Modus

1.4K 171 9
                                    

Pangeran Xiendra dan Drata masih belum bergerak dari tempat mereka berdiskusi. Drata membantu Pangeran Xiendra mencari cara agar mereka bisa mengetahui identitas Chandi segera. Tiba-tiba satu ide terlintas di pikiran Drata.

"Pangeran, Chandi selalu memakai jubah hitam. Apakah jubah hitam itu yang menjadi penghalang indera kita?"

Pangeran Xiendra menatap Drata dari balik penutup matanya. Yang diucapkan oleh Drata bisa jadi benar. Chandi selalu memakai pakaian hitam bahkan semua yang ia kenakan selalu berwarna hitam.

"Lalu apakah kau memiliki rencana?"

Drata mengangguk. "Bagaimana jika hamba akan mengintainya saat mandi? Dia kan ...."

Tak! Drata memegangi keningnya yang terasa sangat sakit. Ia langsung menunduk saat Pangeran Xiendra sepertinya sedang menatap tajam seakan-akan akan membunuhnya.

"Berani kau bertindak seperti itu, aku benar-benar akan menghabisimu," ancam Pangeran Xiendra tegas.

Drata membungkuk. "Ampun, Pangeran. Tapi bukankah tak ada cara lain agar dia melepaskan pakaian serba hitamnya?"

Pangeran Xiendra menyandarkan punggungnya pada kursi lalu melipat tangan di dada. "Liam. Bukankah mereka berteman sejak kecil?"

* * * *

"Kau benar-benar nekad. Bagaimana jika Pangeran Xiendra akan benar-benar menghukum dirimu?" ucap pria yang beberapa tahun lebih tua dari Liam. Pria itu terlihat sangat tampan. Tak hanya tampan, pria itu juga memiliki rambut berwarna perak yang membuatnya berbeda dari kebanyakan orang.

Liam mengangguk ringan. Sebelum bercerita tentang pengalamannya tadi malam, ia memutuskan untuk duduk di samping Dalior terlebih dahulu. Ia duduk menyelonjorkan kaki kanan lalu melipat kaki kiri, menyandarkan punggung pada batang pohon, lalu memandang hamparan air sungai yang luas.

"Pangeran Xiendra tidak pernah benar-benar melukaiku, Kak," ucap Liam sambil tersenyum, pandangannya memandang jauh ke seberang sungai.

Dalior menoleh. "Tapi kau bilang Pangeran Xiendra sangat membencimu."

Liam balik memandang Dalior, pria yang sudah ia anggap sebagai kakak kandungnya. "Mulutnya berbicara begitu, akan tetapi aku merasakan bahwa dia tidak benar-benar membenciku. Hanya saja dia selalu memisahkan aku dengan Putri Xianna. Aku tak tahu apa sebabnya."

Alis Dalior tampak berkerut samar, akan tetapi pria itu tidak memberikan komentar apa-apa. "Lalu, kali ini kau berhasil lolos dari hukuman walaupun telah ketahuan?" Dalior melemparkan pertanyaan lagi.

"Hm, tapi aku tidak senang. Karena aku, Chandi lah yang harus mendapatkan hukuman," jawab Liam.

"Chandi? Teman dari gunung hutan hitam yang sering kau bicarakan?" tanya Dalior yang selalu penasaran setiap kali Liam membicarakan tentang Chandi. Liam banyak menceritakan tentang Chandi pada Dalior. Baik rupanya yang cantik, tingkahnya yang lucu, bahkan keajaiban-keajaiban yang terjadi pada Chandi. "Dia ada di istana?" tanya Dalior lagi.

Liam mengangguk santai, kembali menatap ombak kecil sungai yang timbul karena tiupan angin siang. "Aku pun tidak menyangka dia bisa turun dari gunung hutan hitam."

Dalior tersenyum. "Kalau begitu kau bisa mengajaknya main kemari lain waktu, kan? Aku sangat ingin melihat bagaimana rupa teman yang kau bilang sangat cantik, periang, dan hebat itu."

Liam melirik Dalior. "Kau langsung menyukainya lewat cerita-cerita yang sering aku ceritakan, Kak?"

Dalior hanya membalas dengan kekehan.

* * * *

Chandi telah memulai pekerjaannya sebagai pengawal pribadi Pangeran Xiendra. Chandi terus mengikuti Pangeran Xiendra ke setiap tempat dan setiap saat. Mulai dari istana Pangeran, ruang baca, ruang kerja, aula latihan, berpatroli dan ke tempat lainnya.

Setelah hampir satu hari menjadi pengawal Pangeran Xiendra, jujur Chandi sudah sangat lelah. Pangeran Xiendra ternyata benar-benar sibuk ke sana-kemari, mengurus ini dan itu. Jika ia menjadi Pangeran Xiendra, sepertinya ia memilih untuk kabur ke hutan yang damai.

Pada saat berjalan menuju istana Kaisar untuk memberikan laporan, di tengah jalan Chandi berhenti, membungkuk, memijat betisnya yang pegal. Karena tahu Chandi berhenti di belakangnya, Pangeran Xiendra menoleh.

"Mengapa berhenti? Ini masih belum satu hari," tegur Pangeran Xiendra dengan tegas.

Chandi cemberut. "Kaki hamba pegal sekali. Apakah Pangeran tidak merasa pegal?"

Pangeran Xiendra berbalik, menatap Chandi yang memang sudah berpeluh banyak. "Itulah sebabnya aku menghukummu mengisi bak mandi, agar bisa berlatih. Fisikmu sangat lemah."

Chandi tiba-tiba berdiri tegak, membusungkan dadanya dan mengangkat kepala lurus. "Siapa bilang lemah? Hamba masih bisa berlari. Huh."

Masih ingatkah jika Chandi itu paling tidak suka diremehkan dan ada kalanya dia senang diremehkan? Kali ini Chandi sedang tidak suka diremehkan. Ia akan membuktikan pada Pangeran Xiendra bahwa ia adalah satu-satunya wanita terkuat di muka bumi ini.

Tanpa mempedulikan kakinya yang benar-benar pegal dan mulai lemas, Chandi berjalan tegap bak seorang prajurit yang siap tempur. Saat melewati Pangeran Xiendra, Chandi membuang muka dengan sombong. Sayangnya di detik berikutnya hal tak terduga terjadi. Kakinya yang tiba-tiba lemas menginjak batu hingga tergelincir.

"Woa!"

Pada saat dirinya akan jatuh, Pangeran Xiendra menangkap punggungnya tepat waktu. Matanya menatap mata Pangeran Xiendra walaupun terhalang oleh kain penutup mata Pangeran. Ia bisa merasakan Pangeran Xiendra juga tengah menatap matanya. Tatap-tatapan pun terjadi dalam beberapa detik sebelum pada akhirnya mereka mendengar suara orang yang terkejut.

Pangeran Xiendra membantu Chandi untuk berdiri dengan benar sebelum menoleh pada orang yang terpekik terkejut. Ternyata orang yang terpekik itu adalah dua orang pelayan yang kebetulan lewat dan melihat Pangeran Xiendra dan Chandi sedang dalam posisi yang membuat 'baper' (Ashoy! Hehehe)

Begitu Pangeran Xiendra menoleh ke arah mereka, para pelayan itu langsung membungkuk dan meminta maaf. Buru-buru mereka meninggalkan tempat sebelum nantinya Pangeran Xiendra bisa menegur mereka dengan sangat mengerikan.

Setelah para pelayan pergi, Pangeran Xiendra kembali menatap Chandi. "Istirahatlah. Aku bisa sendiri."

Mata Chandi langsung berbinar. "Pangeran mengkhawatirkan hamba?"

Pangeran Xiendra tak menjawab dan meneruskan perjalanan. Chandi mengejarnya dari belakang sambil terus mendesak dengan pertanyaan 'khawatir, kan?'.

Akan tetapi karena Pangeran Xiendra tak kunjung menggubrisnya, Chandi bersiasat untuk mengulang kejadian yang terjadi beberapa detik lalu.

Ia pura-pura tergelincir di samping Pangeran Xiendra. Ia sengaja mengatur agar nanti terjatuh ke sebelah Pangeran Xiendra.

"Aw!"

Pangeran Xiendra melirik ke samping. Dilihatnya tubuh Chandi akan jatuh. Bagaikan slow motion, tubuh Chandi semakin condong ke arahnya, melewati dadanya, melewati tangannya, melewati pahanya, melewati dengkulanya lalu ....

Bugh!

"Aduh!"

Pangeran Xiendra berhenti berjalan karena jika ia melangkah lagi maka ia akan menginjak Chandi yang jatuh terlentang di depan kakinya. Lalu Pangeran menunduk, menatap Chandi yang meringis kesakitan.

Hehehe gagal modus🤣🤣. Sampai ketemu di hari senin Guys. Kita akan lihat nasib Chandi selanjutnya.

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang