EP. 43. Bad Dinner
********
Sekitar pukul enam sore, Jingga keluar dari rumah sakit setelah pekerjaannya selesai. Buru-buru dia berjalan ke parkiran basement rumah sakit dan memasuki mobilnya. Namun gadis itu tidak langsung menjalankkan mobilnya setelah dia berada di balik kemudi, dia malah mengambil ponsel dari tasnya dan mencari nama kontak Biru di sana.
Jingga hendak menghubungi Biru untuk menanyakan apakah cowok itu sudah pulang atau belum. Jika belum, Jingga akan mengajak Biru untuk makan malam di luar.
"Iya, Ji . . . ." Suara bariton milik Biru langsung terdengar di telinganya tak lama setelah teleponnya tersambung.
"Kamu masih di rumah sakit, nggak?" Tanya Jingga langsung.
"Enggak. Aku udah pulang dari satu jam yang lalu. Kenapa? Kamu belum pulang? Mau aku jemput?"
Jingga tersenyum, hatinya menghangat mendapat perhatian kecil dari Biru seperti ini. Sudah lama sejak pertemuannya dengan Biru kembali, Jingga tidak pernah melihat Biru memperhatikannya seperti dulu. Yang lebih sering dia dapatkan selama ini hanya ancaman, peringatan, larangan, dan bahkan tudingan yang terkadang cukup menyakiti hatinya.
Jadi mendengar tawaran Biru menjemputnya dengan inisiatif sendiri, Jingga sangat senang meski itu hanya perhatian kecil. Biasanya Biru mengantar atau menjemput dirinya karena permintaan dari Tante Lisa.
"Nggak usah. Ini aku baru mau pulang." Jawab Jingga dengan senyum menghiasi wajah cantiknya.
"Terus ada apa kamu nelepon aku? Udah kangen?"
Jingga hanya mendengus geli saat mendengarnya, tapi dalam hatinya dia sangat senang. Jingga kembali menemukan diri Biru yang dulu. Dia harap hal ini berlangsung lama.
"Apaan, sih? Enggak, yaa. Aku cuma mau nanya, kamu bisa makan malam bareng aku nggak nanti?"
"Boleh. . . ."
Senyum di bibir Jingga semakin mengembang mendengar jawaban Biru.
"Oke. Aku tentuin tempatnya, ya." Ucap Jingga semangat.
"Jangan . . . ." Sambar Biru, membuat alis Jingga terangkat bingung. "Aku aja yang nentuin tempatnya."
Gadis itu senang Biru yang menentukan tempatnya. Karena biasanya cowok itu hanya mengatakan terserah Jingga.
"Di mana?" Tanya Jingga antusias.
"Apartemen aku."
Sejenak Jingga terdiam. Berdua di apartemen dengan Biru, rasanya sedikit kurang nyaman dan aman.
"Kamu jangan mikir aneh-aneh. Kita nggak akan ngapa-ngapain." Ujar Biru seolah mengerti akan diamnya Jingga.
"Okay, aku ke sana nanti." Jawab Jingga dengan ragu.
"Hmm."
Jingga mengakhiri percakapannya dengan Biru di telepon. Setelah dipikir-pikir, tidak apa-apa dia ke apartemen Biru. Sekalian memberikan kue dari Bunda, dia juga akan membentengi dirinya agar tidak kecolongan dengan yang mungkin akan Biru lakukan.
Bukannya berpikiran buruk, tapi melihat tingkah Biru akhir-akhir ini, membuatnya harus waspada jika sedang berdua dengannya. Apalagi di tempat yang sepi, karena jika sudah terjadi sesuatu, Jingga juga akan kesulitan mengendalikan dirinya.
Mungkin benar apa yang dikatakan Langit, jika berduaan dengan lawan jenis, maka yang ketiganya adalah setan. Mungkin setanlah yang membuat mereka kehilangan kendali.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...