Manik merah semerah darah menatap matanya. Mata itu tak hanya memiliki manik yang merah, tapi juga seperti mata elang, sangat tajam. Chandi bahkan tak bisa berkedip walaupun hanya sekali. Ia seperti terhipnotis oleh mata itu. Dan tak hanya matanya yang tak bisa berkedip, seluruh tubuh Chandi pun tak bisa bergerak. Ia seperti patuh dalam dekapan Pangeran Xiendra.
Pangeran Xiendra terus menatap mata Chandi. Berusaha menembus sedalam-dalamnya untuk mengetahui siapa Chandi sebenarnya. Tapi tiba-tiba Pangeran Xiendra tersentak kaget.
Bagaimana tidak, manik mata Chandi yang hitam bulat tiba-tiba berubah menjadi biru dan mengeluarkan cahaya. Saking terkejutnya, Pangeran Xiendra melepas Chandi dan mundur.
"Kau ...."
Chandi langsung tersadar. Chandi memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa sakit dan sesak. Ia bahkan sampai meringis untuk menahan rasa sakit di dadanya. "Ada apa dengan diriku?"
Pangeran Xiendra menatap Chandi tanpa berkedip. Pangeran Xiendra masih dilanda rasa terkejut dan tak percaya.
Apa yang baru ia lihat dari mata Chandi sungguh sulit dipercaya. Mata biru langit, mata biru bercahaya itu hanya dimiliki oleh seorang Amora, penyihir suci yang lahir 500 tahun sekali. Ingat, 500 tahun sekali. Kelahiran Amora baru berlalu 48 tahun lalu, yakni saat kelahiran ibunya. Bagaimana bisa kini ada Amora lagi?
Chandi mendongak menatap Pangeran Xiendra. "Apa yang Anda lakukan pada hamba? Mengapa sekarang jantung hamba terasa sakit?"
Mendengar Chandi berbicara padanya, Pangeran Xiendra baru tersadar dari rasa terkejut. "Ha? Oh. Aku tidak melakukan apapun." Pangeran Xiendra melangkah satu langkah mendekati Chandi. "Apakah kau seorang Amora?"
Chandi menatap Pangeran Xiendra. "Bagaimana Anda bisa tahu? Apakah aura kekuatan hamba menguar?"
Pangeran Xiendra membalas tatapan Chandi. "Matamu."
Chandi terkejut, ia langsung menutup matanya dengan telapak tangan. "Apa? Mata hamba berubah?"
Pangeran Xiendra menggeleng. "Tidak lagi. Tadi, hanya beberapa detik saja."
Chandi kembali membuka matanya. Tiba-tiba ia meraih tangan Pangeran Xiendra kemudian menggenggamnya erat. "Hamba mohon, Pangeran. Tolong rahasiakan ini dari siapapun. Jika Iblis hitam tahu bahwa hamba adalah Amora, mereka pasti akan mengincar nyawa hamba."
Pangeran Xiendra tak langsung menjawab. Sepertinya Pangeran Xiendra sedang menimbang-nimbang sesuatu. Tapi tak lama kemudian ia menjawab permintaan Chandi. "Baiklah."
* * * *
Setelah Pangeran Xiendra sudah tahu Chandi adalah seorang Amora yang sedang menyembunyikan diri, Pangeran Xiendra melepaskan Chandi, membiarkan Chandi kembali bersembunyi di gunung hutan hitam. Pangeran Xiendra cukup lega bahwa Chandi bukan orang jahat.
Setelah menempuh 10 hari perjalanan, akhirnya Chandi telah sampai di gunung hutan hitam. Ia sampai di tempatnya pada siang hari. Ia melihat ke sekeliling, tapi tak ada satupun anak buahnya. Padahal biasanya anak buahnya sering nongkrong di depan goa, mengobrol atau bercanda. Apakah kepergiannya membuat anak buahnya tak semangat hidup? Atau ... Oh tidak! Jangan-jangan ayahnya membunuh teman-temanya?
Chandi berlari mendekati goa. Akan tetapi belum sampai di depan goa, ia mendengar sesuatu yang sudah tidak aneh, yakni amukan ayahnya.
"Kalian harus mencari mawar hitam langka itu sampai ketemu! Jika tidak, aku akan benar-benar memenggal kepala kalian!"
Mati! Bagaimana jika nanti ayah menanyakan apakah aku berhasil merebut kembali mawar hitamku atau tidak? Aku harus jawab apa? Huhuhu ... tamatlah sudah.
Walaupun takut, tapi mau tak mau ia harus tetap menemui ayahnya. Akan tetapi baru sampai di depan goa, Chandi sudah dibuat bergidik ngeri oleh aura yang kuat. Ia bisa merasakan aura dingin, marah, dan khawatir dari dalam sana. Chandi berpikir keras agar nanti ayahnya tak marah padanya.
Chandi menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sesuatu. Di sebelah kiri, ia melihat ada bekas api unggun. Sepertinya tadi malam anak buahnya nongkrong di depan goa dan menyalakan api. Melihat bekas api unggun itu, akhirnya ia menemukan sebuah ide.
Chandi menghampiri bekas api unggun dengan hati-hati agar tak menimbulkan suara. Dia tatap abu dan arangnya, kamudian ia menyeringai. "Hehehe."
"Tapi Tuan, kami sudah mencarinya ke semua tempat. Tak ada lagi bunga mawar hitam langka itu," ucap Harlos memberanikan diri untuk bicara.
Ia, Zamon, dan Ryuni memang sudah mencari ke berbagai tempat, akan tetapi masih belum bisa menemukan bunga mawar hitam langka itu. Mawar hitam saja sudah sangat langka, ini harus mencari bunga mawar hitam langka. Rasanya ingin mati saja.
"Arg!"
Harlos, Zamon dan Ryuni menutup mata mereka dan semakin membungkuk saat lagi-lagi tuan mereka memecahkan bongkahan batu besar. Jika terus begini lama kelamaan batu-batu besar yang seding mereka gunakan sebagai tempat duduk jadi habis semua.
"Ini tidak boleh terjadi. Aku tidak ingin terjadi apa-apa pada Chandi." Tuan mereka sudah mencoba untuk mengatur emosi tapi tidak bisa. Pria itu khawatir pada Chandi tapi juga marah pada gadis itu. Bisa-bisanya putrinya itu kehilangan bunga mawar hitamnya.
"Argh!" Sekali lagi bongkahan batu besar belah menjadi beberapa bagian hanya karena satu pukulan.
Di saat pria itu mengamuk, tiba-tiba pria itu berhenti. Mata yang keseluruhannya hitam dengan titik merah di tengah melirik pada mulut goa. Di sana ada seorang gadis yang berjalan masuk. Tak salah lagi jika gadis itu adalah Chandi, putrinya.
"Chandi!" sentaknya. Sontak anak buah putrinya juga menoleh ke belakang.
Chandi yang baru saja masuk langsung berhenti di tempat. Bibirnya menekuk ke bawah, ingin menangis karena dibentak ayahnya. Tapi kemudian ia membuka penutup kepalanya. "Ayah."
Mata ayahnya langsung membulat, begitu pula dengan anak buahnya. "Chandi?" "Ketua?" Ayah dan anak buahnya berucap bersamaan.
Tuan besar langsung berdiri, menuruni batu besar yang menjadi singgasananya. Tuan besar berjalan menghampiri Chandi. Begitu berhadapan dengan putrinya, Tuan Besar meraih dagu Chandi kemudian ditolehkan ke kiri dan ke kanan. "Apa yang terjadi padamu?"
Tiba-tiba Chandi memeluk ayahnya. "Ayah, maafkan aku yang sudah tidak cantik lagi. Huhuhu, demi merebut bunga mawar hitamku, aku melewati banyak rintangan dan hari-hari yang mengerikan. Huhuhu, ayah maafkan aku."
Ketika anak buah Chandi berdiri semua. Mereka juga terkejut dengan kondisi ketua mereka yang sangat menyedihkan. Penuh abu dan hitam-hitam.
Tuan Besar mendorong bahu Chandi pelan agar bisa melihat wajah putrinya. Tiba-tiba sudut bibir Tuan Besar pun ikut turun. "Oh sayangku. Ada apa dengan wajah putriku yang malang ini. Cup cup cup, sayang. Kasihan sekali dirimu."
Harlos, Zamon, dan Ryuni menghela nafas lega. Tuan Besar mereka sudah masuk mode aman. Jika sudah sama-sama lebay seperti Chandi, itu artinya Tuan Besar mereka tidak terlalu berbahaya seperti tadi.
Dan inilah Tuan Besar mereka, sangat sangar, kejam, dan menakutkan. Akan tetapi ketika sudah bersama Chandi, Tuan Besar mereka akan berubah menjadi ayah yang lembut, penyayang, dan suka memanjakan putrinya. Tentu saja sikap ayah yang baik ini hanya ditunjukkan pada Chandi seorang.
"Apakah kau berhasil merebut bunga mawar hitammu kembali?"
Glek. Pada akhirnya bunga mawar hitam tetap lebih penting dari pada wajahnya yang menghitam.
Mati aku.
Sia-sia sudah Chandi sandiwara bahkan sampai moles abu dan arang ke wajah cantiknya. Toh ayahnya tetep nanyain mawar hitam. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Hehe, tunggu episode selanjutnya ya.
(Penting ⚠️) Karena besok Sely pergi jalan-jalan dan sibuk, jadi besok gak up ya. Ganti sama hari Sabtu. Jadi sabtu yang biasanya libur, untuk minggu ini up karena menggantikan hari Jum'at. Mohon ditunggu ya. Love you ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora Gadungan Dan Pawangnya
Romance(Bukan reinkarnasi, time travel, ataupun beda dimensi, tapi dijamin seru. Jangan cuma baca episode 1, lanjut baca sampai 10 episode. Klau tidak seru, saya relakan Anda pergi) 'Amora Gadungan' itulah julukan yang diberikan Pangeran Xiendra pada seora...