Ternyata Punya Malu

1.1K 162 38
                                    

"Chandi!" Pangeran Xiendra langsung bersimpuh dan mengangkat kepala Chandi. Pangeran Xiendra menyapa kening Chandi dan ternyata demam tinggi. "Dia demam lagi."

Drata berkedip berkali-kali. Ia menyesal karena tidak mempercayai ucapan Chandi tadi. Habislah sudah, Pangeran Xiendra pasti akan marah besar padanya. "Di-dia demam? Hamba tidak tahu-"

Pangeran Xiendra menoleh pada Drata yang berjongkok di depannya. "Mengapa kau membawa dia keluar? Dia baru saja siuman, kondisi tubuhnya masih sangat lemah." Ada nada khawatir dan juga marah. Jelas Pangeran Xiendra marah pada Drata saat ini.

Putri Yufari berdiri di belakang Pangeran Xiendra. Ia merasa heran mengapa Pangeran Xiendra begitu peduli bahkan sangat khawatir pada Chandi. Dan mengapa harus Pangeran Xiendra yang mengambil alih Chandi? Padahal Pangeran Xiendra bisa memerintah Drata untuk mengangkat tubuh Chandi dan membawanya ke rumah pengobatan. Lagi pula 'katanya' Chandi adalah kekasih Drata.

"A-ampun Pangeran. Hamba pikir dia bersandiwara," ucap Drata takut.

Pangeran Xiendra langsung membawa Chandi ke dalam gendongannya kemudian bangkit. Pada saat itu Putri Yufari menunjuk ke arah rumah pengobatan yang terletak di depan istana permaisuri yang sudah lama tak terpakai.

"Mari bawa ke rumah-"

Akan tetapi ucapan Putri Yufari berhenti karena ternyata Pangeran Xiendra berbalik ke istana Pangeran. "Cepat panggil tabib istana!" perintah Pangeran Xiendra pada Drata.

Drata langsung membungkuk. "Baik, Pangeran."

* * * *

"Hamba sudah meracik ramuan untuk demamnya, setelah Chandi siuman, dia bisa meminumnya langsung. Setelah minum obat, Chandi jangan terlalu banyak bergerak. Luka di tangannya rentan terbuka kembali dan juga kondisi tubuhnya masih sangat lemah. Khawatirnya jika kelelahan demamnya akan kembali tinggi." Tabib istana menjelaskan kondisi Chandi pada Pangeran Xiendra yang berdiri di samping ranjang.

Sedangkan Drata dan Putri Yufari berdiri di dekat pintu. Mereka juga mendengarkan kondisi Chandi saat ini.

Pangeran Xiendra mengangguk. "Kau boleh pergi."

Tabib istana itu langsung membungkuk. "Baik, Pangeran. Hamba permisi."

"Kalian juga pergilah," ucap Pangeran Xiendra pada Drata dan juga Putri Yufari.

Putri Yufari tersenyum. "Hamba juga akan menemani Chandi, Pangeran."

Pangeran Xiendra menoleh. Jika Pangeran Xiendra menoleh di saat perintahnya tidak diindahkan, itu tandanya Pangeran Xiendra sedang kesal pada orang itu. Akan tetapi sepertinya Putri Yufari masin tidak mengetahui akan hal itu.

"Kau memaksa tinggal di istana Pangeran dengan dalih ingin sering bermain dengan Putri Xianna. Tapi yang aku lihat, sejak tinggal di sini kau tidak mengajaknya bermain sama sekali. Dia malah sibuk bermain, makan, dan rebahan di kamarnya sendiri."

Putri Yufari meneguk ludah susah payah. Ucapan Pangeran Xiendra tadi adalah sebuah sindiran untuknya. Dari pada membuat Pangeran Xiendra kesal, Putri Yufari pun segera undur diri. "Kalau begitu hamba akan pergi menemani Putri Xianna."

Drata pun ikut pamit karena dirinya adalah pengawal pribadi Putri Xianna. Karena kondisi Chandi sudah membaik, dan Pangeran Xiendra sepertinya sudah tidak membutuhkan dirinya untuk berjaga, jadi dia harus kembali ke pekerjaan yang sesungguhnya.

Setelah Drata dan Putri Yufari pergi, Pangeran Xiendra duduk di samping ranjang. Pangeran Xiendra menghela nafas berat. "Merepotkan."

Sekitar lima menit kemudian, Chandi kembali siuman. Pangeran Xiendra masih berada di posisi tanpa mengeluarkan ekspresi apapun ataupun mengatakan sesuatu seperti 'kau sudah siuman?'. Menurutnya kata-kata itu aneh sekali. Sudah melihat orangnya siuman, masih saja bertanya. Maaf, dia orang pintar, tidak membuang kata-kata.

Chandi mengurut pelan pelipisnya sebelum akhirnya menoleh. Begitu melihat wajah Pangeran Xiendra, wajah Chandi langsung ceria. Senyumpun merekah di bibirnya yang pucat. "Ternyata ada untungnya juga hamba pingsan. Hehehe."

Pangeran Xiendra pikir sepertinya gadis ini kurang waras. Pingsan dan demam tinggi masih berkata untung. Tapi karena Chandi sedang sakit, ia tak ingin meladeni. Diraihnya mangkuk berisi air ramuan dari tabib beserta dengan sendoknya.

"Apa itu?" tanya Chandi padahal dia sudah tahu apa isi dalam mangkuk itu walau hanya mencium baunya. Bisa dibilang dia adalah master obat, jadi bisa tahu segala macam jenis obat dan juga racun.

"Penurun panas," jawab Pangeran Xiendra singkat.

Chandi menggeleng. "Tidak mau. Rasanya sangat pahit."

Pangeran Xiendra berdecak. Ia mengambil sesendok air ramuan berwarna hijau kekuningan itu. "Kau ingin demammu turun tidak?"

Chandi menggeleng lagi. "Beri tangga saja agar demamnya turun sendiri."

Pangeran Xiendra menarik nafas panjang, memejamkan mata frustrasi, kemudian membuka matanya kembali sembari menghembuskan nafas. "Cepat Chandi. Kau harus cepat sembuh agar tak merepotkan diriku."

Lagi-lagi Chandi menggeleng. "Hamba lebih suka sakit. Pangeran akan merawat hamba, menemani hamba, dan tidur di samping hamba. Hamba suka. Hehehe."

Tak ada cara lain, diam-diam Pangeran Xiendra membuat Chandi tidak bisa bergerak. Pada saat itu juga Pangeran Xiendra memaksa Chandi untuk meminum air ramuannya. Chandi yang dipaksa jelas tidak tinggal diam, tetapi ternyata kondisinya masih sangat lemah sehingga tidak bisa mengeluarkan kekuatan sedikitpun.

Pangeran Xiendra memegang pipi Chandi, menjepit kedua ujung bibir Chandi, kemudian membuat bibir Chandi terbuka. "Kau membuatku hilang kesabaran."

"Heeemph!" Chandi berusaha menutup mulutnya akan tetapi sia-sia. Masuklah beberapa sendok air ramuan itu pada mulutnya dan terpaksa ia telan. Kali ini menurutnya Pangeran Xiendra memang sangat kejam.

Begitu selesai, Chandi pun bisa bergerak kembali. Tak disangka oleh Pangeran Xiendra, Chandi bangkit dan langsung memukuli bahu serta lengannya. "Dasar Pangeran kejam! Ayah hamba saja tidak pernah memaksa hamba minum obat dengan cara kasar! Akan hamba adukkan pada ayah hamba!"

Pangeran Xiendra tak melawan karena pukulan Chandi tak berasa apa-apa, malah seperti pukulan manja yang menggemaskan. Akan tetapi walaupun tak berasa, jika terus menerus pasti membuat tak nyaman. Pada akhirnya Pangeran Xiendra mencekal kedua tangan Chandi.

Pada saat itu kebetulan tubuh Chandi tak seimbang sehingga akhirnya jatuh ke pangkuan Pangeran Xiendra. (Yah, seperti yang Anda lihat di drama-drama 🤭). Refleks Pangeran Xiendra langsung memeluk Chandi agar tidak jatuh ke lantai.

Pangeran Xiendra diam mematung, menatap mata Chandi yang begitu dekat dengan matanya, bahkan nafas Chandi pun menggelitik hidungnya.

Ya Tuhan! Aku begitu dekat dengan Pangeran Xiendra? Mana aku belum menggosok gigi. Bagaimana jika jigongku bau?

Glek. Pangeran Xiendra menelan ludahnya hingga jakunnya bergerak jelas. Yang duluan berkedip juga Pangeran Xiendra, setelah itu Pangeran Xiendra berdeham. "Ehm."

Chandi sadar dan langsung mundur dibantu oleh Pangeran Xiendra. Setelah duduk dengan benar, Chandi langsung mengembangkan senyum terlebar yang ia punya. "Hehe, tadi romantis, kan?"

Sebenarnya Chandi pun gugup dan salah tingkah, akan tetapi ia mencoba menutupinya dengan tingkah lucunya agar suasana tidak canggung.

Tanpa menanggapi Chandi, Pangeran Xiendra berdiri. "Istirahatlah. Jangan keluar kamar dan jangan banyak gerak. Aku ada urusan." Dan tanpa menunggu tanggapan dari Chandi, ia langsung pergi meninggalkan kamar.

Begitu Pangeran Xiendra pergi, Chandi tiba-tiba berdiri di atas tempat tidur lalu lompat-lompat kegirangan. Akan tetapi tiba-tiba .... Cklek.

"Aku bilang jangan banyak gerak!" Ternyata Pangeran Xiendra belum benar-benar pergi.

Chandi langsung menciut bak kucing yang dimarahi karena mencuri ikan. Takut-takut Chandi kembali berbaring. Matanya terus menatap Pangeran Xiendra yang mengawasi pergerakkan dirinya dari ambang pintu. Ia tidak menyadari bahwa wajah takutnya benar-benar menggemaskan.

Masih dengan ekspresi yang sama dan masih menatap Pangeran Xiendra ia menarik selimut secara perlahan. Dalam hitungan ketiga ... set ... Chandi menarik cepat hingga selimut menutupi wajahnya.

Huhu, malu.

Eh eh, ternyata punya malu juga ya si Chandi. Hahahaha. Gimana? Mau lanjut apa enggak nih?

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang