Karena Chandi datang, ketiga paman Pangeran Xiendra meminta Pangeran Xiendra beristirahat dan mengantar Chandi ke istana Pangeran. Urusan melatih pasukan khusus akan diurus oleh tiga pamannya itu.
Kini Chandi sedang berjalan berdampingan dengan Pangeran Xiendra. Senyum lebar tak pernah lepas dari wajah Chandi yang selama perjalanan terus menatap wajah tampan Pangeran Xiendra.
"Perhatikan jalanmu jika tidak ingin tersandung," ucap Pangeran Xiendra acuh tak acuh. Pandangannya tetap lurus ke depan.
Chandi tak menghiraukan ucapan calon suaminya. "Jika tersandung, ada calon suamiku yang menolong."
Pangeran Xiendra menghela nafas. Untung saja tingkat kesabarannya menghadapi Chandi ada kenaikan. Entah mengapa ia tidak sekesal dulu saat Chandi bertingkah menyebalkan. Mungkinkah yang dikatakan oleh ayahnya adalah benar? Dia telah jatuh cinta pada Chandi?
"Pangeran, Anda berubah."
Pangeran Xiendra menoleh sebentar. "Berubah? Jelas kau yang berubah. Tingkahmu semakin membuat sakit kepala."
Chandi terkekeh. "Benarkah? Tapi Pangeran lebih bersabar sekarang. Dulu Anda selalu menatap hamba dengan tajam seolah ingin mencekik leher hamba. Apa jangan-jangan Pangeran mulai jatuh cinta?"
Pangeran Xiendra tak menjawab, ia memandang ke depan. Istana Pangeran masih cukup jauh. Ia membayangkan tadi Chandi berlari jauh dari istana Pangeran sampai ke lapangan latihan.
"Pangeran, jika kita menikah, Pangeran ingin memiliki berapa anak?"
Nah, mulai lagi nih. Pangeran Xiendra yakin pertanyaan ini akan merambat ke mana-mana. Jangan sampai mengungkit tujuh istri lagi. Lebih baik ia tidak menjawab.
"Hmm, bagaimana jika setiap tahun kita memiliki anak. Jadi jika rumah tangga kita bertahan sampai 100 tahun, maka 100 anak?"
"Uhukh!" Pangeran Xiendra sampai tersedak ludahnya sendiri.
Tak memperdulikan reaksi Pangeran Xiendra, Chandi malah bertepuk tangan semangat. "Wah, lumayan untuk membuat pasukan kecil. Nanti jika Pangeran ingin menikah lagi, tinggal diserang oleh anak-anak kita. Hahahahahahahahhahahahhahahahahahha uhukh."
Pangeran Xiendra hanya bisa menghela nafas. Meladeni Chandi sama saja membuat kepala sendiri pecah. Lebih baik diam dan terus berjalan.
Sedang santai berjalan, tiba-tiba Chandi berhenti. Pangeran Xiendra pun menghentikan langkah dan menoleh. Dilihatnya Chandi sedang menatap sebuah bangunan penjara istana Alrancus.
"Pangeran, itu bangunan apa? Mengapa hamba baru menyadarinya?" tanya Chandi menunjuk bangunan yang dijaga ketat oleh prajurit Alrancus.
Pangeran Xiendra menatap Chandi aneh. "Kau sudah lama tinggal di istana Alrancus. Sering berkeliling, bahkan pernah beberapa kali ikut ke lapangan latihan bersamaku. Mengapa baru menyadari ada bangunan itu? Aku yang diklaim buta saja bisa melihatnya dengan jelas."
Chandi pun bingung. Mungkin karena selama ini tidak pernah melihat ke arah kanannya ini. "Hamba pun merasa sangat aneh. Tapi bangunan apa itu?"
"Penjara istana Alrancus," jawab Pangeran Xiendra.
Mulut Chandi langsung menganga lebar. "Penjara? Aneh sekali hamba tidak melihatnya selama ini, sedangkan penjara adalah salah satu yang harus hamba ketahui saat menjadi pengawal pribadi Pangeran."
"Lalu apa yang menyebabkan kini kau menyadari bangunan ini?" tanya Pangeran Xiendra penasaran. Ia menyadari bahwa keanehan Chandi yang tak menyadari penjara pasti bukan masalah kecil. Pasti ada sesuatu dibaliknya.
Chandi menatap tubuhnya sendiri. "Jujur saja. Setelah dua kekuatan Amora menjadi satu dalam tubuh hamba. Seluruh indera hamba menjadi sangat tajam. Dan baru saja hamba merasakan ada aura hitam yang kuat dari dalam sana. Saat berangkat tadi hamba tidak menyadarinya karena hamba terlalu bersemangat ingin bertemu dengan Pangeran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora Gadungan Dan Pawangnya
Romance(Bukan reinkarnasi, time travel, ataupun beda dimensi, tapi dijamin seru. Jangan cuma baca episode 1, lanjut baca sampai 10 episode. Klau tidak seru, saya relakan Anda pergi) 'Amora Gadungan' itulah julukan yang diberikan Pangeran Xiendra pada seora...