Tak Ada Yang Boleh Masuk

1.2K 177 14
                                    

Pangeran Xiendra meminta prajurit penjaga gerbang belakang untuk membukakan pintu. Walaupun tak tahu apa tujuan Pangeran Xiendra, prajurit itu langsung patuh. Toh tak mungkin Pangeran Xiendra mau berbuat hal aneh.

Begitu gerbang belakang dibuka, Pangeran Xiendra dan Drata berjalan keluar. Jalan belakang terlihat gelap, tak ada apapun yang bisa dilihat. Tapi tentunya itu untuk mata orang biasa, Pangeran Xiendra tidak terganggu sama sekali dengan kegelapan. Ia masih bisa melihat walaupun dalam kegelapan.

"Tak ada siapapun, Pangeran," ucap Drata di belakang Pangeran Xiendra.

Pangeran Xiendra menoleh ke kanan. Jalan ke kanan adalah jalan untuk ke jalan utama, yakni ke gerbang depan. Kemudian Pangeran Xiendra menoleh ke kiri, di sana adalah hutan istana. Pandangan Pangeran Xiendra berhenti di sana. Sampai kemudian Pangeran Xiendra melihat sosok yang terjatuh ketika berjalan. Tanpa pikir panjang, Pangeran Xiendra berlari menghampiri sosok itu, begitu pula dengan Drata yang mengikuti dari belakang.

"Chandi!" Pangeran Xiendra berlari menghampiri Chandi yang lemas. Walaupun dari jauh, akan tetapi Pangeran Xiendra bisa mengenali bahwa sosok berjubah hitam itu adalah Chandi.

Chandi mendongak, matanya sayu hampir tak sanggup terbuka lagi. "Pangeran ...." lirih Chandi.

Pangeran Xiendra langsung berjongkok, memeriksa kondisi Chandi. "Apa yang terjadi padamu?" Pangeran Xiendra terkejut melihat kondisi Chandi saat ini. Wajahnya pucat, mulutnya mengeluarkan darah, serta jubah dan tangannya yang berlumuran darah.

"Me-mereka ... mereka mengejar hamba ...." ucap Chandi lemah, hampir tak terdengar.

Tak membuang waktu, Pangeran Xiendra segera mengambil Chandi ke dalam gendongannya. Ia tidak peduli darah Chandi menodai pakaian kebesarannya. Ia langsung bangkit lalu setengah berlari kembali ke dalam istana.

"Segera panggil tabib!" perintah Pangeran Xiendra panik.

Drata membungkuk. "Baik, Pangeran."

* * * *

Tabib istana baru selesai menangani Chandi setelah menghabiskan waktu hampir 2 jam di kamar Pangeran Xiendra. Tabib istana menghela nafas lega setelah kondisi Chandi sudah stabil. Tabib istana berbalik, menghadap pada Pangeran Xiendra yang sejak tadi tetap berada di kamar, mengawasi pengobatan Chandi.

"Kondisi Chandi sudah stabil. Walaupun belum terlalu membaik, tapi dia telah melewati masa kritis. Racun dari lukanya sudah berhasil dikendalikan sebelum mengenai jantungnya," jelas tabib istana yang sudah sepuh.

"Kapan dia akan sadar?" tanya Pangeran Xiendra.

Tabib istana menoleh pada Chandi yang terbaring lemah di atas tempat tidur Pangeran Xiendra. "Mungkin dua sampai tiga hari. Dia benar-benar terluka parah." Kemudian tabib istana kembali pada Pangeran Xiendra. "Kalau boleh tahu, apa yang terjadi pada pengawal pribadi Anda ini? Bukankah dia sudah Anda pecat dan telah pulang kampung?"

Yah, beberapa hari ini Chandi yang tiba-tiba menghilang telah menimbulkan pertanyaan semua orang. Pangeran Xiendra pun mengatakan bahwa Chandi telah dipecat dan Chandi pulang ke kampungnya.

"Kau tidak perlu tahu. Pergilah! Besok jangan terlambat untuk memeriksa kondisinya lagi," perintah Pangeran Xiendra dengan tegas.

Tabib istana itu membungkuk. "Baik, Pangeran. Kalau begitu hamba pamit."

Begitu tabib istana meninggalkan kamarnya, Pangeran Xiendra melangkah mendekati ranjang. Diamatinya wajah pucat Chandi dalam-dalam. Ucapan ayahnya waktu itu kembali ia ingat.

"Ayah akan mencari peramal Ramon. Sepertinya ada yang salah. Mengapa ada Amora lagi padahal belum 500 tahun. Akan tetapi walaupun belum pasti, untuk mengantisipasi bahwa dia benar Amora, kau harus melindungi nya, benar-benar melindunginya."

Amora Gadungan Dan PawangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang