Haikal meletakkan bayi Amora di atas batu besar di bawah pohon. Ia mengatur nafasnya terlebih dahulu sebelum melanjutkan ajang melarikan diri. Ia tatap bayi Amora yang terus menangis sejak tadi. Sungguh telinganya rasanya akan meledak. Ia tidak pernah berurusan dengan bayi dan kini ia dihadapkan dengan bayi yang tangisnya sungguh kencang sekali.
"Diam tidak! Atau aku sumpal mulutmu dengan batu!"
Bukannya diam, tangis bayi Amora malah semakin menjadi-jadi. Walaupun tidak pernah berurusan dengan bayi, akan tetapi sebagai orang yang pernah menjadi manusia, ia pernah mendengar tangisan bayi, dan yang ia ingat, tangisan bayi tidak sekencang tangisnya bayi Amora ini.
"Apakah semua Amora memiliki suara yang lebih kencang dari lonceng raksasa istana? Aku ingat dulu Sharma pun memiliki suara seperti lonceng kematian."
Haikal membuka bedongan bayi Amora, barang kali yang menyebabkan bayi itu menangis adalah karena sesak dan gerah. Saat membuka bedongan, matanya melihat sesuatu di dalam genggaman bayi Amora.
Haikal mengambil benda itu dan diamati. Ternyata benda itu adalah jepit rambut yang dihiasi giok biru berbentuk teratai.
Tak mau ambil pusing memikirkan jepit giok itu milik siapa, yang jelas pasti bukan milik bayi Amora karena kepala pelontos bayi Amora tidak mungkin dijepit, kan? Ia mengembalikan jepit rambut itu ke dalam bedongan kemudian memandangi bayi Amora sebentar.
Bukannya menenangkan bayi yang terus menerus menangis, Haikal malah duduk di bawah pohon, mengabaikan bayi yang ia bawa. Ia harus berpikir kemana ia harus pergi. Jika ia terus berada di Chaulus, iblis naga biru jahat itu pasti akan menemukan bayi Amora.
"Iblis Naga Biru jahat?" Haikal malah aneh dengan pemikirannya sendiri. "Yang aku tahu Iblis Naga Biru adalah iblis yang baik, seharusnya dia ingin menyelamatkan Amora bukan?"
Haikal kembali berdiri, menatap bayi yang masih menangis. Seringai muncul di wajah Haikal yang kini tak bisa menyembunyikan mata hitam dengan titik merah di tengah. "Menyelamatkanmu?"
"Oeeek!" Tangis bayi Amora itu semakin kencang, seolah tahu apa yang ingin dilakukan oleh Haikal.
"Benar, jika aku meminum darahmu, kekuatanku pasti akan pulih. Aku bisa menjadi Raja Iblis lagi." Ia baru ingat bahwa dirinya adalah Iblis hitam, Iblis yang ingin menguasai dunia, dan membalaskan dendam pada manusia dan juga seorang Amora.
"Dulu aku gagal menyingkirkan Sharma karena aku jatuh cinta padanya, akan tetapi padamu tak mungkin aku jatuh cinta kan bayi mungil?" Haikal langsung tertawa. "Wah, ternyata iblis naga biru itu tidak tahu aku seperti apa. Dia malah menitipkan anak domba pada serigala."
Tanpa ingin membuat waktu, ia ingin langsung melenyapkan bayi Amora kemudian meminum darahnya. Dari tangannya ia mengeluarkan pisau bayangan, yakni pisau andalan iblis hitam.
"Maafkan aku ya. Dari pada kau harus mengalami banyak penderitaan karena diperebutkan oleh para bangsa iblis, lebih baik kau membantuku untuk memulihkan semua kekuatanku," ucapnya sembari tersenyum.
Baru akan menusuk jantung bayi kecil itu, tiba-tiba bayi itu tertawa. Gusi tanpa giginya sampai terlihat. Seketika Haikal mengehentikan tindakannya. Ia heran mengapa bayi Amora itu malah tertawa saat akan dibunuh, sedangkan sejak tadi selalu menangis. Apakah bayi ini memang ingin dibunuh?
Ia turunkan pisau bayangan di tangannya kemudian kembali ia perhatikan bayi itu. Bayi Amora kembali tertawa sambil menggerak-gerakkan telapak tangannya seolah-olah ingin menggapai sesuatu. Haikal mengerutkan keningnya, penasaran dengan apa yang ingin diambil oleh bayi Amora ini.
Setelah tahu bayi Amora ini menatap wajahnya, ia pun mendekatkan wajahnya pada bayi Amora, dan tanpa diduga bayi Amora itu memegang wajahnya secara acak. Telapak tangan mungil itu tarasa lembut dan hangat, rasa hangatnya seakan langsung sampai ke hatinya yang selalu dingin. Kini bayi itu tertawa lagi. Ah, kini ia pun tahu, ternyata bayi Amora itu menyukai wajahnya.
"Hm, kau menyukai wajahku? Apakah aku sangat tampan?"
Bayi Amora itu mengeluarkan suara khas bayi. "Haaao ...." Bibir mungil bayi Amora mengerucut lucu. Bau mulutnya tercium oleh Haikal dan ternyata membuat Haikal ingin mencium aromanya lagi.
"Mulutmu tidak bau busuk, kau makan apa?"
Begitulah pada akhirnya, Haikal tidak jadi membunuh Bayi Amora. Entah mengapa rasanya ia tidak tega untuk menyakiti bayi kecil. Setelah itu ia pun memutuskan untuk membawa bayi Amora ke Alrancus. Ia sudah bertahun-tahun tinggal di Alrancus, ia tahu tempat-tempat aman untuk mereka bersembunyi. Ia pun memilih gunung hutan hitam sebagai tempat bersembunyi karena jauh dari pemukiman dan jarang yang mau mendaki ke tempat itu.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Haikal menyaksikan bagaimana bayi Amora tumbuh. Dari mulai telungkup, duduk, merangkak, berdiri, hingga berjalan. Kini Amora sudah berusia 3 tahun, Amora sudah bisa berlari kecil walaupun kurang seimbang.
Melihat pertumbuhan Amora, hati Haikal begitu hangat. Ia bangga sekaligus bahagia melihat Amora tumbuh dengan baik. Belum lagi Amora selalu ceria walaupun terkadang sering membuat pusing karena sering menangis.
Setelah Amora mulai bisa berbicara walaupun tak jelas, ia sering mengajari Amora untuk memanggil dirinya dengan sebutan ayah.
"Ayah," Amora berlari kecil menghampiri dirinya yang sedang membuat api unggun. Gadis kecil itu keluar dari dalam goa demi menghampirinya.
Ia langsung meletakkan kayu yang ada di tangan dan menghampiri Amora dengan tergesa. Ia tidak ingin Amora berlari lalu terjatuh. "Anak ayah mau kemana?" Dia langsung menggendong Amora.
"Mamam ...."
"Anak ayah lapar?" Haikal tersenyum kemudian mengecup pipi chubby Amora. "Baiklah, akan ayah buatkan. Am-" Haikal baru teringat akan sesuatu. Ia lupa memberi Amora kecil nama.
"Hmm, sebaiknya ayah mengganti namamu. Jika ayah memanggil namamu Amora, iblis-iblis itu tentu akan tahu langsung identitasmu. Jadi kau ingin nama apa?"
Amora kecil hanya bengong, pasti tidak mengerti tentang apa yang dibicarakan oleh Haikal.
"Bagaimana kalau Gauri? Gauri?" tanya Haikal.
"Gauli?" Amora kecil mengucapkan nama yang disebut Haikal dengan cadel.
Haikal menggeleng. "Ga-U-Ri, bukan gauli. Coba sekali lagi.
"Ga," bimbing Haikal.
"Ga," ucap Amora mengikuti.
"U."
"U."
"Ri."
"Eli."
Haikal menepuk keningnya. "Baiklah, kita ganti. Hmm ...?" Haikal berpikir keras lagi. "Aha! Xinzi."
"Inji," ulang Amora kecil mengikuti.
Haikal menggeleng. "Bukan itu." Haikal berpikir sepertinya Amora kecil tak akan bisa mengucapkannya.
Haika terus mencarikan nama yang Amora kecil bisa sebutkan dengan baik. Terakhir dia berpikir keras. Ia memikirkan nama yang cocok untuk Amora kecil yang periang dan juga cantik. Dan terlintaslah satu nama. "Chandi? Sepertinya bagus untukmu."
"Chandhi."
Walaupun kurang sempurna pelafalan huruf 'D' nya, akan tetapi Haika menganggap itu sempurna. Ia langsung mencium pipi putrinya lagi. "Hm. Chandi, mulai sekarang kau adalah Chandi, putriku yang paling cantik, putriku satu-satunya."
Nah, begitulah asal-usul Chandi bisa menjadi anak Haikal Guys.
Lalu apakah sekarang Chandi akan ditemukan lagi? Atau akan tinggal bersama Dalior? Jawabannya ada di episode berikutnya guys❤️. Karena udah up 2 episode hari ini, jadi tunggu besok lagi ya. Sampai jumpa besok ❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora Gadungan Dan Pawangnya
Romance(Bukan reinkarnasi, time travel, ataupun beda dimensi, tapi dijamin seru. Jangan cuma baca episode 1, lanjut baca sampai 10 episode. Klau tidak seru, saya relakan Anda pergi) 'Amora Gadungan' itulah julukan yang diberikan Pangeran Xiendra pada seora...