Restu Putri Xianna

1.3K 179 6
                                    

Tubuh Drata mulai memerah, seluruh ototnya menegang, urat-urat lehernya mengencang seolah-olah sebentar lagi akan putus semua. Telapak tangannya terkepal kuat, beberapa kali menyentak rantai seakan ingin memberontak. Pada detik-detik berikutnya, Drata memejamkan mata. Dan pada saat membuka matanya kembali, matanya berubah menjadi hitam seluruhnya dengan titik merah di tengah.

"Aaaargh!" Taring pun muncul saat Drata menggeram kencang. Pada saat bersamaan, semua rantai yang mengekang kaki dan tangannya putus secara bersamaan. Drata yang sesungguhnya pun telah kembali.

Kekuatan Drata adalah kekuatan bawaan bangsa iblis hitam. Tentu saja setelah kembali memiliki kekuatannya, jiwa iblis hitam kembali bangkit. Tanpa sadar Drata akan menyerang Pangeran Xiendra.

Sayangnya usaha Drata tidak berhasil karena lehernya diikat oleh kain putih yang dikendalikan oleh Pangeran Xiendra. Kain putih itu mengeluarkan cahaya dan mengekang Drata dengan sangat kuat. Merasa tak bebas, emosi Drata semakin tinggi. Titik merah di matanya mulai mengeluarkan cahaya bak sinar laser. Dia benar-benar mengamuk sekarang.

"Roaaar!" Drata meraung seperti dulu. Kini raungannya semakin menggelegar, tak lemah seperti dulu.

Pangeran Xiendra baru membuka matanya setelah yakin kain putihnya sudah sangat kuat untuk menahan Drata. Pangeran Xiendra menatap dalam pada mata Drata. "Kendalikan dirimu, Drata," pinta Pangeran Xiendra masih dengan nada rendah.

"Roaar!" Drata kembali meronta-ronta, seolah ingin menyerang Pangeran Xiendra.

Pangeran Xiendra menghela nafas. Jika Drata terus seperti ini, raungannya bisa terdengar sampai keluar. Belum lagi kemungkinan Drata akan sulit dikendalikan. Pangeran Xiendra pun memejamkan mata. Saat matanya kembali terbuka, mata Pangeran Xiendra menyala merah. Pada saat itu juga Pangeran Xiendra menatap tajam pada Drata.

"Kendalikan dirimu atau kau akan ku bunuh!" bentak Pangeran Xiendra hingga membuat Drata langsung terdiam.

Nafas Drata ngos-ngosan, akan tetapi semakin lama semakin tenang. Drata pun menarik nafas dalam dan memejamkan mata. Beberapa detik kemudian Drata kembali membuka mata. Matanya sudah kembali normal, bahkan taringnya menghilang. Perlahan-lahan tubuh Drata kembali seperti biasanya.

Drata bertekuk lulut di lantai, ia merasa lemas sekarang. Ia pun menunduk. "Maafkan hamba, Pangeran. Hamba pikir akan mudah untuk mengendalikan diri."

Pangeran Xiendra menutup kembali matanya dengan kain hitam. Setelah selesai mengikat, Pangeran Xiendra berbalik, menuju anak tangga. "Beristirahatlah. Kita bicarakan rencana kita besok."

Drata bangkit kemudian membungkuk. "Baik, Pangeran."

* * * *

Siang itu Chandi sedang menemani Putri Xianna bermain di pinggir danau teratai. Angin sepoi-sepoi yang menyejukkan telah mengalahkan panasnya terik matahari. Di pinggir danau teratai terasa sangat damai. Para prajurit penjaga berjaga dari tempat jauh, dan jarang pula orang yang berlalu lalang sehingga danau teratai sangat cocok dijadikan tempat bersantai ataupun menenangkan diri. Dan satu lagi yang membuat Chandi sangat menyukai tempat ini, yakni bunga teratai yang bermekaran di tengah danau dan kisah dari danau teratai ini.

Dari Putri Xianna, kini Chandi tahu bahwa danau teratai adalah danau yang spesial untuk Permaisuri Sharma. Dulu saat permaisuri Sharma masih menjadi selir, Permaisuri Sharma sering bermain di pinggiran danau teratai.

Bahkan pohon besar yang kini mereka jadikan tempat bersandar adalah pohon yang sering dipanjat oleh Permaisuri Sharma. Dan tak hanya menjadi tempat bermain, dulu saat Kaisar dan Permaisuri belum saling mencintai, Permaisuri Sharma sering membuat masalah. Dan Kaisar Ariga sering kali menemui Permaisuri Sharma di danau teratai ini.

Mendengar cerita tentang kisah Permaisuri Sharma dulu, Chandi tersenyum-senyum sendiri. Membayangkan betapa manisnya kisah cinta antara Kaisar Ariga dan Permaisuri Sharma. Dan setelah mengetahui bahwa Permaisuri Sharma bukanlah keturunan bangsawan, Chandi jadi berpikir bahwa tidak menutup kemungkinan orang seperti dirinya pun bisa menjadi istri Pangeran Xiendra.

"Apakah hamba bisa menjadi seperti Permaisuri Sharma?" celetuk Chandi hingga mengundang gelak tawa dari Putri Xianna.

Putri Xianna tertawa terbahak-bahak. "Kau ingin bersama dengan kakakku?"

Chandi langsung mengangguk, tidak menutupi apapun.

"Mungkin tidak mustahil. Hanya saja kau harus bisa mengambil hati kakakku yang sangat dingin itu," jawab Putri Xianna. "Kau tahu, tak ada satupun gadis ataupun putri-putri dari negeri tetangga yang berani mendekati kakakku."

Chandi mengerutkan dagunya. "Kenapa?"

Putri Xianna terkekeh lagi. "Siapa yang berani mendekat sedangkan ketika mereka hanya sekedar menyapa saja tidak ditanggapi. Bahkan ada salah satu anak menteri yang nekad merayu kakakku. Dia merayu secara terang-terangan. Dia menyentuh dada kakakku dan mengusapnya. Dan apakah kau tahu apa yang terjadi padanya setelah itu?"

Chandi menggeleng.

"Tangannya langsung dipatahkan oleh kakakku," lanjut Putri Xianna sambil tergelak.

Chandi menutup mulutnya karena terkejut. "Woaah, keren." Jika saja anak menteri itu mendengar ucapan Chandi, mungkin anak menteri itu akan mementung kepala Chandi. Bisa-bisanya perlakuan kejam itu dibilang keren.

"Keren?" tanya Putri Xianna masih tertawa.

Chandi mengangguk. "Wanita penggoda memang harus diberi pelajaran, bukan?"

Putri Xianna mengangguk setuju. "Benar juga. Jadi kau tetap ingin meraih hati kakakku walaupun tahu dia seperti itu?"

Chandi menyenggol lengan Putri Xianna dengan sikunya. Ia mengedipkan sebelah mata. "Ah tentu saja. Pangeran Xiendra adalah tipe ideal. Hamba telah jatuh hati sejak pertama kali bertemu. Pangeran Xiendra adalah penyelamat hamba. Lagi pula hamba tidak takut padanya."

Putri Xianna tertawa lagi. Dari cara bicara Chandi, ia bisa tahu bahwa kepribadian Chandi sangat menyenangkan. Gadis yang ada di sampingnya ini sangat sederhana dan apa adanya. Dia polos dan blak-blakan. Jika Chandi menjadi istri kakaknya, ia yakin Chandi akan tulus.

"Apakah Anda merestui?" tanya Chandi.

Putri Xianna mengangguk. "Hm."

Tanpa disangka-sangka, Chandi berdiri dan langsung berjingkrak senang. "Asiiik!! Adiknya sudah merestui, tinggal menunggu restu dari ayah dan ibu mertua. Hahaha."

"Siapa ayah dan ibu mertua?"

Suara tak asing itu membuat Chandi berhenti dan tak bergerak. Dari aura-auranya yang membuat bulu kuduk merinding, siapa lagi kalau bukan calon suaminya. Hohoho.

Segini dulu ya, sampai jumpa besok

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang