EP. 12. Keep Away
********
Jingga masih bermalas-malasan di atas tempat tidur, bahkan selimut masih menutupi hampir seluruh tubuhnya. Pandangannya menerawang kosong ke langit-langit kamar, tampak lingkaran hitam membingkai bagian bawah matanya.
Benar. Hampir semalaman gadis itu tidak bisa tidur. Terus teringat akan kejadian kemarin sore, dan sekarang dia tidak tahu bagaimana harus menghadapi Biru jika bertemu di sekolah.
"Jingga, ya ampuun. Ini udah mau jam tujuh, lho. Kok kamu belum siap-siap?" Bunda yang baru datang ke kamar langsung heboh melihat putrinya yang masih anteng di tempat tidur.
Wanita paruh baya itu lantas membuka gorden kamar sehingga cahaya matahari pagi langsung menyeruak di ruangan itu, membuat mata Jingga memicing karena terpaan cahaya.
"Aku hari ini nggak sekolah, ya, Bun." Ucap Jingga dengan suara sedikit serak khas bangun tidur.
Bunda mengernyit, lalu menghampiri Jingga. "Kamu sakit?" Tanyanya seraya meletakkan tangannya di kening Jingga.
"Eung, iya. Aku agak sakit, nih, Bun." Jawab Jingga bohong.
"Nggak panas, ahh." Sahut Bunda. Beliau lantas memicingkan matanya penuh curiga, membuat Jingga sedikit gelagapan.
"Ya - nggak sakit panas, Bun. Sakitnya di bagian lain." Ujar Jingga sulit mencari alasan.
"Di bagian lain yang mana?" Bunda menanggapinya dengan serius, namun matanya masih menyoroti Jingga curiga.
"Ya di- " Jingga berpikir sejenak, memutar otaknya untuk mencari alasan, tapi tetap saja tidak bisa. "Ahh, pokoknya aku sakit dan nggak bisa sekolah."
"Yaa nggak bisa gitu, Ji. Harus jelas sakit apa dulu." Ucap Bunda.
"Pokoknya Bunda telepon ke sekolah bilangin aku sakit, ya. Sakit apa aja, deh, bebas." Pinta Jingga tak menyahuti ucapan Bunda.
Bunda memandang heran Jingga yang kini memasang puppy eyes padanya. Menggemaskan. Jurus andalan Jingga yang akan membuat siapa saja tidak bisa menolak permintaannya.
"Kamu ada masalah di sekolah?" Tebak Bunda seraya menarik selimut Jingga hingga sebatas perut.
"Kamu bikin ulah, ya? Atau dibully?" Tambah Bunda heboh.
"Enggak, Bun. Nggak kayak gitu." Jingga menggeleng cepat. "Aku, tuh, cuma agak capek aja kemarin habis pelajaran olahraga. Tubuh aku agak sakit-sakit gitu, deh, Bun."
"Biasanya kamu olahraga nggak pernah kayak gini, ahh, lebay. Jangan bohong kamu. Udah cepetan bangun. Ayah sama Kak Bintang udah berangkat, terus Langit tadi ke sini juga udah Bunda suruh berangkat duluan. Nanti kamu Bunda yang anterin." Bunda berusaha menarik lengan Jingga agar anak itu bangun, tapi tubuh Jingga benar-benar lengket dengan kasur.
"Nggak bohong, Buuuuun. Please, sekali ini aja aku nggak sekolah. Lagian nggak bakal ngurangin nilai aku, kok." Jingga memelas. Sekali lagi dia memasang puppy eyesnya.
Bunda mendesah pelan sebelum kemudian dia berkata. "Ya udah, oke. Tapi cuma hari ini aja, ya."
Mendengar itu Jingga langsung berseru kegirangan. Dia lantas bangun dan memberikan ciuman bertubi-tubi di wajah wanita yang sudah melahirkannya itu.
"Ihh, Jinggaaa. Udah, ahh, jijik tahu, nggak? Kamu tuh belum mandi. Lagian udah gede masih aja suka cium-cium Bunda kayak gini." Omel Bunda sambil mendorong wajah Jingga agar menjauh. Sementara gadis itu hanya nyengir lebar.
Jingga tersenyum puas selepas kepergian Bunda dari kamarnya. Dia kemudian menarik selimut, berniat untuk mengganti tidurnya semalam, dan mengabaikan ponselnya yang terus bergetar tanda panggilan dan beberapa pesan masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...