Harus Unjuk Kemampuan

1.1K 157 0
                                    

Pangeran Xiendra mendatangi kamar Chandi. Dia berdiri di depan kamar Chandi yang tertutup. Dipanggilnya Chandi dari luar. "Keluar! Aku ingin bicara." Nada Pangeran Xiendra datar dan dingin, sepertinya sedang sangat marah.

Tak berselang lama keluarlah Chandi. Chandi menyempatkan diri untuk membungkuk hormat. Tumben-tumbenan Chandi ingat akan sopan-santun yang satu ini. "Ada apa, Pangeran?"

"Hukumanmu belum selesai dan pekerjaanmu adalah sebagai pengawal pribadiku. Apakah kau lupa?"

Ucapan Pangeran Xiendra membuat Chandi bertambah cemberut. "Yang mengganggu hamba saat menjalani hukuman adalah tunangan Anda itu. Dia yang membuat hamba marah. Jangan salahkan hamba."

"Apa yang dia ucapkan padamu?" tanya Pangeran Xiendra serius.

"Putri Yufari berkata bahwa hamba tidak pantas menjadi istri Pangeran. Hamba besar di hutan, kasar, tidak tahu sopan-santun, tidak berpendidikan, dan dari keluarga yang tidak jelas asal-usulnya. Dia berkata apakah hamba tidak malu bermimpi menjadi Permaisuri Alrancus?"

Seketika tangan Pangeran Xiendra terkepal kuat.

Chandi semakin cemberut. "Padahal hamba tidak bercita-cita mendapatkan kedudukan sebagai Permaisuri. Hamba hanya ingin menjadi istri Pangeran Xiendra saja. Tidak lebih dari itu. Dan dia juga membawa-bawa ibu hamba. Itu yang paling membuat hamba marah."

Pangeran Xiendra menghela nafas, bersamaan dengan itu kepalan tangan kuatnya mulai terurai.

Tanpa diduga, Pangeran Xiendra mencubit pelan bibir Chandi yang mengerucut. "Sudah jangan marah lagi. Masih banyak pekerjaan yang menunggumu. Kau harus ikut denganku ke lapangan latihan."

Chandi langsung memegangi bibirnya yang dicubit. Amarahnya langsung hilang hanya karena cubitan pelan dari Pangeran Xiendra. Hatinya langsung berdebar-debar tak karuan, lalu disusul dengan senyum lebar.

Melihat Chandi sudah tersenyum, Pangeran Xiendra berbalik, hendak pergi menuju lapangan latihan. Akan tetapi ucapan Chandi berhasil membuat langkah kakinya berhenti seketika.

"Mengapa Anda mencubit bibir Hamba, Pangeran? Pasti tadinya ingin mencium hamba ya? Hehe."

"Otakmu sepertinya harus segera dicuci." Lalu Pangeran Xiendra melanjutkan langkah kakinya.

Sesampainya di lapangan latihan. Chandi terkagum-kagum pada barisan prajurit yang telah berbaris rapi di tengah lapangan. Sepertinya pagi ini Pangeran Xiendra yang akan melatih langsung pasukan baru yang baru saja lulus dari akademi militer. Ini adalah tradisi di mana saat pertama kali resmi menjadi prajurit Alrancus, beberapa kali para prajurit baru akan dilatih oleh Pangeran atau Kaisar langsung.

Kini Pangeran Xiendra sudah berdiri tegak di hadapan puluhan prajurit baru. Sedangkan Chandi berdiri di belakang Pangeran Xiendra sebagaimana biasanya Drata berdiri di belakang Pangeran Xiendra. Namun kali ini ada yang berbeda dari biasanya. Pandangan mata para prajurit bukan lurus ke depan, melainkan pada arah belakang Pangeran Xiendra, yakni pada Chandi.

Arah pandang mata prajurit itu tidak lepas dari perhatian Pangeran Xiendra lewat balik penutup matanya. Mungkin para prajurit muda itu berpikir Pangeran Xiendra tidak mungkin melihat arah mata mereka karena Pangeran Xiendra buta. Akan tetapi teguran tegas Pangeran Xiendra langsung membuat mereka terkejut.

"Apa yang kalian lihat?!"

Para prajurit baru langsung menunduk dan membungkuk. "Ampun Pangeran Xiendra."

Sedangkan di belakang punggung Pangeran Xiendra, Chandi tertawa pelan dan berbisik. "Lihat, hamba cantik, kan? Mereka sampai terpesona."

Pangeran Xiendra melirik sedikit ke belakang. "Mereka hanya meresa aneh, seorang wanita menjadi pengawal pribadiku," sangkal Pangeran Xiendra.

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang