Penunggu Gunung Yun

1.2K 175 19
                                    

Setelah mengobrol tadi, Pangeran Xiendra meminta Lifys mengambilkan air hangat. Dengan telaten Pangeran Xiendra mengompres wajah Chandi yang bengkak. Bengkaknya mata Chandi bertambah parah setelah dia menangis cukup lama.

Selesai mengompres, Pangeran Xiendra mengoles salep dari tabib. Hal itu Pangeran Xiendra lakukan dengan penuh hati-hati dan lembut.

"Bagaimana?"

Chandi mengangguk. "Terasa lebih baik. Salepnya dingin."

Pangeran Xiendra meletakkan mangkuk salep di atas meja lalu kembali duduk di samping Chandi. "Tabib berkata gunakan salep itu pagi dan malam. Dalam tiga hari bengkaknya akan sembuh."

Lifys yang berdiri di dekat pintu hanya bisa menahan senyum, merasa senang karena Pangeran Xiendra sangat perhatian pada nonanya.

"Lalu bagaimana dengan mata hamba?" tanya Chandi yang kini matanya telah ditutup oleh kain putih.

Pangeran Xiendra melirik Lifys, memberi perintah lewat kode mata.

Tanpa membuang waktu, Lifys langsung membungkuk dan pergi.

Pangeran Xiendra kembali menatap Chandi setelah Lifys pergi. Ia ulurkan tangan untuk membuka penutup mata Chandi. Setelah terlepas, ia melipat kain penutup kata Chandi dan digenggamnya kain itu di tangan. "Ayahmu berkata kau harus meminum air rendaman air mawar putih langka untuk menutupi aura iblis hitam. Jika sudah tertutup, maka matamu akan kembali normal."

"Berarti kebalikan dari kekuatan Amora yang harus meminum rendaman air mawar hitam langka?" Chandi terkejut mendengar fakta ini. Ternyata ada pula mawar putih langka.

Pangeran Xiendra mengangguk. "Benar. Dan mawar putih langka ini hanya ada di puncak gunung Yun yang bersalju."

"Salju? Hamba tidak tahan-"

"Siapa yang berkata kau yang harus mengambil nya?" potong Pangeran Xiendra. "Aku yang akan mengambilkan bunga itu untukmu."

"Tapi-"

Belum Chandi berbicara, lagi-lagi Pangeran Xiendra lebih dulu memotong. "Bukan hanya Zamon yang bisa berjuang dan berkorban untukmu," ucap Pangeran Xiendra tegas. "Anggap saja ini sebagai penebus kesalahanku yang dulu telah mencuri mawar hitammu."

Chandi langsung tersenyum walaupun tak selebar biasanya karena kini pipinya bengkak. Ia baru tahu bahwa Pangeran Xiendra benar-benar cemburu terhadap Zamon.

"Mengapa malah tersenyum seperti itu?" tanya Pangeran Xiendra.

Chandi menggeleng, pura-pura tak berpikir apa-apa. "Lalu kapan Anda akan mengambilkan bunga mawar itu? Hari pernikahan kita sudah dekat."

Pangeran Xiendra berdiri tegak. "Sekarang juga."

"Apa? Tapi-"

Pangeran Xiendra langsung berbalik pergi sebelum Chandi berbicara. "Pakai salep dan minum obat dari Tabib. Jangan pecicilan lagi." Setelah itu Pangeran Xiendra menutup pintu kamar Chandi.

* * * *

Kepergian Pangeran Xiendra ke desa Xululun untuk mendaki gunung Yun, yakni gunung tertinggi di negeri Alrancus telah menyebar. Para pejabat istana bertanya-tanya mengapa Pangeran Xiendra malah pergi keluar istana sedangkan pernikahannya dengan Chandi tinggal menghitung hari. Namun satupun dari mereka tidak ada yang mendapatkan jawaban karena Kaisar Ariga menyembunyikan alasan Pangeran Xiendra pergi.

Menurut perhitungan manusia normal, perjalanan yang normal pasti membutuhkan beberapa hari untuk bolak-balik dari Istana Alrancus ke gunung Yun ini, akan tetapi akan berbeda jika yang melakukan perjalanan ini adalah Pangeran Xiendra dan Drata. Hanya dalam waktu singkat, mereka telah tiba di gunung Yun.

"Pangeran, suhu di puncak gunung sangat rendah. Apakah Anda yakin?" tanya Drata yang tak yakin mereka bisa naik sampai kepuncak.

Pangeran Xiendra melirik Drata. Pangeran Xiendra tak suka keputusannya dipertanyakan. Tanpa banyak bicara, Pangeran Xiendra berjalan untuk mendaki gunung Yun. Lalu di belakang Drata mengikuti.

Di tengah perjalanan, Drata sudah menggigil kedinginan karena sebentar lagi akan memasuki area bersalju. Namun berbeda dengan Drata, Pangeran Xiendra masih jalan tegak, seolah tak merasa kedinginan sedikitpun.

"Pangeran, apakah Anda tidak kedinginan?"

Pangeran Xiendra menoleh ke belakang. Dilihatnya bibir Drata sudah biru karena kedinginan. "Mengapa kau kedinginan? Aku tidak merasa dingin sama sekali."

Drata tak menjawab karena sepertinya Pangeran Xiendra tak benar-benar ingin mendengar jawabannya. Buktinya Pangeran Xiendra kembali berjalan ke atas.

Huft, yang memiliki kekuatan tinggi memang berbeda.

Akhirnya setelah beberapa saat, mereka tiba di puncak gunung yang bersalju. Di sana Pangeran Xiendra memejamkan mata lama, mencari letak bunga mawar putih langka yang katanya tumbuh di puncak gunung Yun yang bersalju.

Beberapa detik memejamkan mata, Pangeran Xiendra kembali membuka mata. Drata langsung bertanya. "Bagaimana, Pangeran? Apakah ada?"

"Ada seseorang di sini," ucap Pangeran Xiendra sambil mengedarkan pandangannya.

Hening, di puncak gunung ini tidak ada suara apapun. Bahkan angin kencang yang meniupkan salju yang turunpun tak bersuara. Hal ini adalah hal yang sangat aneh.

Sampai tiba-tiba Pangeran Xiendra menarik Drata untuk menghindar. "Awas!"

Sret!

Es runcing melesat seperti anak panah dan berakhir menabrak gundukan salju di belakang Drata.

"Aku tidak menerima kedatangan iblis hitam." Terdengar suara berat seorang pria.

Pangeran Xiendra menoleh ke arah sumber suara. Dari arah yang ia lihat, ia bisa melihat seorang pria yang mungkin seusia dengan dirinya tengah berjalan mendekat. Pria itu berkulit sangat putih, rambutnya putih panjang, dan berpakaian serba putih pula.

"Siapa kau?" tanya Drata.

"Aku penunggu puncak gunung Yun. Dan aku penjaga bunga mawar putih. Namaku Arean," jawab pria itu menatap Pangeran Xiendra dan Drata bergantian. "Untuk apa kalian datang ke mari?"

Pangeran Xiendra maju satu langkah agar bisa lebih dekat dengan Arean. "Aku datang kesini untuk memetik bunga mawar putih. Maafkan kelancanganku yang tak permisi. Aku kira tidak ada penunggunya."

Arean mengerutkan kening, menatap Pangeran Xiendra dengan seksama. "Siapa kau, dan mengapa ingin mengambil bunga mawar putih di sini?"

"Aku Pangeran Xiendra."

Begitu mendengar nama Xiendra, Arean langsung membungkuk hormat. "Hormat hamba, Pangeran Xiendra. Hamba tidak tahu bahwa Anda adalah Pangeran Alrancus. Hamba tidak menyadarinya."

Pangeran Xiendra mengangguk saja. Dalam hati ia merasa lega karena ternyata Arean adalah penunggu yang bersahabat, tak seperti Chandi dulu.

"Apakah Anda ingin menggunakan mawar putih di sini untuk menutupi aura iblis hitam ini?" tanya Arean dengan melirik Drata di akhir kalimatnya.

Pangeran Xiendra menggeleng. "Tidak. Aku ingin menggunakannya untuk Amora. Kekuatan iblis hitam telah bersatu dalam tubuhnya. Matanya berubah, oleh sebab itu untuk menutupi aura hitamnya, aku membutuhkan mawar putih langka."

"Amora? Amora gadungan?" tanya Arean serius.

Sontak Pangeran Xiendra melotot karena Chandi disebut Amora gadungan. "Kau bilang apa!" Pangeran Xiendra langsung mengeluarkan pedang dari sarungnya.

"Pangeran, tenang!" Drata mencoba menahan Pangeran Xiendra.

Hmm, mengapa dia menyebut Amora Gadungan? Kuy, alasannya ada di episode berikutnya.

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang