Keindahan di Balik Yang Seram

1.1K 178 16
                                    

Setelah menempuh beberapa jam, akhirnya Chandi dan yang lainnya tiba di depan goa tempat tinggal Chandi dan anak buahnya. Putri Xianna terperangah melihat keindahan di sekitar goa. Tempatnya terang, bersih dari rumput dan kotoran, serta asri karena ditanami bermacam-macam bunga. Putri Xianna tak menyangka bahwa ada tempat indah dan bersih di balik hutan menyeramkan tadi.

Setelah sampai di depan goa, Pangeran Xiendra baru bisa lepas dari cekalan dua gadis yang penakut. Rasanya lega karena bisa bebas bergerak. Dan sama seperti Putri Xianna, Pangeran Xiendra juga mengamati sekitar.

"Jadi kau tinggal di sini?" tanya Pangeran Xiendra pada Chandi.

Chandi mengangguk. "Hm. Indah dan nyaman, kan? Jauh dari keramaian dan damai."

Selesai melihat luar goa, Chandi mengajak yang lain untuk melihat isi goa. Begitu masuk, Putri Xianna melongo, kali ini bukan karena kagum, tapi terkejut saja. Matanya melihat kasur yang dihamparkan di atas batu besar. Selain kasur itu, tak ada perabotan lain selain bongkahan batu besar dan bekas api unggun di tengah-tengah goa.

"Kau tidur di sini? Apakah nyaman? Apakah tidak kedinginan?" Putri Xianna tampak bersimpati. Bagaimana bisa Chandi tidur di goa seperti ini selama 19 tahun?

Chandi mengangguk. "Tapi hamba merasa nyaman. Lagi pula kami tidak pernah merasa kedinginan." Chandi menunjuk tempat tidurnya. "Hamba tidur di sana. Yang di sana Ryuni, ini Harlos, dan yang ini Zamon."

"Kalian tidur di ruang yang sama selama bertahun-tahun?" tanya Pangeran Xiendra.

Chandi mengangguk saja tanpa tahu apa yang dipikirkan oleh Pangeran Xiendra. Padahal Pangeran Xiendra berpikir tidak seharusnya perempuan dan laki-laki tidur di tempat yang sama, apalagi sudah sama-sama beranjak dewasa. Sayangnya Chandi tidak pernah berpikir demikian selama ini. Mungkin saja Chandi tak menganggap Zamon dan Harlos sebagai seorang pria.

"Lalu ke mana ayahmu?" tanya Pangeran Xiendra lagi.

Ah ya, Chandi baru menyadari bahwa ayahnya tidak ada. Chandi berbalik, menatap anak buahnya satu persatu. "Kemana Tuan Besar pergi? Tadi aku merasa dia ada di sini."

"Tuan Besar langsung pergi begitu tahu Anda akan datang bersama Pangeran Xiendra," jawab Harlos.

Pangeran Xiendra mengamati sekitar. Ia berpikir mengapa ayahnya Chandi seolah-olah melarikan diri saat tahu dirinya datang?

Pandangan Pangeran Xiendra kemudian berhenti pada bekas api unggun. Beberapa detik mengamati dari kejauhan, Pangeran Xiendra pun melangkah mendekati api unggun.

Pangeran Xiendra berjongkok, menyentuh abunya. "Api abadi iblis hitam?" Pangeran Xiendra mendongak, langsung menatap Chandi yang berdiri dengan wajah polos. "Siapa yang membuat api unggun ini?"

"Ayah hamba," jawab Chandi jujur saja.

Kini pikiran Pangeran Xiendra berkecamuk. Yang memiliki kekuatan untuk menciptakan api abadi hanyalah Raja Iblis ataupun iblis hitam yang kekuatannya menandingi kekuatan Raja Iblis. Jika yang membuat api unggun ini adalah ayahnya Chandi, dapat dipastikan ayahnya Chandi adalah iblis hitam berkekuatan besar. Jika benar demikian, lalu mengapa bisa iblis hitam memiliki anak seorang Amora?

Lamunan Pangeran Xiendra kemudian buyar karena Putri Xianna mengajak pergi melihat matahari terbenam. Saat diperjalanan tadi, Chandi mengatakan bahwa di salah satu tempat di puncak gunung hutan hitam mereka bisa melihat matahari terbenam dengan sangat indah. Sepertinya Putri Xianna sudah tidak sabar.

"Baiklah, ayo!" Chandi langsung memimpin jalan dengan sangat semangat. Chandi sangat semangat memperkenalkan lingkungan tempat tinggalnya.

Mereka pun pergi menaiki bukit di puncak gunung. Sepanjang perjalanan yang mereka lihat adalah pepohonan yang berjajar rapi. Sepertinya dulunya pohon-pohon itu ditanam dengan rapi oleh seseorang.

Walaupun perjalanan mereka sempat terhambat oleh kabut dan suhu dingin yang menusuk tulang, akan tetapi semua terbayar setelah mereka berhasil berada di puncak bukit. Seperti sebuah keajaiban, kabut-kabut berada di bawah mereka. Entah awan entah kabut, yang jelas kabut atau awan itu tak menghalangi panorama di depan mereka, panorama yang sangat indah.

Chandi membiarkan tamu-tamunya melihat ke sekeliling, sedangkan ia memilih duduk di batu yang biasanya menjadi tempat ia duduk. Matanya hanya fokus pada satu, yakni sang surya yang terlihat mulai memerah.

Putri Xianna terkagum-kagum melihat keindahan alam yang baru kali ini lihat. Ia langsung menoleh pada Chandi setelah puas melihat-lihat. "Kau sangat beruntung Chandi. Kau bisa menikmati keindahan alam ini setiap hari."

"Ketua jarang sekali datang kemari," celetuk Zamon yang berdiri di belakang Chandi bersama dengan dua temannya.

Pangeran Xiendra menoleh, melihat Chandi yang sejak naik ke atas tak mengucapkan sepatah katapun. Pangeran Xiendra menyadari bahwa wajah Chandi tak seceria tadi. Wajahnya lebih tenang dan terlihat damai. Bahkan gadis itu tampak melamun sekarang.

"Kenapa? Bukankah sangat sayang melewatkan pemandangan seindah ini?" tanya Putri Xianna penasaran.

Ketiga anak buah Chandi langsung menunduk. Mereka tak mau menjawab pertanyaan Putri Xianna. Wajah mereka pun tampak sedikit sendu.

Hening beberapa saat, sampai kemudian Chandi bersuara. "Jika hamba melihat matahari terbenam, hamba merasa kehilangan matahari. Hamba tidak suka perasaan pada saat itu. Bagaimana jika hamba pun merasakan kehilangan matahari dalam hidup hamba?"

Tiba-tiba suasana menjadi sendu, seolah-olah semuanya merasakan perasaan Chandi saat ini. Termasuk Pangeran Xiendra yang ingin mendengar cerita Chandi selanjutnya.

"Matahari dalam hidup hamba adalah ayah, dan teman-teman hamba. Hamba tidak memiliki siapapun selain mereka. Hamba paling takut kehilangan mereka," lanjut Chandi.

"Memangnya ibumu ke mana?" tanya Putri Xianna yang terkenal memiliki rasa penasaran yang tinggi.

Chandi menggeleng sambil tersenyum, sedetikpun matanya tak pernah lepas dari matahari terbenam di depannya. "Tidak pernah sekalipun hamba melihatnya, merasakan pelukannya, ataupun kasih sayangnya. Ayah hamba bilang, ibu adalah orang tercantik yang pernah ada. Dia senyum secerah matahari, lembut seperti awan, gemerlap seperti bintang, putih seperti bulan, dan kasih sayangnya luas seperti langit biru."

Putri Xianna terharu, ia hampir meneteskan air mata. Betapa luar biasa ayahnya Chandi menggambarkan sosok ibu Chandi. Pasti ayahnya Chandi sangat mencintai istrinya.

"Jika hamba merindukan sosok ibu, hamba akan datang ketempat ini. Duduk seharian dari pagi hingga malam." Chandi tersenyum lagi, menatap matahari yang benar-benar akan tenggelam. "Hamba merasa melihat ibu. Dimulai dari matahari pagi yang cerah, awan yang menari tertiup angin, sampai kemudian malam berganti, hamba masih melihat ibu hamba. Bulan yang bersinar terang, gemerlap bintang, serta langit yang luas."

Chandi mengalihkan pandangannya pada Putri Xianna. "Tapi itu jarang sekali. Kehadiran ayah hamba, teman-teman hamba selalu menghibur hamba. Tak pernah hamba merasakan beban hidup saat bersama mereka. Walaupun ayah hamba terlihat kejam, namun dia sangat lembut dan perhatian. Hamba merasa ada sosok ibu padanya, jadi hamba jarang merindukan ibu hamba."

Putri Xianna datang pada Chandi kemudian memeluknya erat. "Kau begitu tegar, aku salut padamu."

Chandi tersenyum kemudian membalas pelukan Putri Xianna. "Sudah hampir malam, mari kembali ke goa. Kita bisa mati kedinginan di sini," ajak Chandi.

Mereka pun pergi turun. Dari belakang Chandi, Pangeran Xiendra memandangi Chandi diam-diam.

Jika benar ayahmu adalah iblis hitam, aku tak tahu apakah dia masih bisa menjadi mataharimu.

Pada malam itu mereka berakhir tidur di dalam goa tempat tinggal Chandi. Chandi dan Ryuni tidur di tempat tidur Chandi, Putri Xianna bersama Putri Yufari tidur di tempat tidur Ryuni, Zamon bersama Harlos di tempat Zamon, dan Pangeran Xiendra bersama dengan Drata di tempat Harlos. Malam itu mereka juga membuat api unggun, tak ada api unggun abadi buatan ayahnya Chandi.

Mau lanjut? Lanjut? Lanjutlah masa enggak 🤣.

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang