EP. 64. Welcome Back
********
Jingga duduk bersandar pada headboard ranjang di kamar Sagara. Dia menghembuskan napas berat sesaat setelah mengakhiri telepon bersama teman-teman MSFnya. Jingga tidak tahu harus bersyukur atau bersedih. Di satu sisi, dia bersyukur karena lolos dari serangan ledakan itu. Namun di sisi lain, dia sedih karena kehilangan beberapa temannya.
"Radit, Mia, Jingga. It's part a God's plan. Kalian udah ada di tempat yang damai sekarang." Gumam Jingga dalam hati seraya mendesah pelan. Dia benar-benar sedih mendapat kabar mereka menjadi korban yang tewas akibat ledakan itu.
Masih jelas dalam ingatannya saat terakhir kali dia berpamitan dengan mereka sebelum pulang, terutama teman yang sama-sama bernama Jingga. Saat itu Jingga membalut tangannya yang terluka menggunakan sapu tangan miliknya, gadis yang bernama sama dengannya itu mengatakan pada Jingga bahwa dia juga akan segera pulang.
"Aku nggak nyangka kamu bakal pulang kayak gini, Ji. Padahal kita udah ngerencanain mau liburan bareng kalau kita udah sama-sama di Indonesia." Jingga kembali bergumam dalam hati.
"Putri mahkota kita udah bangun?" Sindir Sagara yang melihat Jingga baru terbangun di sore hari seteah hampir semalaman clubbing.
"Ayah sama Bunda dari kemarin nelponin terus. Kamu ngomong, gih, biar mereka nggak khawatir lagi." Titah Sagara sembari mendudukkan dirinya di tepi ranjang.
Sejenak Jingga terdiam, lalu terdengar ringisan kecil dari bibirnya. "Nggak, ahh, males. Ntar malah diomelin."
Sagara tergelak kecil, lalu tangannya terjulur menyentil gemas dahi Jingga. "Lagian pake bohong segala. Untung aja nggak beneran mati di sana."
Jingga merengut sambil mengusap-usap keningnya yang sedikit ngilu. "Habis kalau nggak bohong, mereka nggak bakal kasih izin."
"Kenapa nggak bilang sama Kakak, sih, Ji? Padahal, Kakak bisa aja ajak kamu te tempat yang lebih baik dari itu. Kenapa sembarangan pergi ke tempat berbahaya?" Omel Sagara.
"Ya tadinya biar lebih gampang aja lupain dia kalau aku ngelakuin kegiatan amal." Cicit Jingga sambil meringis kecil, masih teringat betapa menegangkan hidupnya beberapa hari yang lalu.
Sagara yang mendengar itu berdecak dengan gelengan kepala kecil. "Sekarang gimana?"
"Huh?"
"Berhasil, nggak, ngelupain dia?" Tanya Sagara dengan nada meledek.
"Aku. . . ." Jingga menggantungkan kalimatnya seraya berpikir. Jujur, Jingga juga tidak tahu jawabannya. Tapi yang jelas, di sana bukannya mengobati patah hati, dia malah mendapat penyakit baru karena mengalami gangguan panik sekarang.
Berbulan-bulan berada di tempat mengerikan seperti itu, ternyata telah membawa dampak kesehatan psikologis bagi Jingga.
Jingga teringat waktu itu, tepatnya pada malam hari saat sedang tidur lelap di kamar hotel, jam tiga dini hari dia mendengar suara pesawat yang tengah lewat. Jingga mendadak mengalami serangan panik, dia seketika bangun dari tidurnya dan lari keluar dari hotel. Dia terbiasa karena saat di Yaman, jika mendengar suara seperti itu, maka harus waspada, dan saat itu Jingga tidak sadar kalau dia sedang ada di Madrid.
"Nggak berhasil, kan?" Cibir Sagara kemudian dengan gemas mengusap penuh wajah Jingga menggunakan telapak tangannya, hingga membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.
Gadis itu mendengus kecil. "Apaan, sih?"
Sagara mengacak rambut Jingga, membuat gadis itu berdecak kesal dan menepis tangan Sagara dari kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL IN LOVE [END]
Romance"Aku butuh bantuan kamu untuk ngembaliin ingatan aku." Ucap Biru tak berperasaan. Di usia yang hampir menginjak 25 tahun, Jingga dipaksa oleh orang tuanya bertunangan dengan seorang laki-laki tampan anak dari salah satu teman baiknya. Namun siapa sa...