Bujukan Maut Chandi

1.2K 168 25
                                    

Dua hari kemudian, kondisi Chandi sudah membaik dan sudah hampir sehat seperti sedia kala, hanya saja Chandi masih terlihat sedikit lemas. Dan kemarin Chandi sudah pindah ke kediaman tamu. Walaupun tak mau, Pangeran Xiendra tetap memaksanya.

Kini Chandi sedang duduk di jendela, bersandar pada kusen sedangkan kakinya ia juntaikan keluar. Matanya memandang halaman belakang yang biasa saja, tak seindah pemandangan di dekat istana Pangeran.

Chandi menghembuskan nafas kasar. "Bosan sekali."

Saat ia menjadi pengawal pribadi Putri Xianna, ia bisa bermain dengan Putri Xianna, mengobrol, dan bisa keluar masuk istana Pangeran sesuka hati.

Kini ia tinggal di luar istana Pangeran, ia tak bisa lagi datang ke istana Pangeran Xiendra sesuka hati. Ditambah lagi Pangeran Xiendra hari ini sedang tidak berada di istana. Katanya Pangeran Xiendra tengah pergi ke akademi militer untuk mengawasi pelatihan khusus. Sebagai pengawal pribadi seharusnya ia bisa ikut, akan tetapi Pangeran Xiendra melarang dengan dalih ia belum sehat.

"Bilang saja bosan melihat wajahku," ujar Chandi sembari cemberut.

Sedang melamun bosan, tak sengaja mata Chandi melihat Drata sedang menemani Putri Xianna jalan-jalan. Mata Chandi langsung berbinar, akhirnya ia menemukan teman untuk bicara.

Lompatlah Chandi dari jendela lalu berlari kecil tanpa alas kaki. Begitu jaraknya lumayan dekat, Chandi memanggil Putri Xianna. Putri Xianna menoleh lalu tersenyum. "Chandi," sapa Putri Xianna.

Sampai di depan Putri Xianna, Chandi membungkuk. Tumben-tumbenan ia ingat tata krama di istana. "Hormat hamba, calon adik ipar."

Drata menghela nafas, Chandi sudah mulai lagi pikirnya.

Putri Xianna terkekeh. "Kau ini ada-ada saja." Tak sengaja mata Putri Xianna melihat Chandi bertelanjang kaki. "Kau tidak mengenakan alas kaki? Bagaimana jika terluka?"

Chandi menunduk sebentar kemudian mendongak lagi. "Ah, hamba sudah terbiasa. Di gunung hutan hitam hamba sering bermain tanpa alas kaki."

Senyum Putri Xianna langsung surut, wajahnya berubah penasaran. "Di gunung hutan hitam kau bermain-main?"

Chandi mengangguk dengan semangat. "Benar, di sana seru sekali."

"Kau tidak takut? Kata orang-orang tak ada seorangpun yang berani datang ke sana karena angker dan menyeramkan."

Chandi menggeleng. "Tidak. Itu bagi orang lain, bagi hamba di sana sangat menyenangkan. Hamba bisa bermain ke mana pun hamba mau. Memanjat bukit, memanjat pohon, memetik buah, mandi di sungai, memanah ikan, berburu dan lain-lain. Jika Putri mau, hamba bisa mengajak Anda ke sana."

Drata langsung maju, menghalangi Chandi dan Putri Xianna. "Jangan macam-macam. Kau ingin mati di tangan Pangeran Xiendra?"

Tanpa Drata duga, tangan Putri Xianna menempel di wajahnya kemudian menyingkirkan dirinya ke samping. Drata tak bisa berbuat apa-apa.

Untung Putri Alrancus, jika tidak sudah ku pecahkan kepalanya. Tak sopan sekali.

"Benarkah? Apakah di sana sangat mengasikkan?" tanya Putri Xianna dengan mata berbinar, sangat antusias.

Chandi pun mengangguk antusias. "Benar sekali. Di sana hamba memiliki tiga anak- eh, maksud hamba tiga teman baik. Mereka sangat asik diajak bermain, tidak seperti orang yang berdiri di samping Anda itu," sindir Chandi pada Drata.

Drata melotot. Kurang ajar. Kemudian Drata menghadap Putri Xianna. "Jangan dengarkan ajakan sesatnya. Di sana sama sekali tidak ada yang mengasikkan. Hamba dan Pangeran Xiendra pernah ke sana, sungguh tidak ada yang indah. Hanya hutan belantara, penuh batu-batu besar, dan sangat menyeramkan. Dia berbohong."

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang