Hari sudah sore, matahari sebentar lagi akan terbenam. Di jendela salah satu kamar kediaman tamu, ada Chandi yang sedang duduk bertopang dagu, menatap langit kemerahan. Matanya memandang kosong, menandakan bahwa hatinya sedang tidak baik-baik saja.
Tadi siang dia tidak jadi menemani Pangeran Xiendra karena Pangeran Xiendra sibuk menyambut kedatangan Raja Elton dan rombongannya. Sebenarnya Pangeran Xiendra sudah memerintahkan dirinya untuk terus berada di samping pria itu, akan tetapi ia menolak dengan alasan sakit. Padahal sebenarnya yang sakit itu bukan fisiknya, melainkan hatinya.
Bagaimana tidak sakit, sejak mempersiapkan penyambutan, Pangeran Xiendra dan Putri Yufari terus bersama. Kemanapun Pangeran Xiendra pergi, Putri Yufari terus ada di samping Pangeran Xiendra. Di tambah lagi Pangeran Xiendra pun terlihat tidak risih jika Putri Yufari lengket padanya. Dengan begitu, Chandi merasa kehadirannya tidak diperlukan.
Chandi menghela nafas saat matahari sudah hampir terbenam sempurna. "Inikah yang namanya patah hati?" Chandi merasakan dadanya sesak, dan ada yang sangat sakit di dalam dadanya. Mungkin itulah yang namanya sakit hati.
Tapi Chandi tersenyum. "Tidak apa, aku kan masih memiliki pangeran penyelamat kedua."Walaupun tersenyum, namun air matanya malah mengalir. "Aku jadi merindukan ayah."
Chandi berdiri, berjalan menuju lemari pakaiannya. Kini lemarinya tidak lagi berisi pakaian dan jubah berwarna hitam. Pangeran Xiendra berkata bahwa selama di dalam istana dia bisa berpakaian selain warna hitam karena iblis hitam tidak bisa menembus dinding gaib yang dibuat oleh kakeknya dulu, yakni Ajoz, paman dari Permaisuri Sharma.
Di antara baju-baju barunya, Chandi mengambil jepit rambut giok biru berbentuk bunga teratai. Dia amati jepit rambut tersebut lalu tersenyum. "Ibu, aku merindukan ibu walaupun aku tidak pernah melihat rupamu. Dan setiap aku rindu pada ayah, aku juga akan melihat jepit rambut ini karena ayah yang memberikannya padaku."
Tak terasa air mata Chandi jatuh lagi. Katakan jika ia lebai, setiap kali merasa kecewa, sedih, ia akan langsung merindukan ibunya dan juga ayahnya. Berhubung sekarang Haikal jauh di gunung hutan hitam, ia hanya bisa melihat jepit rambut goik yang indah itu.
Tok tok tok
Suara ketukan di pintu membuat Chandi terkejut. Ia langsung menghapus air matanya. Ia mengantungi jepit rambut giok itu di gaun yang memiliki saku. "Masuk."
Ternyata yang datang adalah salah seorang pelayan. "Nona Chandi, Anda dipanggil oleh Pangeran Xiendra ke aula utama."
Chandi langsung mengangguk. "Baik, aku ke sana sekarang."
Sesampainya di aula utama, ternyata sudah banyak orang. Malam akan segera tiba sehingga semua orang sudah mempersiapkan acara. Di antara banyaknya orang, Chandi berusaha mencari keberadaan Pangeran Xiendra.
Tak membutuhkan waktu lama, ia berhasil menemukan posisi Pangeran Xiendra. Pangeran Xiendra sedang berdiri di depan sepasang suami istri yang cantik dan tampan. Siapa lagi kalau bukan Kaisar Ariga dan Permaisuri Sharma.
Chandi menghampiri Pangeran Xiendra. Begitu sampai, Chandi membungkuk hormat pada Kaisar dan Permaisuri. "Hormat hamba, Yang Mulia Kaisar negeri Alrancus, Permaisuri."
Permaisuri Sharma langsung tersenyum. "Kemana saja? Sudah lama tidak bertemu denganmu."
Chandi membalas senyum Permaisuri Sharma. "Maaf Permaisuri, hamba tidak kemana-mana. Hanya saja Permaisuri Sharma yang jarang sekali keluar dari istana Kaisar. Hehe."
Pangeran Xiendra menatap tajam pada Chandi. Bisa-bisanya Chandi berbicara santai seperti itu di depan ibunya, Permaisuri Alrancus.
Tidak di sangka, Permaisuri Sharma malah tertawa dengan jawaban Chandi. "Kau benar-benar menggemaskan. Sama seperti aku dulu. Ya, kan Yang Mulia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora Gadungan Dan Pawangnya
Romance(Bukan reinkarnasi, time travel, ataupun beda dimensi, tapi dijamin seru. Jangan cuma baca episode 1, lanjut baca sampai 10 episode. Klau tidak seru, saya relakan Anda pergi) 'Amora Gadungan' itulah julukan yang diberikan Pangeran Xiendra pada seora...