan bibir cangkir menggunakan jari telunjuknya, teringat gadis cantik yang tadi sore tak sengaja naik di lift yang sama dengannya.
"Lo kenapa, sih? Aneh, tahu, nggak, diem kayak gitu. Jadi takut gue. Stress lo?" Heran Albi menyadarkan Bian dari lamunannya. Cowok itu langsung mendengus tak terima dikatai seperti itu.
"Gue cuma lagi kepikiran sesuatu." Sahut Bian memandang coffe latte di dalam cangkir yang busanya mulai habis.
"Kepikiran apa? Hutang?" Celetuk Albi asal, tapi penasaran menunggu Bian bercerita.
Bian berdecak sebal. "Ya bukan, lah. Ngaco lo."
"Ya terus apa? Lagian heran aja gue, tumben-tumbenan lo bisa mikir." Tanya Albi mencibir, membuat Bian kembali mendengus sebal.
"Tadi sore gue . . . ." Jawaban Bian menggantung melihat kedatangan Biru dan Bisma. Keempatnya lantas saling melakukan first bump.
Seperti yang Biru katakan sebelumnya bahwa mereka akan tetap bersinar.
Empat cowok ganteng yang dulu menjadi bintang di SMAnya kini kembali bersinar dengan bekerja di rumah sakit yang sama, setelah mereka sama-sama menyelesaikan pendidikan di sekolah kedokteran yang menjadi pilihan masing-masing.
Karena bekerja di tempat yang sama, tidak sulit dan tak jarang mereka bisa kumpul-kumpul seperti ini di sela-sela kesibukkan mereka menangani pasien.
"Kenapa, lo, Bi? Kusut banget, tuh, muka kayak gagal pelepasan." Ejek Albi nyeleneh melihat wajah kusut Biru, membuat ledakan tawa Bian dan Bisma langsung terdengar.
Biru memutar bola matanya jengah. Dia memilih untuk mencomot makanan milik Albi, cukup malas untuk membalas ejekan si Dokter Ob-Gyn itu.
"Yaa gimana nggak gagal, orang ada cewek ngedeketin aja langsung dia suruh mundur." Timpal Bisma ikut meledek, mengingat Biru yang anti cewek. "Harusnya lo jangan gitu, lah, sama cewek. Minimal kasih kesempatan mereka biar bisa deket sama lo, kek. Awas nanti lo kena karma suka sama cewek, ceweknya nggak mau."
Biru menyesap espresso miliknya yang beberapa saat lalu datag, lalu menyentak cangkirnya pada tatakan karena merasa jengkel melihat teman-temannya belum juga berhenti tertawa.
"Berisik lo semua." Teriak Biru kesal.
Biru masih belum meredakan kekesalannya pada ucapan Papa tadi sore. Ternyata lelaki tua itu memang serius tentang perjodohan. Dia benar-benar tidak tertarik dengan ini, terlebih yang akan dijodohkan dengannya adalah gadis cantik dengan pendidikan dan karir yang bagus.
Biru mendengus sambil mencengkram lengan cangkir. Biru tidak pernah ingin tertarik pada gadis cantik. Dia selalu berpikir jika gadis cantik yang pintar itu pasti akan selalu ingin menjadi pusat perhatian atau mencari validasi laki-laki di atas segalanya.
Biru tidak suka, dia lebih baik tidak menikah.
"Gue rasa, lo kayaknya juga harus konsul tentang yang lain, deh, sama Dokter Johan. Gue takut lo kena gangguan orientasi seksual." Ejek Bian yang langsung mendapat tos dari Albi.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...