Mengejar Sampai Istana

1.6K 181 13
                                    

Kabar kepulangan Pangeran Xiendra dan rombongan dari gunung hutan hitam telah menyebar ke seluruh penjuru kerajaan. Keberhasilan Pangeran Xiendra membawa pulang mawar hitam langka membawa kebahagiaan pada seluruh anggota keluarga istana serta rakyat. Akhirnya setelah satu tahun mengidap penyakit aneh, Putri Xianna akan segera kembali sembuh setelah meminum air rendaman mawar hitam.

Kedatangan Pangeran Xiendra disambut meriah oleh para bangsawan dan keluarga istana. Tak luput juga ada beberapa warga sekitar yang ikut menyambut di depan gerbang masuk. Mereka menaburkan kelopak bunga di sepanjang jalan serta melemparkan kelopak bunga ke udara kala Pangeran Xiendra melewati mereka. Ya, penyambutan Pangeran Xiendra sudah seperti kepulangan dari medan tempur.

"Putraku!" Permaisuri Sharma berlari menghampiri Pangeran Xiendra yang baru saja memasuki gerbang istana. Melihat itu, Kaisar Ariga hanya bisa geleng-geleng kepala. Sejak dulu sampai sekarang, Permaisuri tercintanya itu masih saja hobi berlarian.

Pangeran Xiendra turun dari kuda dengan gagahnya. Kuda hitam Pangeran Xiendra langsung diambil alih oleh pengurus kuda istana. Begitu menginjak tanah, Permaisuri Sharma langsung memeluk putranya.

"Xiendra, kau tahu ibu sangat merindukanmu." Permaisuri Sharma memeluk dengan sangat erat.

Pangeran Xiendra balas memeluk ibunya sebentar sebelum kemudian berusaha melepaskan pelukan ibunya itu. "Aku hanya pergi 25 hari, bukan 25 tahun."

Tak mau melepaskan pelukannya, Permaisuri Sharma semakin mengeratkan pelukannya. "Kau adalah putra kesayanganku. Saat kecil, aku menimangmu bersama ayahmu. Ku genggam tangan kecil nan lembut dan berdoa semoga kau bisa menggenggam dunia seperti aku menggenggam tanganmu. Ku besarkan kau dengan penuh kasih sayang. Satu detikpun aku tak bisa berpisah denganmu. Satu detik terasa satu tahun. Anakku, kau lah matahariku."

Pangeran Xiendra menghela nafas panjang. Sejak dulu ibunya memang tidak ada perubahan. Tak ada cara lain jika sudah begini, hanya ada satu solusi, yakni memanggil pawangnya.

Pangeran Xiendra menoleh pada Kaisar Ariga. Hanya dengan firasat, Kaisar Ariga tahu lirikan seperti apa yang Pangeran Xiendra tunjukkan padanya. Kaisar Ariga pun paham kemudian datang menghampiri istrinya.

"Permaisuri, biarkan putra kita istirahat dulu. Kasihan dia baru saja sampai," bujuk Kaisar Ariga pada istrinya.

Sebenarnya Permaisuri Sharma lebih suka dipanggil nama oleh Kaisar, akan tetapi di depan banyak orang, Kaisar Ariga tetap harus menyebutkan gelar kehormatan istrinya.

Sebelum istrinya menjadi-jadi, Kaisar Ariga meraih tangan Permaisuri Sharma kemudian menarik istrinya untuk berada di sampingnya. Setelah itu Kaisar Ariga tersebut pada putranya. "Xiendra, beristirahatlah terlebih dahulu sebelum melakukan pengobatan pada adikmu."

Pangeran Xiendra mengangguk. Sebelum pergi, Pangeran Xiendra membungkuk terlebih dahulu, memberikan hormat pada ayahnya.

"Yang Mulia, hamba masih merindukan Xiendra," ucap Permaisuri Sharma yang masih ingun memeluk putra sulungnya.

Kaisar tersenyum kemudian mengusap pipi Permaisuri Sharma. "Nanti ya. Kasihan dia ingin istirahat. Dia menghabiskan sepuluh hari perjalanan."

* * * *

Empat orang berpakaian serba hitam sedang berdiri di tengah kerumunan orang yang sedang berbelanja di pasar kota Balaqi, Alrancus. Di antara mereka berempat, ada seorang gadis berambut hitam panjang. Gadis itu tidak hanya memakai baju serba hitam, melainkan jubah hitam dengan penutup kepala.

Kehadiran mereka berempat sebenarnya cukup menarik perhatian, akan tetapi warga kota sudah terbiasa melihat orang berjubah hitam. Biasanya orang berpakaian serba hitam adalah utusan Pangeran Xiendra untuk melihat kondisi pasar.

"Ketua, sepertinya rombongan Pangeran itu sudah sampai di istana. Bagaimana ini, Ketua? Kita sudah tidak memiliki kesempatan untuk merebut kembali bunga mawar hitam Anda. Tidak mungkin kita bisa menyusup ke istana," ucap Zamon sambil melihat ke sekeliling. Bicaranya sedikit pelan karena khawatir didengar oleh orang-orang sekitar.

Chandi masih berjalan santai. Ia tidak bisa berjalan cepat lagi karena kakinya pegal setelah mengikuti rombongan prajurit Pangeran secara diam-diam. Sudah sepuluh hari mereka melakukan perjalanan tanpa banyak persiapan. Baru tadilah mereka mengisi perut mereka sampai kenyang. Karena mereka mengisi perut terlebih dahulu, mereka kehilangan jejak rombongan Pangeran Xiendra dan berakhir tersesat di kota Balaqi.

Karena Chandi tak kunjung menjawab, Ryuni maju selangkah lebih cepat agar bisa sejajar dengan Chandi. "Ketua, apakah Anda ada rencana? Jika tidak ada, lebih baik kita segera kembali. Jika tuan tahu Anda turun dari gunung, tuan bisa marah besar."

Chandi menoleh kemudian tersenyum. "Mana mungkin Ayah membunuhku, kan?"

Ryuni menelan ludah. Ketuanya ini memang tidak pernah takut pada apapun. "Ketua mungkin tidak akan dibunuh, tapi kami."

Chandi terkekeh. "Tidak mungkin. Aku akan sedih jika kehilangan kalian, jadi tidak mungkin ayah membunuh kalian juga. Mungkin hanya mendapatkan beberapa memar dan luka. Santai saja."

Ryuni, Zamon, dan Harlos saling berpandangan. Ketua mereka ini seperti psikopat saja. 'hanya' memar dan luka? Santai saja? Oh, mana mungkin mereka bisa santai jika luka dan memar itu bisa membuat mereka serasa ingin mati saja.

Chandi berhenti tiba-tiba kemudian berbalik kebelakang untuk berbicara pada anak buahnya. "Kalian pulanglah. Jaga mawar hitam lainnya dan juga mawar merah yang biasanya aku petik. Jika di gunung tidak ada siapa-siapa, ayahku akan cepat mengetahui bahwa aku tidak ada."

"Lalu bagaimana dengan Anda, Ketua?" tanya Harlos.

Chandi menyengir lebar. "Masuk ke dalam istana dengan caraku sendiri. Kalian tahukan kehebatanku seperti apa? Hehehe."

* * * *

Pada malam harinya, suasana istana sangat sepi karena hampir semua penghuni istana sudah tidur kecuali para penjaga yang berjaga malam. Beberapa kamar sudah memadamkan lampu sehingga istana sedikit gelap.

Srak. Semak-semak di dekat benteng istana bergoyang. Seseorang baru saja bersembunyi di sana. Orang tersebut berpakaian serba hitam serta memakai cadar hitam. Orang tersebut adalah Chandi. Mata Chandi melirik ke sana kemari dengan cepat, mengamati situasi di sekitar tempat ia bersembunyi.

Saat ia mendongak ke atas. Gila! Prajurit semua!

Chandi menjerit dalam hati. Bagaimana tidak, di atas benteng istana, para prajurit berdiri gagah dan selalu siap siaga menjaga setiap sudut. Melihat itu nyalinya menjadi ciut.

Bagaimana cara aku menyelinap masuk jika semua sudut dijaga seperti ini?

Tak lama kemudian Chandi menggeleng. Tidak, tidak. Aku tidak bisa menyerah begitu saja. Jika aku tidak berhasil merebut mawar hitamku, maka perjalananku sepuluh hari ini akan sia-sia.

Dan ia langsung menyeringai sambil mengeluarkan sebuah kantung serbuk dari saku jubahnya. "Hehehe, menggunakan sedikit jurusku tidak apa-apa, kan?"

Dengan sekali jentik, sebuah api muncul dari jari Chandi. Api tersebut langsung digunakan untuk membakar kantung hitam berisi serbuk aneh. Setelah terbakar, tercium aroma wangi yang memabukkan. Asapnya langsung menyebar ke segala arah. Tak lama kemudian terdengar suara yang cukup keras. Saat dilihat ke atas, satu-persatu prajurit mulai ambruk pingsan.

Hehehe, maafkan aku ya

Hehehe, gimana nih kalau Chandi sempet ketahuan sama Pangeran Xiendra? Atau sama Kaisar Ariga? Apa Chandi bakal berhasil rebut kembali mawar hitamnya? Tunggu episode selanjutnya ya. Hehehe

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang