59. Lies

4.7K 303 2
                                    

EP. 59. Lies

********

Beberapa bulan yang lalu, saat Jingga baru mengetahui kenyataan bahwa Biru mengalami hilang ingatan dan memutuskan untuk berjuang membawa kembali ingatan dan hati Biru.

Sejak saat itu, Jingga selalu berusaha untuk mengingatkan Biru tentang kenangan masa lalunya. Mulai dari bercerita sampai membawa Biru ke tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi, walaupun saat itu sangat sulit untuk mengajaknya.

Terkadang Jingga kesal sendiri. Biru yang meminta bantuannya agar ingatannya cepat kembali, tapi yang dibantu malah ogah-ogahan seperti itu.

Suatu hari di kamarnya, Jingga menemukan jurnal yang pernah dia temukan di dalam tas Biru sembilan tahun yang lalu. Jingga meminta Biru memberikan itu sebelum kepergiannya ke Amerika.

Jurnal tersebut terselip di antara deretan buku kedokterannya di rak buku saat dia hendak mencari salah satu buku tentang instrumen bedah jantung miliknya.

Jingga membuka lembar demi lembar halaman jurnal tersebut. Dia tersenyum saat melihat isi dari jurnal yang kertasnya sudah mulai menguning, namun apa yang terisi di atasnya masih sangat jelas, tidak memudar.

Jurnal tersebut berisi kumpulan foto Jingga dalam berbagai kegiatan yang Biru ambil diam-diam, mulai dari dia bertemu gadis itu hingga pertemuan terakhir sebelum hari kelulusannya.

"Kenapa aku lupa sama ini?" Gumam Jingga.

"Aku akan nunjukin ini sama dia besok." Ujar Jingga kemudian seraya menyunggingkan senyumnya. Dia akan menunjukkan bukti lain bahwa dulu Biru memang selalu mengikutinya seperti seorang penguntit. Karena selama ini, Biru tidak percaya bahwa dirinya seperti itu saat Jingga menceritakannya.

"Awas aja, kamu bakal malu sendiri habis baca tulisan tangan kamu sendiri." Jingga tersenyum menyeringai sembari membayangkan bagaimana ekspresi Biru setelah melihat itu.

"Aku harap, ini bisa bantu kamu buat inget, Kak, waalaupun sedikit." Jingga menghembuskan napas berat, kemudian memasukan jurnal tersebut ke dalam tasnya.

********

Siang harinya di rumah sakit, Jingga keluar dari ruangan dengan membawa jurnal di tangannya. Dia hendak ke ruangan Biru unuk memberikan itu, sekalian mengajaknya makan siang.

Saat pintu lift terbuka, Jingga terkejut mendapati Langit ada di dalam sana. Seperti biasa, mereka saling menyapa dengan gaya menjengkelkan.

"Kamu mau ke mana, Lang?" Tanya Jingga setelah dia masuk dan berdiri di samping cowok itu.

"Pak Rendi manggil aku. Tahu, deh, mau ngapain." Jawab Langit seraya mengedikkan bahunya.

"Mungkin mau dipecat kali." Celetuk Jingga asal, membuat Langit tak tahan untuk tidak menyentil kening gadis itu dengan keras.

"Aww, sakit." Jingga mengaduh sambil mengusap-usap kening dengan salah satu punggung tangannya yang memegang jurnal.

"Ini buku apa?" Langit tiba-tiba merebut jurnal dari tangan Jingga.

"My Boo. . . ." Belum selesai memastikan, Jingga sudah merebut jurnal itu kembali.

"Kepo kamu." Cibir Jingga sembari mendekap jurnal itu di depan dadanya agar terhindar dari jangkauan mata Langit.

"Paling isinya kalimat bucin buat si kulkas." Langit balik mencibir, membuat Jingga mendelik sebal.

"Aku duluan. Ohh, iya, telepon aku kalau kamu dipecat. Aku siap pinjemin bahu buat kamu nangis." Kelakar Jingga sebelum dia keluar dari lift.

"Sialan." Umpat Langit. Namun, Jingga tak mengindahkannya dan berlalu pergi, mengambil langkah besar agar segera sampai di ruangan Biru.

Wajah Jingga sedikit merengut saat tidak mendapati Biru di ruangannya. Tapi dia sadar itu salahnya sendiri karena tidak menghubungi cowok itu sebelumnya.

STILL IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang