Pangeran Xiendra mengantarkan Chandi yang tertidur pulas ke dalam kamar. Setelah membaringkan tubuh Chandi, Pangeran Xiendra menyelimuti Chandi dengan hati-hati. Sedangkan di belakang Pangeran Xiendra Lifys dengan setia menunggu sambil mengamati perlakuan Pangeran Xiendra terhadap Chandi.
"Biarkan dia istirahat. Aku pergi."
Belum sempat melangkah, Pangeran Xiendra kembali menoleh kebelakang, menoleh pada Chandi lalu menurunkan pandangan pada tangannya yang digenggam oleh Chandi. Ternyata Chandi sedang mengigau.
Pangeran Xiendra menghela nafas. Dengan hati-hati ia membuka genggaman tangan Chandi agar Chandi tak terbangun. Namun sayangnya ternyata membuka genggaman tangan Chandi yang sedang mengigau tidak semudah yang dibayangkan. Genggaman Chandi begitu kuat sehingga Pangeran Xiendra yang berniat hati-hati menjadi mengeluarkan seluruh tenaganya.
"Tidur pun tenaganya seperti kerbau," keluh Pangeran Xiendra yang sampai saat ini belum bisa melepaskan tangannya dari Chandi.
Lifys yang melihat Pangeran Xiendra kesusahan bingung harus berbuat apa. Jika ia membantu, belum tentu Pangeran Xiendra mau dibantu mengingat Pangeran Xiendra tak suka disentuh sembarangan.
"Pangeran, haruskah hamba membangunkan Putri Chandi?" tanya Lifys.
Pangeran Xiendra menggeleng. "Tak usah." Karena Pangeran Xiendra akan menggunakan kekuatan Pheonix putih.
Tapi belum Pangeran Xiendra mengeluarkan jurusnya, ia lebih dulu melihat Chandi berkeringat dingin. Alis dan kening Chandi berkerut. Tampaknya Chandi sedang bermimpi buruk.
Langsung saja Pangeran Xiendra duduk di samping Chandi lalu mengguncang bahu Chandi pelan. "Chandi, bangun. Kau kenapa?"
Melihat nonanya mengalami kejadian aneh, Lifys jelas khawatir dan panik. Namun walaupun khawatir, ia tak bisa berbuat apa-apa selain diam di tempat sambil gelisah.
"Chandi." Berkali-kali Pangeran Xiendra mengguncang Chandi, akan tetapi Chandi tak kunjung bangun.
Pangeran Xiendra beralih menyapa kening Chandi, siapa tahu Chandi demam. Namun bukannya demam, justru kening bahkan wajah Chandi begitu dingin seperti es. Ini jelas aneh, pasti bukan sesuatu yang bisa ditangani oleh tabib.
"Pergilah, aku akan menemani Chandi. Panggil Drata dan katakan aku memerintah dia berjaga di depan pintu kamar Chandi. Jangan biarkan siapapun masuk," perintah Pangeran Xiendra.
"Baik, Pangeran." Walaupun tak tahu ada apa, namun Lifys hanya bisa menuruti semua perintah Pangeran Xiendra. Ia tak berani melawan.
Begitu Lifys pergi, Pangeran Xiendra membuka penutup matanya. Setelahnya Pangeran Xiendra meletakkan telapak tangan di atas kening Chandi. Ia tarik nafas dalam-dalam lalu memejamkan mata. Ia akan masuk ke dalam mimpi Chandi yang mungkin bukanlah mimpi sungguhan. Ia harus menarik sukma Chandi dari dalam mimpi buatan itu.
"Lepaskan Putri Xianna!"
Pangeran Xiendra membuka matanya saat mendengar suara Chandi yang cukup jauh dan entah di mana. Saat ia buka mata, yang ia lihat adalah hutan rimba yang pohon-pohonnya mungkin sudah beratus-ratus tahun. Di hutan ini memang tidak ada pencahayaan apapun, namun berkat matanya yang bukan mata biasa, ia bisa melihat dengan jelas.
"Chandi!" Ia panggil nama Chandi dengan berteriak. Ia butuh mendengar suara Chandi lagi agar ia tahu di mana posisi Chandi.
Tak lama kemudian terdengar suara menyahut. "Pangeran? Apakah itu Pangeran?"
"Ya, ini aku!" Pangeran Xiendra mengedarkan pandangannya. Anehnya suara Chandi berpindah-pindah sehingga ia sulit menentukan sumber suara. "Kau di mana?"
Bukannya mendengar jawaban Chandi, ia malah mendengar suara gelak tawa seorang wanita. "Ternyata ada tamu tak diundang. Kau hebat juga ya, tahu bahwa Chandi bukan sekedar bermimpi. Sayang sekali kau sudah tahu, namun justru ini akan semakin mengasikkan."
Pangeran Xiendra mengepalkan tangan. "Tunjukkan dirimu!"
"Pangeran, hiks." Terdengar lagi suara Chandi.
Insting Pangeran Xiendra, Chandi pasti tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Ia masuk ke dalam mimpi Chandi lewat Chandi, maka pasti ia memasuki tempat yang sama. Yang jadi masalah, ia harus menemukan sosok yang membuat alam mimpi ini. Siapa gerangan yang memiliki ilmu yang begitu tinggi sehingga bisa membuat alam mimpi ini dan membawa sukma orang lain.
"Tunjukkan dirimu dan lawan aku!"
Terdengar lagi suara tawa yang terdengar serak. "Temukanlah aku, Pangeran. Jangan meminta aku menunjukkan diri. Kita main petak umpet. Jika kau kalah dan tak bisa menemukanku, maka kekasihmu dan adikmu akan mati malam ini juga."
Rahang Pangeran Xiendra mengetat, ia yakin wanita ini tak main-main.
Sedangkan di alam nyata, istana Alrancus sedang kacau. Putri Xianna tiba-tiba kembali muntah darah dan tak sadarkan diri. Walau tak sadarkan diri, namun Putri Xianna masih tampak kesakitan. Darah tak henti-hentinya keluar dari mulut Putri Xianna. Bahkan lima tabib pun tak sanggup menangani Putri Xianna.
Kaisar Ariga mondar-mandir di depan pintu kamar rawat Putri Xianna di rumah pengobatan. Sedangkan Permaisuri Sharma sedang menangis dalam pelukan Permaisuri Hera. Permaisuri Sharma merasa sangat khawatir. Sudah berbulan-bulan penyakit Putri Xianna tidak kambuh sejak meminum air mawar hitam, Permaisuri Sharma mengira putrinya pasti akan segera sembuh total. Tak disangka kini kambuh lagi dan bahkan lebih parah dari sebelumnya sehingga Putri Xianna harus dibawa ke rumah pengobatan.
"Mengapa belum ada yang keluar?" Kaisar Ariga semakin khawatir. Pasalnya sudah hampir satu jam, namun tak ada satupun tabib yang keluar.
Tiba-tiba Kaisar Ariga berhenti, lalu menoleh pada Permaisuri Sharma. "Di mana Xiendra? Dan di mana Chandi? Apakah mereka tidak tahu Xianna sekarat?" Kaisar Ariga terdengar marah.
Permaisuri Sharma menggeleng. Jangankan berpikir di mana Pangeran Xiendra dan Chandi, berbicara saja ia sudah tidak sanggup.
"Pengawal!" panggil Kaisar Ariga.
Pengawal yang berjaga di luar langsung menghadap. "Hormat hamba, Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus."
"Panggil Pangeran Xiendra dan Chandi!"
Pengawal itu langsung membungkuk lagi. "Baik, Yang Mulia."
Kaisar Ariga menghela nafas. Ia tak habis pikir mengapa Chandi dan Pangeran Xiendra tak menunjukkan batang hidung mereka. Apakah mereka sedang bermesraan? Ah, tidak mungkin. Tapi mengapa mereka berdua tidak datang ke rumah pengobatan padahal kabar Putri Xianna sedang kritis telah menyebar. Tak ada seorangpun yang tidak tahu soal ini.
Selang beberapa menit kemudian, pengawal utusan Kaisar Ariga kembali. "Ampun Yang Mulia, hamba dihadang oleh tuan Drata saat ingin memanggil Putri Chandi. Tuan Drata bersikeras tidak membiarkan hamba mengetuk pintu. Melihat tuan Drata di pintu kamar Putri Chandi, sepertinya Pangeran Xiendra pun ada di dalam kamar Putri Chandi."
Seketika Kaisar Ariga, Raja Elton, Permaisuri Hera, dan Permaisuri Sharma melotot. Berduaan di dalam kamar, dijaga oleh Drata, tak boleh ada seorang pun yang masuk, bahkan mengetuk pintu pun tak boleh. Tentu di pikiran mereka hanya ada satu. Yakni Pangeran Xiendra dan Chandi sedang ....
"Aku sendiri yang akan mendobrak pintu itu! Kurang ajar sekali! Belum menikah sudah berani melakukan itu. Parahnya lagi di saat adiknya sedang kritis! Awas kalian berdua!" Aura amarah Kaisar Ariga yang dulu telah keluar. Semua orang merinding ketakutan. Tak ada yang berani mengangkat kepala selain Permaisuri Sharma.
Waduh ... Kaisar Ariga malah salah paham🤣🤣🤣
Oh ya, untuk sekarang Sely belum bisa update 2 episode. Do'akan ya semoga Sely bisa lebih fokus jadi bisa update 2 episode lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora Gadungan Dan Pawangnya
Romance(Bukan reinkarnasi, time travel, ataupun beda dimensi, tapi dijamin seru. Jangan cuma baca episode 1, lanjut baca sampai 10 episode. Klau tidak seru, saya relakan Anda pergi) 'Amora Gadungan' itulah julukan yang diberikan Pangeran Xiendra pada seora...