Tujuh Istri!

1.3K 160 6
                                    

Malam ini udara terasa sangat dingin. Chandi yang memakai gaun lengan panjang pun masih memeluk dirinya sendiri karena merasa kedinginan. Hujan baru saja berhenti sehingga dinginnya malam ini terasa menusuk tulang. Dari jendela kamar, Chandi bisa melihat air menetes dari setiap daun pepohonan yang berjejer rapi mengelilingi taman kediaman tamu.

Chandi merasa sedih karena bosan. Sejak tadi sore hujan mengguyur dengan sangat deras sehingga semua orang menghentikan aktivitas di luar ruangan. Pangeran Xiendra langsung kembali ke istana Pangeran, sedangkan dia tentu harus kembali ke kamarnya sendiri.

"Hm, pasti di istana Pangeran, Putri Yufari memiliki banyak kesempatan untuk berdekatan dengan Pangeran Xiendra. Apalagi dingin dingin seperti ini. Huh, menyebalkan."

Sejak tadi Chandi mengoceh sendiri karena tidak ada seorangpun yang bisa diajak bicara. Para pelayan yang bekerja di kediaman tamu sama sekali tidak asik diajak bicara. Memang sejak awal menginjakkan kaki di istana, semua orang seperti tidak suka padanya. Mungkin karena dia orang baru dan langsung mendapatkan posisi yang tinggi di samping Pangeran Xiendra.

"Hoaam. Aku jadi mengantuk." Chandi merentangkan kedua tangan sambil menguap.

Baru akan menutup jendela, tak sengaja matanya melihat sosok Dalior. Di luar sana Dalior tampak sedang berjalan sembari melihat-lihat taman kediaman tamu. Melihat Dalior, kantuk Chandi langsung hilang entah kemana.

"Dalior!" seru Chandi. Begitu Dalior menoleh, Chandi langsung melambai-lambaikan tangan dengan semangat. "Hai."

Dalior tersenyum melihat Chandi yang sangat ceria menyapa dirinya. Tanpa ragu-ragu ia langsung menghampiri Chandi dan berdiri di luar jendela. "Belum tidur?" tanya Dalior basa-basi.

Chandi menggeleng. "Seperti yang kau lihat, aku masih terjaga. Kau sendiri mengapa belum tidur? Dan apa yang kau lakukan di taman?"

Dalior mengedarkan pandangan ke belakang, tepat pada taman kediaman tamu. "Besok aku akan mulai membuat patung untuk diletakkan di taman ini. Aku harus mengukur dan melihat-lihat di sebelah mana patung akan diletakkan nantinya," jawab Dalior disertai senyuman manis.

"Woaah, mau aku temani?" tawar Chandi penuh harap. Padahal walaupun dilarang, pasti Chandi akan memaksa.

Dalior menggeleng. "Tidak perlu, lebih baik kau segera tidur. Udara sangat dingin, kau bisa masuk angin."

Chandi langsung tersenyum manis sambil menggenggam telapak tangannya sendiri. "Oh betapa manisnya engkau wahai pangeran penyelamat keduaku." Lalu Chandi mengeluarkan cengiran kuda. "Tapi aku tetap akan menemanimu."

Dan tiba-tiba Chandi melompat keluar dari jendela. Kini Chandi berdiri tepat di depan Dalior. "Ayo. Aku sedang bosan sehingga butuh teman bicara."

Dalior terkekeh. "Baiklah, baiklah. Tahu begini seharusnya tadi tak perlu bertanya. Kau pasti akan memaksa."

Mereka berdua pun mulai berkeliling taman. Chandi menunjuk dan memberitahukan semua bunga yang ia suka di taman kediaman tamu. Dalior pun berjanji akan mengingat semua bunga yang Chandi suka agar nantinya bisa ia tanam di depan rumah mereka jika suatu saat mereka sudah menikah.

"Aaa kau ini bisa saja." Chandi kesenangan sampai memukul pelan lengan kekar Dalior.

Dalior tertawa kecil. "Aku serius. Tapi itupun jika kau mau."

Chandi menghela nafas kemudian jalan beberapa langkah di depan Dalior. "Jujur saja aku memang menyukaimu, tapi tetap saja aku lebih suka Pangeran Xiendra."

Dalior mengepalkan tangan, akan tetapi senyum tetap terpantri di wajah tampannya. Dari belakang, Dalior bisa mengamati Chandi dengan leluasa. "Kenapa? Apa karena aku orang biasa sedangkan Pangeran Xiendra adalah seorang Pangeran?"

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang