Menyelamatkan Chandi Lagi

1.3K 175 29
                                    

Terlalu panik, Chandi mendorong Liam untuk kembali masuk ke dalam kamar Putri Xianna. Mereka telah membuat rencana dadakan. Nantinya Chandi akan mengalihkan perhatian Pangeran Xiendra, sedangkan Liam akan kabur lewat jendela kamar Putri Xianna.

Tak tahu akan berhasil atau tidak mengingat pendengaran Pangeran Xiendra sangat tajam. Jika Liam membuat suara yang mencurigakan, Pangeran Xiendra pasti bisa mendengar. Oleh sebab itu nantinya Liam harus sangat berhati-hati.

"Chandi," panggil Pangeran Xiendra yang sudah masuk ke dalam ruang utama.

Chandi yang sedang berdiri tegak di depan pintu kamar Putri Xianna menoleh. Chandi langsung memberikan senyuman lebar dan manis. "Hai Pangeran Xiendra."

Drata langsung memberikan tatapan tajam, tanda menegur sopan-santun Chandi.

Chandi teringat lagi dengan pelatihan yang telah ajarkan oleh Drata. Ia pun membungkuk hormat. "Hormat hamba Pangeran."

Pangeran Xiendra tidak menanggapi salam hormat Chandi. Alisnya sedikit berkerut, seperti sedang menelisik sesuatu. Tapi tak lama kemudian Pangeran Xiendra berbicara. "Apakah Putri Xianna sudah tidur?"

Chandi sedikit menegang. Bisa gawat jika Pangeran Xiendra mengecek langsung ke kamar Putri Xianna. Ia tidak tahu apakah Liam sudah berhasil kabur atau belum. "I-itu, sepertinya su-sudah."

Alis Pangeran Xiendra semakin berkerut. "Kau gugup?"

Chandi menggeleng cepat. "Haha hamba gugup karena melihat ketampanan Anda, Pangeran. Hehehe."

Di belakang, Drata ingin tertawa. Chandi memang tidak tahu malu. Bisa-bisanya seorang gadis ceplas-ceplos seperti itu.

Di balik kain penutup, mata Pangeran Xiendra menyipit. "Bohong," ucap Pangeran Xiendra dengan nada rendah nan dingin. Seketika itu buku kuduk Chandi meremang semua.

Walaupun gugup setengah mati, akan tetapi Chandi berusaha untuk memperbaiki sikapnya agar tidak gugup lagi. "Berbohong? Hahaha Anda lihat sendiri bahwa kini hamba gugup." Chandi memegangi dadanya. "Wah, jantung hamba berdegup dengan sangat kencang setiap melihat Anda. Anda sangat tidak baik untuk kesehatan jantung hamba. Bagaimana kalau sekarang Anda segera masuk ke dalam kamar Anda?"

Pangeran Xiendra melirik ke belakang. "Drata, kau boleh pergi."

Tak langsung pergi, Drata diam tak menjawab. Entah apa yang pria itu perhatikan dari belakang Pangeran Xiendra. Beberapa detik kemudian barulah Drata membungkuk. "Baik, Pangeran."

Setelah Drata pergi, Chandi sedikit lega. Setidaknya Pangeran Xiendra tidak meminta Drata untuk mengecek kamar Putri Xianna. Kembali Chandi tersenyum manis. "Silahkan pergi ke kamar Anda, Pangeran. Sebelum hamba menerkam Anda di sini."

Sudut bibir Pangeran Xiendra terangkat sedikit. Entah apa yang ditertawakan oleh Pangeran Xiendra dalam hati, Pangeran Xiendra sama sekali tidak bicara sekarang. Pangeran Xiendra tetap berdiri di tempat, menatap lurus pada mata Chandi.

Chandi dibuat heran pada Pangeran Xiendra yang tak mau beranjak pergi ataupun berbicara. Dari pada ia salah bicara, ia memutuskan untuk diam juga. Akan tetapi hal mengejutkan terjadi, tiba-tiba saja Putri Xianna keluar dari kamar sambil memanggil nama orang yang mereka sembunyikan.

"Liam!"

Sontak saja mata Chandi melotot lebar. Ia kira Putri Xianna menjadi bodoh karena penyakitnya. Bisa-bisanya Putri Xianna meneriakkan nama Liam sekencang itu walaupun tahu Pangeran Xiendra masih berada di depan kamarnya.

Berbeda dengan Chandi yang terkejut, Pangeran Xiendra malah tersenyum samar, hampir tak terlihat. Tak lama setelah Putri Xianna keluar dari kamar, seseorang membuka pintu. Dan Chandi kembali terkejut. Ia melihat Liam diseret oleh Drata.

"Kakak, jangan sakiti Liam." Putri Xianna menghampiri Pangeran Xiendra lalu menggenggam telapak tangan Pangeran Xiendra. Putri Xianna tampak memohon dengan sangat.

Pangeran Xiendra menunduk, menatap adiknya yang jauh lebih pendek dari dirinya. Mata Putri Xianna sudah digenangi oleh air mata. Dengan lembut ia mengusap air mata yang hampir jatuh menuruni pipi putih adiknya. "Kau sudah tahu kejadian ini selalu terjadi setiap seminggu dua kali. Aku rasa Liam sudah terbiasa, jadi tak apa."

Putri Xianna menggeleng. "Tidak. Aku yang mengundangnya untuk menemaniku. Aku mohon jangan hukum dia lagi. Hukum aku saja."

Pangeran Xiendra tersenyum lembut pada Putri Xianna. Chandi sampai mengucek matanya berkali-kali, tak percaya dengan apa yang ia lihat. Baru kali ini ia melihat Pangeran Xiendra tersenyum. Apalagi selembut itu.

"Hm. Aku memang tidak berencana untuk menghukum Liam kali ini," ucap Pangeran Xiendra seperti menenangkan.

Liam yang tangannya dikunci di belakang punggung bernafas lega, begitu pula dengan Putri Xianna dan Chandi.

"Terima kasih, Kakak." Putri Xianna segera mengusap air matanya dan tersenyum.

Pangeran Xiendra mengusap pucuk kepala Putri Xianna tapi kali ini pandangannya tertuju pada Chandi. "Aku memang tidak memutuskan menghukum Liam, tapi aku tidak mengatakan tidak akan menghukum seseorang."

Ekspresi wajah Liam, Chandi dan Putri Xianna berubah lagi, kembali tegang.

"Kali ini aku akan menghukum pengawal baru yang malah membantu menyelundupkan Liam."

Mata Chandi melotot lebar. Dia langsung menunjuk dirinya sendiri. "Hamba?"

* * * *

Ujung bibir Chandi menekuk kebawah, menahan diri untuk tidak menangis. Tega-teganya Pangeran Xiendra menghukumnya seperti ini. Kedua kakinya pegal, serta otot tangannya sudah terasa terbakar. Bahkan kedua tangannya sudah gemetaran. Ia memang cukup ahli dalam bela diri, akan tetapi bukan berarti ia kuat mengangkat beban yang begitu berat.

Mengisi bak mandi kamar mandinya sendiri dengan cara manual, yakni mengisinya dengan menimba air menggunakan kendi besar. Apakah ini hukuman yang pantas untuk dirinya? Ini namanya kerja paksa.

Tak jauh dari Chandi yang sibuk bolak-balik mengisi air, Pangeran Xiendra tengah berdiri berpangku tangan. Tak sedetikpun perhatian Pangeran Xiendra lepas dari Chandi. Ia sudah tahu tangan Chandi mulai gemetar. Sebentar lagi ia akan menghentikan hukuman, akan tetapi menunggu tiga timba lagi.

Chandi meletakkan kendi berisi air ketika setengah perjalanan. Ia menghirup banyak udara karena kelelahan. Sebelum kembali mengangkat kendi, ia menoleh pada Pangeran Xiendra.

"Puas?" ucap Chandi setengah melotot. Ia benar-benar kesal.

Alis Pangeran Xiendra terangkat sebelah. Baru kali ini ada orang yang berani berbicara dan bersikap demikian padanya. Bahkan ayah dan ibunya saja tidak pernah seperti itu padanya. Entah mengapa sikap Chandi ini malah menggelitik hatinya. Ia cukup terhibur dengan tingkah laku Chandi.

Chandi kembali mengangkat kendi yang berat itu. Ia melangkah kembali dengan kaki yang benar-benar lemas. Lantai yang ia pijak sudah basah karena tumpahan air sejak pertama kali mengangkat kendi. Karena basah, lantai menjadi licin. Dan karena licin, kaki lemas Chandi tak bisa lagi menahan keseimbangan, pada saat itu juga Chandi tergelincir.

Ketika itu mata Pangeran Xiendra melebar. Ia melihat tubuh Chandi tergelincir. Prediksinya, Chandi akan jatuh ke dalam bak mandi. Dan sebelum tercebur,  kepala Chandi pasti akan membentur ujung bak yang diukir dan runcing.

"Akh!"

Seketika Pangeran Xiendra melompat, menangkap tubuh Chandi, membawanya ke dalam dekapan, melindungi kepala Chandi menggunakan telapak tangan dan ....

Buk!

Byur!

Pangeran Xiendra dan Chandi tercebur ke dalam bak mandi berukuran 2×2 meter bersamaan.

Segini dulu ya Guys. Sampai jumpa besok.

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang