Pada malam harinya, Chandi sedang mematut diri di depan cermin. Ia sedih melihat matanya bengkak karena menangis. Kini ia merutuki dirinya yang bisa-bisanya menangis hanya karena ucapan Drata tadi."Bodoh." Chandi memukul kepalanya sendiri. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa ucapan Drata terus menerus terngiang.
'Lalu kau siapa untuk Pangeran Xiendra? Kau masih bertahan disisi Pangeran Xiendra karena Pangeran Xiendra hanya penasaran pada identitasmu. Seandainya tidak, kau pasti sudah berakhir dipenjara atau ditendang keluar dari istana. Asal-usulmu tidak jelas, banyak hal aneh pada dirimu.'
'Jangankan mendapatkan hati Pangeran Xiendra, bahkan Pangeran Xiendra sekarang curiga bahwa kau adalah suruhan Raja Iblis. Jika sampai itu benar, dia pasti akan langsung membunuhmu dengan tangannya sendiri.'
Chandi membelalakan matanya setelah mengingat ucapan Drata.
"Membunuhku? Aku akan dibunuh?" Chandi menggeleng cepat. "Tidak, itu tidak boleh terjadi. Aku bahkan belum mengucapkan kata-kata dan pesan terakhirku pada ayah. Jangan sampai aku mati. Setidaknya aku hanya boleh mati setelah membuat ayah bahagia."
Chandi langsung berjalan menuju lemarinya. Di sana ia bukan mengambil baju ataupun jubah, ia mencari suatu benda yang sangat berarti baginya.
"Walaupun aku menyukai Pangeran Xiendra, akan tetapi aku tak mau mati ditangannya. Dia bisa saja membunuhku. Dan perjanjian di antara kami hanya sebatas keuntungan masing-masing. Aku memberikan mawar hitam untuk nya, kemudian dia tidak akan memasukkan diriku ke penjara. Ketika itu dia tidak menyebutkan tidak akan membunuhku, bukan?"
Sambil bicara sendiri, ia terus mengacak-acak lemarinya karena tidak kunjung menemukan barang yang ia cari. Ia pun mengeluarkan semua isi dalam lemari satu persatu.
"Di mana jepitan itu?"
Semakin lama Chandi semakin panik karena tak menemukan barang yang paling berharga di hidupnya. Jika sampai jepit rambut itu hilang, maka ia akan merasa kehilangan hidupnya. Tapi tak lama kemudian ia berhasil menemukan jepit rambut dengan giok biru berbentuk bunga teratai di atasnya. Chandi pun bernafas lega.
"Aku harus segera pergi sebelum Pangeran Xiendra membunuhku." Chandi menarik penutup jubah ke atas kepalanya hingga menutupi sebagian wajahnya. Kini ia terlihat seperti wanita misterius.
Sedangkan di tempat lain, Pangeran Xiendra, Kaisar, Erlanh, serta penasihat kerajaan baru selesai rapat. Mereka rapat berjam-jam membahas soal tanda-tanda kerajaan Rahanus mulai mengusik Kerajaan Alrancus. Mereka membahas solusi yang paling tepat yang tidak memperparah kondisi hubungan antara dua kerajaan ini.
"Ayah, aku akan kembali ke istana Pangeran," ucap Pangeran Xiendra sambil membungkuk.
Kaisar Ariga mengangguk. "Jangan lupa siapkan hadiah untuk ibumu pekan depan."
Pangeran Xiendra mengangguk lagi kemudian berjalan pergi meninggalkan ruang rapat. Pangeran Xiendra langsung keluar dari istana utama menuju istana Pangeran. Ia ingin menemui Chandi untuk berbicara soal Liam.
Sesampainya di istana Pangeran, Pangeran Xiendra langsung menghampiri pintu kamar Chandi. "Chandi."
Beberapa detik menunggu jawaban, Chandi tak kunjung menjawab. Sekali lagi Pangeran Xiendra memanggil nama Chandi akan tetapi Chandi tak menjawab juga. Tanpa menunggu lagi, Pangeran Xiendra membuka pintu kamar Chandi. Mata Pangeran Xiendra menyipit begitu melihat kamar Chandi yang acak-acakan. Baju-baju hitam Chandi berserakan di lantai.
Pangeran Xiendra keluar kamar Chandi kemudian mengetuk pintu kamar Putri Xianna. Tak lama kemudian Putri Xianna membukakan pintu untuk kakaknya.
"Ada apa, Kak?" tanya Putri Xianna yang sudah mengganti pakaian dengan gaun tidur.
"Di mana Chandi?" tanya Pangeran Xiendra tegas.
Putri Xianna mengerutkan dagu. "Dia tidak ada bersamaku. Sejak tadi sore dia mengurung diri di kamar setelah menangis."
Alis Pangeran Xiendra berkerut. "Menangis?"
Putri Xianna mengangguk. "Tadi kami mengobrol tentang Putri Yufari yang akan datang. Lalu dia kesal setelah aku mengatakan bahwa kau akan dijodohkan dengan Putri Yufari. Saat dia kesal, Drata menimpali. Drata berkata bahwa Chandi tidak pantas untukmu. Lalu Drata mengeluarkan seluruh kata-kata pedasnya." Ekspresi kesal Putri Xianna kembali lagi karena mengingat ucapan Drata sore tadi.
Alis Pangeran Xiendra kian mengerut. "Drata? Apa yang dia ucapkan?"
"Drata berkata bahwa sebenarnya kau membuat Chandi berada di sisimu karena kau hanya penasaran pada identitasnya. Jika tidak, kau sudah memenjarakan dia atau bahkan mengusirnya dari istana. Dia juga mengatakan bahwa kau mulai curiga kalau dia utusan raja iblis. Jika benar Chandi adalah utusan raja iblis, kau pasti akan membunuhnya dengan tanganmu sendiri. Itulah yang Drata katakan. Kasar sekali bukan? Pasti Chandi sangat terluka. Tuduhan macam apa itu?"
Aura suram tiba-tiba terasa saat Pangeran Xiendra terdiam. Tangan Pangeran Xiendra terkepal kuat.
"Masuklah!" perintah Pangeran Xiendra pada Putri Xianna. Walaupun sedang emosi, akan tetapi nada bicara Pangeran Xiendra masih tetap terdengar cukup lembut.
Tanpa disuruh dua kali, Putri Xianna langsung masuk dan menutup pintu.
Begitu pintu ditutup, Pangeran Xiendra berbalik badan. "Drata ...!" geram Pangeran Xiendra.* * * *
Bugh!
Tubuh Drata terlempar jauh dan berakhir menabrak pohon di belakangnya. Drata terbatuk-batuk. Satu pukulan Pangeran Xiendra terasa seperti dipukul oleh seratus prajurit.
Pangeran Xiendra berdiri di posisinya. Pandangan matanya menusuk tajam walaupun terhalang oleh penutup mata. Aura mematikan menguar, tanda bahwa Pangeran Xiendra sedang benar-benar marah.
"Pa-Pangeran, ada apa?" Drata masih tidak tahu apa salahnya. Pangeran Xiendra tiba-tiba mendatangi dirinya yang sedang menghirup udara segar lalu langsung melayangkan satu pukulan hebat.
"Mengapa kau bocorkan tentang kecurigaan kita?" tanya Pangeran Xiendra dingin.
Drata berhasil bangkit dan berdiri walaupun susah payah. "Ha-hamba, uhukh ...! Hamba pun tidak tahu mengapa hamba bisa berbicara seperti itu."
Pangeran Xiendra maju selangkah demi selangkah. Setiap langkah yang Pangeran Xiendra buat membuat Drata takut. "Kau tahu, karena ucapanmu itu, Chandi pergi meninggalkan istana."
Drata terkejut. "Apa? Pergi?"
Pada saat Pangeran Xiendra akan melayangkan pukulan kedua, Drata menghentikan Pangeran Xiendra. "Tunggu dulu Pangeran!"
Pangeran Xiendra berhenti, memberikan kesempatan untuk Drata berbicara.
"Hamba memang berbicara demikian. Akan tetapi apakah Chandi benar-benar pergi? Jika benar, bukankah itu menandakan bahwa Chandi benar-benar utusan Raja Iblis?" ucap Drata yang juga baru menyadari akan hal ini.
Pangeran Xiendra menarik tangannya kembali, urung menyerang Drata. Pangeran Xiendra pun setuju dengan ucapan Drata.
"Hamba mengatakan Anda telah curiga bahwa dia adalah utusan Raja Iblis, lalu Anda akan membunuhnya jika itu benar-benar terjadi. Dan dia benar-benar pergi sekarang. Bukankah itu tandanya dia benar-benar anak buah Raja Iblis lalu takut mati di tangan Anda, Pangeran" lanjut Drata.
Pangeran Xiendra mengangguk. "Kau benar. Itu artinya Chandi benar-benar anak buah Raja Iblis. Kalau begitu apakah Raja Iblis yang disegel oleh ayahku telah lepas? Dan gunung hutan hitam menjadi markasnya?"
Drata mengangguk. "Bisa jadi benar, Pangeran."
Pangeran Xiendra menghela nafas. "Kalau begitu tangkap Chandi sebelum gadis itu pergi jauh. Aku rasa dia masih belum jauh karena dia belum lama pergi."
Weleh weleh, semuanya karena Drata. Bener gak? Hehehe. Apakah benar Chandi anak buah iblis hitam? Dan apakah identitas Chandi yang sebenarnya akan terungkap? Tunggu episode selanjutnya ya. Hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora Gadungan Dan Pawangnya
Romansa(Bukan reinkarnasi, time travel, ataupun beda dimensi, tapi dijamin seru. Jangan cuma baca episode 1, lanjut baca sampai 10 episode. Klau tidak seru, saya relakan Anda pergi) 'Amora Gadungan' itulah julukan yang diberikan Pangeran Xiendra pada seora...