Tak Ingin Kehilangan

1.3K 176 13
                                    

Di bawah air terjun yang tinggi dan deras, di atas batu besar yang bertabur kelopak bunga tujuh rupa, tubuh Chandi yang tak sadarkan diri tergeletak di atas batu tersebut. Tubuh Chandi ditutup oleh kain putih panjang hingga menutup sampai leher.

Sedangkan di bawah batu besar yang tinggi itu, Dalior yang memakai jubah biru tengah bersila memegang sebuah pedang panjang mengkilap. Dan tak jauh dari Dalior, anak buah Dalior berdiri tegak, mengawasi situasi.

Sudah hampir sepuluh menit Dalior bersila sembari memejamkan mata. Entah mantra apa yang diucapkan oleh Dalior, anak buah Dalior tidak dapat mendengarnya karena suara air terjun yang bising.

Tak berselang lama, tiba-tiba angin tertiup kencang, disusul dengan cahaya siang ini meredup. Awan awan mulai bersatu, membentuk awan hitam yang gelap. Petir mulai menyambarnya. Tampaknya badai hujan akan segera tiba.

Sedangkan di tengah hutan, Pangeran Xiendra, Haikal dan Zamon tengah berjalan, mereka masih mencari Chandi sejak tadi malam hingga siang ini. Mereka hanya beristirahat sebentar lalu mencari Chandi tanpa lelah. Kini mereka telah sampai di Chaulus. Dan tiba-tiba saja mereka menghentikan langkah kemudian menengadah.

"Aku merasakan kekuatan yang kuat," ujar Pangeran Xiendra.

"Gawat. Iblis Naga Biru itu telah memulai ritualnya," ucap Haikal semakin khawatir.

Haikal mengatakan bahwa iblis naga biru akan melakukan ritual memanggil semua roh raja iblis terdahulu agar dia bisa menjadi iblis terkuat. Syarat agar bisa memanggil roh raja-raja iblis terdahulu adalah menumbalkan Amora. Roh roh raja iblis terdahulu sangat dendam pada Amora karena mereka selalu dibantai setiap kali seorang Amora lahir.

"Dia serius melakukan ini? Bukankah dia berkata pada Putri Yufari bahwa dia mencintai ketua?" Zamon tak mengerti atas tindakan Dalior.

"Iblis tidak sama seperti manusia. Ambisi adalah segalanya. Bahkan cinta pun tak bisa mengalahkan ambisi. Itulah yang aku rasakan dahulu. Walaupun aku mencintai Sharma, tapi ambisiku untuk membalaskan dendam atas Amora terdahulu lebih kuat sehingga aku beberapa kali mencoba membunuh Sharma," jelas Haikal.

Tiba-tiba obrolan mereka terhenti saat melihat petir menyambar ke permukaan bumi. Bukan sedetik dua detik, tapi petir itu bertahan lama. Melihat itu, mata Haikal membelalak lebar.

"Pedang petir telah terpanggil, petir itu berujung mengisi pedang yang akan digunakan untuk mengeksekusi Amora. Kita tidak punya banyak waktu. Nyawa Chandi dalam bahaya!"

Kembali pada Dalior, Dalior sampai bergetar hebat demi menahan pedang yang ia pegang. Pedang yang semula terlihat biasa saja kini menyala-nyala. Sambaran petir belum kunjung berakhir tanda pedang petir masih mengisi energinya.

"Maafkan aku Chandi, tapi misiku lebih besar dari cintaku."

Pada saat itu pula petir berakhir, dan berselang beberapa detik Dalior mengayunkan pedang lalu menusuk tepat pada jantung Chandi.

Seketika tubuh Chandi melengkung ke atas. Dari dadanya mengeluarkan cahaya putih yang menyilaukan mata. Anak buah Dalior sampai harus menutup matanya dan menghalangi wajah menggunakan telapak tangan.

"Akh!" Dalior berteriak karena ia mengeluarkan seluruh tenaganya.

Belum berakhir cahaya putih yang memancar, sebuah panah api merah melesat cepat tepat mengenai telapak tangan Dalior hingga pedang yang menusuk jantung Chandi terlepas dari genggaman.

Dalior menoleh ke arah serangan. Sayangnya ia terlambat. Belum sempat memahami situasi, sebuah pukulan telak menghantam wajahnya dengan kuat hingga ia terpental jauh.

Byur!

Dalior jatuh ke dalam sungai. Cepat-cepat ia naik kepermukaan dan melompat ke tempat yang dangkal. Ia bernafas ngos-ngosan, menatap Pangeran Xiendra yang kali ini tidak menggunakan penutup mata. Mata merahnya menyala, mengobarkan kemurkaan yang besar.

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang