Bukan Kanan, tapi Kiri

1.1K 161 15
                                    

"Demi melindungi dia, hamba mencari keberadaan Peramal Ramon. Hamba bertanya cara agar aura kekuatan Chandi bisa ditutupi. Peramal Ramon pun memberitahukan bahwa mawar hitam langka yang ada di lembah gunung hutan hitam bisa menutupi aura kekuatan Chandi. Peramal Ramon juga mengatakan bahwa hamba harus membuat jubah hitam dengan kekuatan iblis hitam untuk dijadikan sebagai pakaian Chandi. Dengan begitu akan semakin kuat penutup aura kekuatan Amora. Akan tetapi sayangnya mawar hitam yang dirawat Chandi yang mekar tahun ini telah diambil oleh Pangeran Xiendra, oleh sebab itu Chandi harus menunggu dua tahun lagi."

"Akhir-akhir ini penutup kekuatan Amora semakin melemah, sepertinya iblis naga biru yang dulu menginginkan Chandi telah mengetahui keberadaan Chandi," lanjut Haikal.

"Jadi kira-kira ke mana iblis naga biru membawa Chandi?" tanya Pangeran Xiendra

"Jika benar Naga Biru, kemungkinan Chaulus."

* * * *

Dalior baru kembali dari pasar terdekat. Ia membawakan gaun baru untuk Chandi. Dibawanya gaun berwarna hijau muda ke dalam kamar kemudian memberikan gaun itu untuk Chandi.

"Aku tidak tahu apakah ini pas untukmu dan apakah ini seleramu, akan tetapi jika dilihat dari mungilnya dirimu, aku rasa tidak akan terlalu jauh berbeda dengan ukuran tubuhmu."

Chandi menatap gaun hijau yang sangat cantik. Gaun itu pasti cukup mahal. Dalior telah mengeluarkan banyak uang untuk membeli gaun itu, tidak mungkin ia menolak padahal ia harus selalu memakai pakaian hitam.

Akhirnya ia menerima gaun yang diberikan oleh Dalior. "Terima kasih."

Dalior mengangguk. "Gantilah pakaianmu, aku akan keluar. Setelah berganti pakaian tidurlah dan istirahat. Besok aku akan antar dirimu pulang."

Chandi tersenyum manis. "Terima kasih, kau baik sekali."

Sesuai dengan apa yang dipinta oleh Dalior, selesai berganti pakaian, Chandi bergegas tidur. Perutnya sudah terasa kenyang, pakaian nyaman, tidurpun tentram.

Keesokan harinya, setelah sarapan, Chandi benar-benar diantar pulang oleh Dalior. Begitu keluar dari rumah kecil Dalior, Chandi baru mengetahui ternyata rumah Dalior berada di tengah-tengah hutan, sangat jauh dari pemukiman.

Sambil berjalan mengikuti langkah Dalior, Chandi memandangi gaun yang ia kenakan. Tempat tinggal Dalior jauh dari kota, berarti tadi malam Dalior berjalan jauh demi membelikan dirinya pakaian baru.

"Sekali lagi terima kasih."

Dalior menoleh ke belakang. Ia tersenyum. "Sejak tadi kau mengucapkan terima kasih. Aku bilang tak apa. Aku ikhlas menolong mu."

Chandi tersenyum senang. Dalior benar-benar orang yang baik. Kemudian ia mengingat sesuatu. "Oh ya, bukankah kau ini kakak angkatnya Liam? Lalu mengapa aku tidak menemukan barang-barang Liam di rumah tadi?"

Dalior menghela nafas. "Dia tidak pernah tinggal di rumah. Dia tinggal di asrama akademi militer. Sesekali dia datang untuk melihat kondisiku atau sekedar ingin mengobrol."

Sepanjang perjalanan mereka terus berbincang-bincang. Ternyata Dalior adalah orang yang ramah dan asik diajak mengobrol. Sesekali pria itu mengeluarkan lelucon yang membuat Chandi tertawa. Kini Chandi mengerti mengapa Liam sangat dekat dengan pria berambut perak ini, yakni selera humor yang sama seperti mereka.

Mereka terus mengobrol hingga sampai di dekat sungai. Ada dua jalan di sana, arah kiri dan kanan. Dengan santainya Dalior memimpin jalan ke sebelah kanan, akan tetapi suara seseorang membuat langkah Dalior dan Chandi berhenti.

"Kakak?"

Siapa lagi yang memanggil Dalior dengan sebutan 'kakak' selain Liam? Tangan Dalior terkepal kuat ketika itu, tapi kemudian ia menghela nafas lalu memasang senyum lebar sebelum berbalik.

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang