Menyelamatkan Putri Yufari

1.2K 155 2
                                    

Chandi baru bisa beristirahat setelah merasa sudah cukup jauh dari istana Alrancus. Sungguh sangat sulit untuk bisa melarikan diri dari penjagaan yang sangat ketat. Walaupun sulit, ia masih bersyukur karena Pangeran Xiendra tak tahu bahwa ia melarikan diri.

Karena terlalu lelah, ia memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon.

"Malam-malam begini mana ada kereta kuda yang lewat. Penyewa kuda pun tak akan ada yang terjaga di jam seperti ini. Besok saja aku mencari kereta kudanya."

Chandi memijat kakinya yang terasa pegal. Seandainya ia bisa menggunakan kekuatannya, ia tak perlu berjalan seperti ini. Jika ia menggunakan kekuatannya secara berlebihan, ia yakin ayahnya pasti akan marah. Saat menggunakan kekuatan di istana Alrancus saja tanpa sepengetahuan ayahnya. Jika ayahnya tahu ... Entahlah.

Klotak klotak klotak

Chandi yang baru saja menyandarkan punggung ke batang pohon kembali duduk tegak. Wajahnya terlihat bersemangat saat mendengar suara langkah kaki kuda. Ia menoleh ke kanan, ternyata tak jauh dari tempatnya beristirahat ada beberapa orang yang mengawal kereta kuda. Mereka membawa obor dan berseragam lengkap.

"Apakah aku bisa menumpang?" tanyanya pada diri sendiri.

Saat akan bangkit, ia melihat beberapa orang bertopeng hitam menghadang rombongan yang akan lewat itu. Orang-orang tersebut membawa golok dan celurit. Dilihat dari penampilan dan benda tajam yang dibawa, sepertinya orang-orang itu adalah perampok.

"Akh!" Terdengar suara menjerit dari dalam kereta kuda.

Mendengar jeritan orang ketakutan, Chandi malah mencebikkan bibirnya. Akh! Tidak! Aku takut! Hahaha takut sekali. Chandi meludah kesamping. Ciuh, lebay sekali.

"Hai! Siapa kalian! Jangan menghalangi jalan kami," ucap seorang pria di atas kuda yang memiliki tubuh paling tegap dan gagah.

Perampok ditanya, aneh sekali.

Chandi terus berkomentar sambil menantikan aksi selanjutnya.

"Jangan banyak bertanya. Serahkan harta kalian, atau nyawa kalian melayang!" Salah satu dari perampok itu menggertak. Tentu saja mereka pasti akan mengambil dua-duanya, baik nyawa ataupun harta.

Lagu lama. Dialog yang sudah ketinggalan zaman. Sok sekali.

"Akh!" Terdengar suara beberapa wanita menjerit lagi saat salah satu perampok membentak.

Malah memilih berteriak sok cantik. Harusnya hajar saja.

Chandi jadi geregetan sendiri. Ia sangat tidak suka pada wanita gemulai dan lemah lemas.

"Kalian ingin merampok? Jangan mimpi!" Pria di atas kuda yang memimpin pasukan itu langsung menyerang dan diikuti oleh prajurit lainnya.

Akhirnya pertarungan pun terjadi. Ternyata pertarungan terjadi cukup sengit karena perampok itu sangat ahli dalam bela diri. Beberapa pria yang diduga adalah rombongan prajurit kewalahan melawan beberapa perampok itu. Ditambah lagi jeritan-jeritan berisik dari dalam kereta kuda.

Beberapa menit bertarung, akhirnya pertarungan dimenangkan oleh para perampok. Jeritan-jeritan terdengar semakin histeris saat para perampok itu mulai menggeledah kereta kuda.

"Wah, ternyata ada seorang gadis cantik," ucap salah satu dari perampok itu yang menyeret seseorang dari dalam kereta kuda. Memang benar, gadis itu begitu cantik dengan bermacam hiasan yang menandakan bahwa ia adalah seorang bangsawaan atau warga istana.

"Ka-kalian mau apa? Aku Putri Yufari dari kerajaan Chaulus. Kalian pasti akan menyesal jika berani menyakitiku." Putri Yufari berusaha mengancam para perampok walaupun ia sendiri sudah hampir mati ketakutan.

"Oh benarkah? Hahahaha, baguslah. Biar Chaulus tahu bahwa kerajaan Alrancus memiliki perampok hebat seperti kami."

Mendengar ucapan perampok yang tampaknya tak takut dengan kerajaan Chaulus membuat Putri Yufari menangis ketakutan.

"Lebih baik-"

"Hei! Lepaskan mereka, perampok kelas teri!"

Semua orang menoleh pada sumber suara melengking itu. Yang mereka lihat adalah seorang gadis berjubah hitam yang berdiri menantang tanpa rasa takut.

"Hahahaha, siapa yang datang ini? Gadis kecil?" Para perampok itu menertawakan Chandi. Melihat tubuh Chandi yang mungil, tentu saja mereka akan meremehkan kemampuan Chandi.

Chandi ikut tertawa, tawanya lebih keras dari perampok itu. "Wahahahahaha, lihat siapa ini? Duda tua bau tai?"

Ketua perampok yang menyandera Putri Yufari menjadi sangat marah. Ia melepaskan Putri Yufari kemudian bergerak ke arah Chandi. "Serang dia!"

Perkelahian berlanjut. Putri Yufari bersembunyi di balik kereta kuda dengan takut. Ia melihat Chandi bertarung melawan lebih dari 10 orang perampok. Chandi yang lincah berhasil melumpuhkan empat orang, akan tetapi sayangnya tetap saja ia kalah jumlah.

Pertarunganpun dimenangkan lagi oleh para perampok. Mereka membuat Chandi bertekuk lutut dengan tangan yang ditahan di belakang punggung.

Ketua perampok berjalan ke depan Chandi kemudian berjongkok. Ketua perampok itu meraih dagu Chandi kemudian mengangkat kepala Chandi agar bisa melihat wajah Chandi. Ketua perampok itu terkejut begitu melihat Chandi dari dekat. "Waw, ternyata gadis ini sangat cantik."

Bukannya takut, Chandi malah tersenyum. "Aku memang cantik, sangat cantik, kan?"

"Benar, kau sangat cantik. Bagaimana jika kami bermain-main dulu dengan dirimu?" tanya ketua perampok itu sambil mengedipkan sebelah mata.

Chandi kembali tersenyum. "Boleh, tapi lepaskan gadis tadi," ucap Chandi dengan suara yang lembut.

Ketua perampok itu tertawa. "Hmm, baik. Tapi kami tetap akan menyandera dia. Tapi tenang, kami tidak akan menyentuh nya."

Mendengar para perampok itu akan tetap menyandera dirinya, Putri Yufari mengendap-endap untuk kabur. Ia mengisyaratkan pada pelayannya untuk tidak ikut kabur. Jika ikut kabur, dapat dipastikan perampok itu akan tahu dan mereka akan dikejar lagi.

"Kalau begitu, ayo sayang-akh!" Ketua perampok itu berguling di tanah sambil memegangi area 'masa depannya'. Siapa sangka Chandi masih bisa menendang ketua perampok itu?

"Kau pikir semudah itu?" Chandi bahkan tak peduli jika dirinya akan mengalami celaka. Ia tidak bisa melawan karena dua orang menahan tangan dan badannya. Akan tetapi ia tidak sudi disentuh mesum oleh tua bangka dihadapannya. Oleh sebab itu menendang 'bagian' pria itu adalah jalan satu-satunya.

"Kurang ajar!" Ketua perampok itu bangkit walau sambil meringis menahan sakit. Ketua perampok itu melayangkan satu tamparan ke wajah Chandi. "Kau tidak bisa diberi kelembutan!"

Sudut bibir Chandi berdarah. Chandi menangis karena merasakan sakit disudut bibirnya. Ia memang pemberani dan tak pernah takut untuk bertarung. Akan tetapi ia anti mendapatkan rasa sakit. Oleh sebab itu, saat terluka karena pukulan Drata malam itu, ia menangis. Tangis itu bukan tangis pura-pura, tapi memang benar-benar menangis.

"Malah menangis, heh?" Ketua perampok itu berniat melepas tali jubah Chandi, akan tetapi sebelum tangannya berhasil meraih tali jubah yang Chandi kenakan, seseorang lebih dulu mencekal tangannya kemudian menendang dadanya hingga ia terpelanting jauh.

"Pangeran?"

Untung Pangeran Xiendra datang tepat waktu ya. Kalau tidak, entah bagaimana nasib Chandi kedepannya. Huhuhu, sampai jumpa di episode selanjutnya guys.

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang