EP. 71. I Love You, I Miss You
********
"Eung, Ji . . . ."
"Apa?" Sahut Jingga masih dengan nada ketus.
"Aku mau . . . ."
Kalimat Biru tertahan karena fokusnya teralihkan saat melihat rambut Jingga.
"Ji, kepala kamu nggak sakit, kan?" Tanya Biru kemudian.
"Sakit?" Jingga mengernyitkan alisnya tak mengerti.
"Iya. Tadi aku lihat Luna narik-narik rambut kamu."
"Tadi, sih, sakit. Sekarang enggak. Udah, ahh. Aku nggak mau inget-inget lagi."
"Harusnya tadi kamu balas dia. Biasanya, kan, kamu suka mukul orang kata Langit." Sahut Biru meledek. Jingga hanya mendengus dengan bibir mengerucut lucu.
"Nggak, ahh. Nanti orang yang diributin kesenengan lagi." Sindir Jingga.
"Siapa?" Tanya Biru sambil mengulum senyumnya, lantas dia sedikit menggeser kursinya ke depan agar lebih merapat dengan Jingga. Hatinya berbunga-bunga mengingat tadi dia mendengar Jingga mengatakan pada Luna jika dia mencintainya dan Biru adalah miliknya.
"Nggak tahu. Kakaknya Reno, kali." Jawab Jingga, membuat wajah Biru merengut.
"Kamu, tuh, yaa." Biru mencubit pelan pinggang Jingga, hingga membuat gadis itu terkekeh geli.
"Kenapa? Kan Om Rendi bilang harus nganggap Reno adik kamu." Jingga terus meledek.
"Udah, deh. Jangan ketularan Mama sama Papa." Dengus Biru. Dia benar-benar merasa terganggu dengan kehadiran Reno di rumahnya. Terlebih kemarin malam, anak kucing itu tiba-tiba masuk ke kamar dan menyusup ke dalam selimutnya saat dia tidur. Jelas saja itu membuatnya terkejut. Biru bergidik ngeri sekaligus geli mengingat itu.
"Kakaknya Reno." Ledek Jingga lagi, bibirnya terlipat menahan tawa.
"Ish, apaan, sih?" Biru merengut tak suka. Dia benci kucing itu.
"Haha, ya udah jangan cemberut gini, dong." Jingga tergelak kecil, kedua telunjuk tangannya lalu menarik sudut bibir Biru ke atas, hingga melengkung membentuk senyuman.
Jingga kembali menahan tawanya saat dia melihat wajah Biru yang berubah lucu dan aneh. Telunjuknya terus bermain-main dengan kedua sudut bibir cowok itu.
Biru tertegun melihat Jingga dengan kedua sudut bibirnya yang tertarik mengembang seperti itu. Setelah sekian lama, ini kali pertama Jingga tergelak dan tersenyum lebar lagi dihadapannya.
"Kenapa?" Jingga sedikit terganggu dengan Biru yang terus menatapnya.
Perlahan, dia menurunkan tangannya dari wajah Biru. Namun, cowok itu dengan cepat meraih kedua tangannya untuk dia genggam, tak membiarkan tangan gadis itu menjauh.
"Apa hati kamu udah baik-baik saja?" Tanya Biru seraya menatap lekat-lekat wajah Jingga dengan tatapan sendu.
"Apa kamu masih marah dan kecewa sama aku?" Imbuhnya.
Jingga terdiam selama beberapa detik, lalu berucap. "Kamu mau jawaban apa?"
Sejenak Biru terdiam, dia menatap dalam-dalam mata Jingga hingga tatapan mereka saling terkunci. Kini hanya deru napas teratur mereka yang terdengar di ruangan megah itu.
"Ya untuk pertanyaan pertama dan tidak untuk pertanyaan kedua."
Tak langsung menjawab, Jingga menarik kedua tangannya dari genggaman Biru. Untuk sesaat, raut wajah Biru tampak kecewa melihatnya. Tapi tidak lagi setelah gadis itu kini melingkarkan tangan di lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...