38. Tipsy

4.3K 259 2
                                    

EP. 38. Tipsy

********

"Kamu nggak akan bisa melepaskan aku, sebelum aku sendiri yang akan melepaskan kamu." Biru mencekal tangan Jingga, suaranya terdengar menajam, begitupula dengan tatapannya.

"Kalau gitu aku sendiri yang akan melepaskan diri. Mulai sekarang aku akan mengakhiri semua perasaan ini dan melupakan kamu. Pergi sana, aku benci kamu." Sahut Jingga seraya berusaha melepaskan cekalan tangan Biru, namun usahanya gagal. Cekalan tangan Biru terlalu kuat.

"Enggak. Aku yang berhak menentukan itu semua. Kamu nggak akan pernah bisa melepaskan diri kamu karena kamu cinta sama aku. Coba saja, kamu nggak akan pernah bisa." Suara Biru masih terdengar tajam, rahangnya tampak mengeras. Tatapannya lurus menatap dalam mata Jingga yang mulai digenangi air mata.

"Iya. Aku emang cinta sama kamu bahkan sampai saat ini, tapi itu bukan berarti aku mau sama kamu." Balas Jingga penuh amarah.

"Nggak. Kamu nggak akan pernah bisa pergi dari aku. Aku nggak izinin." Ujarnya dingin, tatapannya berubah marah.

"Izin?" Jinggan mendesis kesal. "Aku nggak butuh izin dari kamu untuk itu."

"Aku bilang kamu nggak akan pernah bisa!" Bentak Biru.

Jingga membelalak. Dia benci Biru membentaknya seperti ini, sesuatu yang tak pernah cowok itu lakukan di masa lalu. Hatinya terluka, lagi.

"Untuk apa? Untuk apa kamu menahan aku sementara kamu sendiri nggak punya perasaan apapun sama aku? Atau setidaknya kamu bisa ngehargain perasaan aku, nggak sekalipun kamu pernah ngelakuin itu. Kamu jahat." Suara Jingga mulai tercekat, dadanya terasa sesak seolah oksigen yang melingkupi rongga paru-parunya berkurang.

Dia merasa Biru tengah mempermainkan hatinya. Tapi kenapa? Apa salah Jingga sampai Biru melakukan hal seperti ini padanya?

"Jangan berpikir aku akan terus nunggu kamu, Kak. Kalau aku mau pergi, aku akan pergi, aku bisa melepaskan kamu kapanpun aku mau." Jingga menarik napasnya dalam, berusaha menahan agar air mata yang sudah menggenang itu  tidak jatuh.

"Nggak bisa, karena kamu milik aku. Cuma aku yang bisa menentukan kamu boleh pergi atau tidak."

Jingga sejenak tercengang mendengar ucapan Biru. Bagaimana bisa dia mengklaim dirinya seperti itu?

"Aku nggak peduli kamu bilang apa. Lepasin aku." Jingga beranjak dari duduknya setelah berhasil melepaskan diri dari cekalan tangan Biru. Namun cowok itu kembali menarik lengan Jingga dan membawa tubuh gadis itu ke dalam dekapannya dengan paksa.

"Aku nggak akan pernah melepaskan kamu." Tegas Biru.

Jingga mencengkram erat baju yang dikenakan cowok itu. Jingga benar-benar kesal dan dibuat bingung dengan sikap Biru saat ini.

Biru ingin Jingga tetap berada di sisinya, tapi dia sendiri tidak memberinya kejelasan akan perasaannya. Ingin sekali Jingga memarahi, memaki, meneriaki, dan memukul cowok yang sedang mendekapnya saat ini. Biru benar-benar egois, dia seperti terus menarik dan melemparkan hati Jingga begitu saja.

"Sebenarnya apa mau kamu?" Jerit Jingga dalam hati seraya menepis air mata yang lolos di sudut matanya. Tampak guratan kesedihan yang mendalam di raut wajahnya.

"Pergi sana!" Pinta Jingga dengan suara lemah setelah berhasil menghempaskan tubuh Biru dan menjauhkan jarak darinya.

"Pintunya masih ada di sana, kalau-kalau kamu lupa." Sambung Jingga sembari menunjuk ke arah pintu berada, dia kemudian berlalu cepat masuk ke dalam kamarnya.

Jingga menutup rapat pintu kamar, lalu menyandarkan tubuhnya di pintu itu. Dia menghela napas berat seraya memejamkan kedua matanya, berusaha menenangkan emosinya yang benar-benar sudah dibuat naik-turun oleh Biru.

STILL IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang