Drata Frustrasi

1.2K 183 21
                                    

Pangeran Xiendra menyadari tangannya memegang sesuatu. Ia menunduk untuk melihat apa yang ada di tangannya. Saat tahu yang ia pegang adalah cadar hitam gadis itu, mata Pangeran Xiendra pun beralih menatap gadis yang masih menunduk. Entah mengapa ia merasa sangat penasaran dengan rupa gadis yang lincah, gegabah, dan pemberani itu.

Pada detik berikutnya, gadis itu pun mendongak. Terlihatlah wajahnya yang berhasil membuat mata Pangeran Xiendra terkunci. Matanya yang bulat, alisnya yang terukir alami, hidungnya yang runcin namun tak terlalu mancung, bibirnya, dagunya, dan warna kulitnya, semuanya seperti perpaduan sempurna untuk menciptakan wajah cantik bak bidadari.

Namun bukan proporsi wajah sempurna yang membuat Pangeran Xiendra terkejut. Melainkan wajah lembut bak kelopak bunga teratai di atas air jernih yang sangat tidak cocok dengan kelakuan gadis itu. Pangeran Xiendra tak menyangka bahwa ketua bandit itu memiliki wajah yang lembut dan cantik.

Beberapa detik terpaku, akhirnya Pangeran Xiendra menyadari bahwa yang ada di bawah kakinya adalah musuh. Ia mundur selangkah untuk mengantisipasi gadis itu menyerang kembali. Tapi bukannya bangkit, gadis itu malah menekuk sudut bibirnya ke bawah kemudian mulai menangis.

"Huaaaa kakiku ... Hiks sakit ...." Gadis itu menangis dengan suara yang nyaring.

Pangeran Xiendra jadi bingung harus melakukan apa. Dipukul menangis, jika tidak dipukul gadis ini adalah penyusup.

Gadis itu mendongak, menatapnya. "Mengapa diam saja? Cepat bantu!" sentak gadis itu sambil mengulurkan tangan.

Pangeran Xiendra menghela nafas. Jika ia tidak menuruti permintaan gadis ini, maka suara tangis seperti kaleng butut itu pasti akan menggangu penghuni istana. Ia tidak ingin membuat banyak keributan apalagi hanya karena satu gadis aneh ini. Pada akhirnya ia meraih tangan gadis itu kemudian menariknya.

Karena Pangeran Xiendra hanya memakai satu tangan, gadis itu kesulitan untuk berdiri. Gadis itu pun berdecak. "Kau ini ikhlas menolong atau tidak? Bantu aku yang benar."

Pangeran Xiendra mengetatkan rahangnya. Gadis ini pikir dia siapa? Berani-beraninya memerintah dirinya. Akan tetapi sekali lagi dari pada gadis ini menangis keras, akhirnya ia membantu. Ia memegang kedua lengan gadis itu kemudian membantunya berdiri.

Setelah berdiri, gadis itu terlihat pincang saat menyeimbangkan tubuhnya.

Dilain sisi, pandangan Drata baru saja kembali normal. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Pangeran Xiendra memegang kedua lengan gadis itu dan membantunya berdiri dengan hati-hati.

"Hah?" Drata pun pingsan karena syok berat.

* * * *

Chandi menangis memohon dibebaskan. Tangan dan kakinya diikat di kursi, sedangkan di depannya berdiri Drata yang sedang menginterogasi. Di sudut ruangan minim cahaya itu, Pangeran Xiendra duduk berpangku tangan, memperhatikan dirinya yang terus menangis keras.

Karena tak tahan dengan suara rengekan Chandi, Drata hilang kesabaran dan menggebrak meja di sampingnya. "Jangan cengeng! Kau yang menyusup, sekarang ingin pergi begitu saja. Tidak bisa!"

Chandi menangis semakin kencang. Matanya menatap Pangeran Xiendra yang berjarak cukup jauh di sudut sana. "Pangeran Xiendra yang tampan tiada tandingannya, oh pangeran penyelamatku, tolong lepaskan aku-"

Brak! Drata menggebrak meja dan melotot lebar.

"Eh, iya, ma-maksudnya hamba. Tolong lepaskan hamba, Pangeran Xiendra," pinta Chandi dengan sopan setelah ditegur berkali-kali oleh Drata.

Pangeran Xiendra masih diam tak menjawab. Akan tetapi ia tetap memperhatikan gerak gerik Chandi.

"Kau bisa dilepaskan atau tidak, itu tergantung pada apa kesalahanmu. Sekarang, mulai pertanyaannya." Drata memangku tangan. "Siapa namamu?" tanya Drata mulai menginterogasi.
Chandi malah menangis lagi. Hal itu membuat Drata pusing dan frustrasi.

"Jawab atau aku akan menyayat wajah cantikmu itu." Mau tidak mau Drata memang harus mengakui bahwa Chandi sangat cantik. Bahkan baru kali ini ia melihat gadis secantik ketua bandit ini.

"Chandi," jawab Chandi dengan suara bergetar karena menahan tangis.

"Dari mana asalmu?" tanya Drata lagi.

"Dari rahim ibuku," jawab Chandi.

Drata terkejut dengan jawaban Chandi, akan tepat ada benarnya juga. Hahahaha ia ingin tertawa. Walaupun menyebalkan, ternyata gadis ini sangat menggemaskan. Walaupun ia ingin tertawa, namun ia tetap memperlihatkan wajah tegas.

Brak! Drata memukul meja sehingga Chandi kembali terkejut. "Aku serius!"

Tiba-tiba Chandi menangis lebih keras. "Huaaaaaaaaaaa ... Ayah ... tolong aku ...."

Tak bisa tahan lagi, Drata menunduk, memijat kepalanya yang terasa akan pecah. Baru kali ini ia menemui orang yang sulit dihadapi. Pertama, ia tidak menyangka Chandi bisa bela diri dengan baik walaupun menggunakan taktik licik. Kedua, ia tidak bisa menginterogasi Chandi dengan benar karena Chandi terus menangis. Entah harus dengan cara apa ia menginterogasi Chandi.

Drata menangis dalam hati. Ia sudah kesal sampai ubun-ubun. Akhirnya ia memilih mundur kemudian berdiri di belakang Pangeran Xiendra. "Lebih baik Anda saja, Pangeran."

Pangeran Xiendra diam sejenak sebelum akhirnya bersuara. "Tugasmu," tegas Pangeran Xiendra dengan dingin.

Drata menekuk bibirnya ke bawah. "Tapi hamba tidak sanggup, Pangeran. Dia sangat menyebalkan."

Terdengar Pangeran Xiendra menghela nafas. Tak lama kemudian Pangeran Xiendra berdiri tegak kemudian melangkah santai menghampiri Drata. Begitu Pangeran Xiendra berdiri di samping Drata, Drata langsung mundur ke belakang. Menurut Drata sangat tak sopan jika ia berdiri sejajar dengan tuannya.

"Aku tidak akan membunuhmu jika kau mau jujur," ucap Pangeran Xiendra dengan nada datar.

Chandi menghentikan tangisannya. Ia mendongak, menatap Pangeran Xiendra dengan mata yang masih berkaca-kaca. "Benarkah?"

Pangeran Xiendra tak menjawab, akan tetapi entah mengapa Chandi merasa bahwa Pangeran Xiendra mengiyakan pertanyaannya.

* * * *

Ryuni, Harlos, dan Zamon bertekuk lutut sambil menunduk di depan seorang pria berjubah hitam yang sedang berdiri membelakangi dengan penuh emosi. Pria berjubah hitam ini adalah orang pertama yang paling mereka takuti sebelum Chandi, ketua mereka. Jika ketua mereka sedang marah, ketua mereka hanya tega memukul kepala mereka. Akan tetapi jika pria menyeramkan ini marah, maka pria ini akan memenggal kepala mereka.

"Kemana Nona kalian?!"

Suara bentakan pria itu sukses membuat jantung Ryuni, Harlos, dan Zamon hampir melompat keluar. Mereka terus menunduk, tak berani mengangkat kepala walaupun pria berjubah hitam itu sedang membelakangi mereka.

Karena tak ada yang sanggup mengeluarkan suara, pria itu jadi tidak sabaran. Pria itu mengarahkan tangannya pada sebuah bongkahan batu besar, dan beberapa detik kemudian batu itu pecah setelah asap hitam menghantamnya.

Ryuni hampir menangis melihat batu yang pecah itu. Bayangkan saja, bagaimana jika yang diserang oleh asap hitam itu adalah kepala mereka? Di antara mereka bertiga, yang mentalnya paling lemah adalah Ryuni, oleh sebab itu Ryuni selalu hampir menangis setiap kali melihat pria berjubah itu marah.

"Katakan!" geram pria berjubah itu. Tangannya terkepal kuat. Mungkin sudah siap untuk benar-benar mengarahkan serangannya pada tiga orang yang bertekuk lutut di belakang.

Karena takut pria berjubah itu naik pitam, Harlos pun buka suara. "No-nona Chandi pergi mencari mawar hitam yang dicuri, Yang Mulia."

Pria berjubah hitam itu langsung berbalik cepat. Terlihatlah mata merah menyala dengan titik hitam kecil di tengahnya. Matanya setajam pedang mematikan, ditambah lagi sekarang dia sedang menatap anak buah Chandi dengan tajam. "Dicuri? Siapa yang mencurinya? Dan kemana Chandi mengejarnya?"

"Hamba dengar, ro-rombongan pangeran yang mengambilnya. Kami mengikuti rombongan itu sampai ke kota besar. Akan tetapi kami kehilangan jejak mereka. Setelah itu nona Chandi memerintahkan kami untuk pulang. Mungkin dia sudah berada di istana Alrancus."

Pria itu menyipitkan mata. Matanya menerawang jauh dan dia menghela nafas diakhir. "Pangeran Xiendra?"

Hehehe, gimana? Apa perlu cerita ini sely lanjut?

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang