Di taman, Chandi sedang mengintai kupu-kupu yang hinggap di atas bunga. Dia mengendap-endap, meletakkan jari telunjuk di depan bibir, lalu memerintahkan Lifys untuk tetap diam.
Lifys mengikuti perintah nonanya dan diam di tempat. Dari tempatnya sekarang, ia mengawasi Chandi agar nonanya itu tidak terluka. Tapi kemudian ia terkejut dengan sosok yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya. Saat ia menoleh, Pangeran Xiendra mengisyaratkan jari telunjuk di depan bibir.
"Kupu-kupu manis, eh, tidak manis. Manisan lagi aku. Kupu-kupu, diam ya. Aku akan-eh?!"
Sebelum Chandi berhasil menangkap kupu-kupu, sebuah tangan pria lebih dulu membantunya menangkap kupu-kupu itu.
"Jika kau banyak bicara, kupu-kupunya akan terbang lebih dulu." Dengan santai Pangeran Xiendra memberikan kupu-kupu yang ada di tangannya pada Chandi.
Chandi tersenyum lebar lalu menerima kupu-kupu dari Pangeran Xiendra. Ia pandangi kupu-kupu tersebut dengan pandangan memuja, memuja keindahan kupu-kupu warna-warni itu.
Pangeran Xiendra menatap Chandi dari balik penutup kepala. Ia merasa senang karena akhirnya ia bisa melihat Chandi tersenyum bahagia seperti ini. Ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan membuat Chandi bahagia sebagai penebus kesalahannya selama ini.
"Maaf."
Chandi langsung mendongak dengan alis bertaut. Ia bingung, mengapa Pangeran Xiendra meminta maaf tiba-tiba.
"Semua yang kau alami adalah karena aku. Aku meminta maaf," lanjut Pangeran Xiendra.
Mendengar Pangeran Xiendra meminta maaf seperti ini, Chandi malah tergelak. "Ini aneh. Pangeran meminta maaf, hamba malah merasa geli. Belum pernah hamba mendengar Anda meminta maaf seperti ini."
Pangeran Xiendra menghela nafas. "Terserah apa katamu. Aku hanya ingin menyampaikan rasa bersalahku."
Kini giliran Chandi yang menghela nafas. "Sebenarnya hamba merasa kesal juga pada Anda, Pangeran. Tapi setelah dipikir-pikir, tidak baik marah pada calon suami, kan?"
Alis Pangeran Xiendra naik seketika.
"Kenapa? Anda tidak mau menikah dengan hamba? Kan hamba adalah Putri Chaulus yang sebenarnya, jadi hamba menggantikan Yufari."
Pangeran Xiendra diam tanpa menanggapi. Ia pandangi mata Chandi yang berbinar, begitu mudah gadis itu berbicara soal pernikahan. Waktu itu juga Chandi ingin menikah dengan Dalior dan memiliki 1000 anak. Karena mudahnya Chandi berbicara soal pernikahan, ia jadi tidak percaya bahwa Chandi benar-benar menyukainya.
"Bagaimana? Mau tidak menjadi suami hamba?" tanya Chandi lagi. Matanya berkedip menantikan jawaban Pangeran Xiendra.
Pangeran Xiendra berdeham. "Aku masih banyak urusan. Aku pergi."
Chandi mengerutkan dagu. "Mengalihkan topik pembicaraan."
* * * *
Malam hari tiba. Besok adalah hari keberangkatan Chandi ke Chaulus. Di taman belakang istana Pangeran, Haikal berdiri sambil menatap lurus ke arah tembok istana. Di samping Haikal berdiri Pangeran Xiendra yang juga berdiri dengan posisi yang sama seperti Haikal. Kali ini Haikal tidak menutup kepalanya sehingga mata hitam titik merahnya terlihat jelas. Dari ekspresi kedua pria itu, sepertinya mereka sedang membahas hal yang sangat penting.
"Peramal Ramon mengatakan bahwa kini kau sudah tidak memiliki lagi kekuatan Amora, bahkan mutiara biru pun sudah berpindah tuan." Haikal sudah tidak menggunakan 'hamba' saat hanya bersama Pangeran Xiendra.
Pangeran Xiendra menurunkan matanya sebentar kemudian kembali menatap lurus. "Itu bagus, bukan?"
Haikal mengangguk. "Peramal Ramon mengatakan itu bagus untukmu, Pangeran. Tiga kekuatan besar yang menyatu dalam tubuhmu terlalu besar hingga hampir tidak sanggup tubuhmu tahan. Jika kau terlalu sering menggunakan kekuatanmu, maka kekuatan akan menjadi senjata makan tuan. Nyawamu bisa melayang. Beruntungnya kini satu kekuatan besar telah lepas. Tapi ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora Gadungan Dan Pawangnya
Romance(Bukan reinkarnasi, time travel, ataupun beda dimensi, tapi dijamin seru. Jangan cuma baca episode 1, lanjut baca sampai 10 episode. Klau tidak seru, saya relakan Anda pergi) 'Amora Gadungan' itulah julukan yang diberikan Pangeran Xiendra pada seora...