EP. 60. Me, You, and Jingga
********
"Sebelumnya kamu bukan orang yang kayak gini. Kenapa bisa-bisanya kamu bohong, Lun?" Wajah Luna semakin menegang, dia tidak mengira kebohongannya akan diketahui.
"Aku nggak tahu gimana caranya buku itu bisa ada di tangan kamu. Tapi kamu jelas tahu kalau Jingga yang nyimpen itu di meja kerja aku waktu itu, kan?" Tukas Biru membuat Luna menundukkan kepala seraya memilin jari-jari tangannya karena gugup.
"Di apartemen, apa kamu juga sengaja ngelakuin hal murahan kayak gitu untuk membuat Jingga salah paham?" Melihat reaksi Luna yang seperti itu, seketika memicu pertanyaan-pertanyaan yang selama ini Biru sangkal dalam sel kelabu otaknya.
"Apa bener, kamu juga yang bilang sama Jingga kalau-"
"Apa yang Jingga bilang?" Luna mengangkat dagunya menatap Biru.
"Dia bilang kalau aku suka sama kamu? Apa dia juga ngadu sama kamu kalau aku minta dia buat jauhin dan lepasin kamu?" Luna tersenyum menyeringai. Jelas saja penuturan Luna itu membuat Biru terkejut, dan semakin bertambahlah perasaan bersalahnya pada Jingga.
Jadi selama ini Jingga tidak pernah berbohong? Bahkan Jingga diam saja kalau Luna mengatakan hal yang lebih dari itu.
"Kamu? Berani-beraninya. . . ." Biru menggeram tertahan dengan rahang yang sudah mengeras disertai telapak tangan yang mengepal hingga buku-buku jarinya tampak menonjol dengan jelas.
"Kenapa kamu ngelakuin itu?" Bentak Biru membuat Luna berjengit kaget. "Kamu jelas tahu kalau Jingga itu orang yang paling berarti buat aku. Kenapa. . . ."
"Karena aku iri sama dia." Sambar Luna sambil beranjak dari duduknya.
"Aku iri karena Jingga bisa dengan mudahnya ngambil hati kamu. Sementara aku? Aku yang lebih dulu ada di dalam kehidupan kamu, tapi nggak pernah sekalipun kamu melihat aku sebagai seorang perempuan." Luna berteriak, meluapkan perasaannya yang selama ini dia pendam.
Biru benar-benar terkejut dengan pengakuan Luna. Dia sama sekali tidak pernah menyadari itu, selama ini Biru hanya menganggap kedekatannya dengan Luna tidak lebih dari sekedar teman dan saudara karena mereka sudah tumbuh bersama sejak kecil.
"Aku benci sama Jingga, jauh sebelum aku ketemu sama dia. Kamu tahu? Waktu kamu mulai ceritain dia sama aku dan bilang kalau kamu jatuh cinta sama dia, sejak saat itulah aku mulai benci sama dia." Lanjut Luna dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya.
"Dan aku semakin benci sama Jingga karena dia nggak pernah hilang dari hati kamu, bahkan setelah kamu hilang ingatan dan ngelupain dia." Luna menarik napasnya yang kian memberat. Kini air matanya mulai berhamburan membasahi pipinya. Sementara Biru masih terdiam menunggu gadis itu menyelesaikan apa yang ingin diucapkannya.
"Bukan cuma suka, tapi aku cinta sama kamu, Bi. Aku cinta sama kamu lebih dari Jingga, karena itulah aku bisa ngelakuin hal-hal licik kayak gini. Jadi melihat kehadiran Jingga di sisi kamu, itu bukan hal yang mudah buat aku." Seru Luna kemudian.
"Kenapa? Kamu terkejut? Kamu mau ngetawain aku, kan? Kamu mau bilang kalau seharusnya aku tahu diri karena menaruh perasaan sama kamu yang jelas punya latar belakang sangat berbeda?" Luna menghapus air mata dengan punggung tangannya seraya tersenyum miris.
"Aku nggak pernah memandang orang dari latar belakangnya, Lun. Kalau aku yang kayak gitu, aku nggak akan pernah mau berteman sama kamu selama ini." Sambar Biru tak terima.
"Seharusnya kamu bisa jujur sama aku sebelumnya. Lun, aku nggak akan marah dengan itu, karena aku tahu kalau kita nggak bisa memilih untuk jatuh cinta sama siapa." Ucap Biru menatap Luna dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...