Hari ini adalah hari pernikahan Pangeran Xiendra dan Chandi. Acara pernikahan diadakan dengan sangat besar dan meriah. Para tamu undangan ramai datang serta tak lupa membawakan banyak hadiah. Raja dan jajarannya dari berbagai kerajaan turut hadir bersama anggota keluarga mereka. Mereka semua turut berbahagia atas pernikahan Pangeran Xiendra dan Chandi. Terkecuali mungkin para Putri dan Pangeran yang merasa iri hati pada pasangan serasi Pangeran Alrancus dan Putri Chaulus ini.Pesta diadakan sampai malam. Sampai hampir larut pun para tamu undangan masih ramai dan masih banyak yang berdatangan. Chandi yang sudah lelah sejak tadi merengek pada Pangeran Xiendra untuk pergi beristirahat. Chandi tak hanya mengeluh lelah, tapi juga mengeluh mengantuk. Perutnya yang sejak tadi diisi banyak makanan menyebabkan Chandi sangat mengantuk.
Chandi menarik-narik pelan ujung lengan jubah pengantin Pangeran Xiendra. Pangeran Xiendra yang sedang berbicara dengan salah satu tamu undangan pun menoleh. Ia melihat Chandi lewat penutup mata putih yang Chandi hadiahkan kemarin.
Mengapa matanya ditutup kembali? Jawabannya karena semua orang tahunya ia buta, jadi tak mungkin langsung menunjukkan bahwa ia bisa melihat. Dan di samping itu, Chandi meminta matanya hanya boleh dipandang oleh Chandi seorang.
Kini Chandi memasang wajah cemberut. Lagi-lagi Chandi merengek.
"Haha, lihat Pangeran. Istrimu ingin segera ke kamar."
Pangeran Xiendra kembali menatap tamunya. Tamunya yang ia ajak bicara ini adalah Jenderal Welen dari salah satu kerajaan yang bernaung di negeri Alrancus.
Pangeran Xiendra menghela nafas saat dirasa lengan jubahnya ditarik lagi. "Baiklah baiklah, kita kembali ke kamar."
Pangeran Xiendra pun pamit pada Jenderal Welen. Setelah itu ia menghampiri ayah dan ibunya juga orangtua Chandi untuk meminta izin meninggalkan aula pesta lebih dulu. Karena memang hari sudah larut, Kaisar Ariga mengizinkan mereka beristirahat.
Pangeran Xiendra dan Chandi kembali ke istana Pangeran dikawal Drata dan Lifys. Lifys lah yang membantu Chandi membawakan ujung gaun sepanjang jalan.
Di tengah perjalanan, Chandi bertemu dengan Haikal yang sepertinya ingin pergi ke kediaman tamu untuk beristirahat. Pangeran Xiendra dan Chandi pun berhenti saat Haikal menghampiri.
Haikal langsung menyapa putrinya. "Mau beristirahat?"
"Iya Ayah. Aku sudah mengantuk," jawab Chandi. "Oh ya, bagaimana kabar Zamon sekarang?"
Mendengar Chandi menanyakan kabar Zamon, hati Pangeran Xiendra terasa panas. Akan tetapi Pangeran Xiendra menahan kecemburuannya dan berpikir jernih. Wajar saja Chandi peduli pada kondisi Zamon yang terluka parah karena membantu mereka keluar dari alam mimpi buatan Dalior waktu itu.
"Kondisinya sudah membaik. Dia sudah mau makan dan sudah bisa berjalan. Kau tenang saja, ada Ryuni dan Harlos yang menjaga nya. Kakak beradik itu pasti menjaga Zamon dengan sangat baik," ucap Haikal yang tahu pasti Chandi sangat khawatir.
Lalu Haikal beralih menatap Pangeran Xiendra. "Pangeran, besok siang temui aku di menara tak terpakai. Ada hal yang harus aku bahas denganmu."
Chandi mendongak, menatap suaminya dan juga ayahnya secara bergantian. "Yang penting? Apakah ini menyangkut soal dunia spiritual?"
Tak menjawab pertanyaan Chandi, Pangeran Xiendra mengangguk pada Haikal. "Baik, Ayah."
Setelah itu Haikal kembali melanjutkan perjalanannya menuju kediaman tamu.
* * * *
"Waah, mengapa kamar hamba tidak dihias seperti kamar Pangeran?" tanya Chandi begitu memasuki kamar Pangeran Xiendra yang dirias sebagai kamar pengantin.
Pangeran Xiendra menutup pintu lalu berjalan menuju meja tempat tidur, membiarkan Chandi melihat riasan kamar yang baru kali ini Chandi lihat.
"Karena kamarku adalah kamarmu mulai sekarang," ucap Pangeran Xiendra dengan nada bicara seperti biasanya, selalu tegas. "Dan mulai sekarang jangan memanggil dirimu 'hamba'. Pakai 'aku' dan 'kau' saja."
Chandi mengalihkan pandangannya pada Pangeran Xiendra. "Tapi Ibu Sharma tidak mengubahnya?"
Pangeran Xiendra melepas kain penutup matanya lalu diletakkan di atas meja. "Karena Ayah adalah seorang Kaisar, semua orang adalah abdinya. Terutama seorang Permaisuri, yang mana dia pun memiliki tugas kerajaan. Berbeda dengan dirimu dan aku. Pangeran dan Putri memiliki kedudukan yang sama. Kau bukan abdiku."
"Tapi cintamu, kan?"
Pangeran Xiendra melirik Chandi. Sudah mulai-mulai nih. Tapi karena ia sudah lelah, ia ingin segera tidur untuk beristirahat sehingga tak ingin meladeni Chandi. Ia pun melepas jubah luarnya, lalu berbaring di atas kasur bertabur kelopak bunga mawar merah.
Saat akan memejamkan mata, ia dikejutkan dengan Chandi yang tiba-tiba melompat ke atasnya. Ia melotot lebar. "Chandi!"
Chandi malah cengengesan. "Masa mau tidur begitu saja."
Glek. Pangeran Xiendra kesusahan menelan ludah dan sulit bernapas. "Ya-ya ten-tentu saja. Tadi kau bilang kau pun lelah dan mengantuk, aku pun demikian, jadi kita tidur saja."
Chandi menggeleng. "Tidak mau. Aku maunya-"
Pangeran Xiendra kini gugup setengah mati. Ia pandangi kedua mata Chandi yang malah terlihat bringas, tak gugup sedikitpun. Situasi macam apa ini. "Ya-ya itu nanti saja. Sekarang kita tidur dulu."
Chandi menggeleng lagi, bibirnya sedikit mengerucut sebal. "Tapi ini malam pertama, kalau nanti berarti malam kedua."
Pangeran Xiendra menolehkan kepalanya ke samping, ia ingin menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah bak gadis pemalu. "Aku bilang nanti, bukan malam besok. Kau mengerti maksudku, kan?"
Chandi keukeuh dan menggeleng lagi. "Tapi aku maunya sekarang."
Oh Tuhan! Siapapun tolong Pangeran Xiendra! Keinginannya meluap entah kemana dan berganti dengan rasa panik dan takut. Situasi seperti tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia pikir ia yang akan mendominasi. Namun melihat Chandi yang bringas malah membuatnya takut.
"Chandi, nant- oh Tuhan!!"
Pangeran Xiendra mendorong Chandi sekuat tenaga hingga terjengkang lalu cepat-cepat ia bangun. Tanpa menatap Chandi lagi, Pangeran Xiendra menyambar jubah luarnya lalu melompat keluar lewat jendela. Pangeran Xiendra kabur saat tadi melihat Chandi akan melepas tali gaunnya.
"Pangeraaan!!!!"
* * * *
Pangeran Xiendra berlari terbirit-birit, menjauh sejauh-jauhnya dari istana Pangeran. Kaki Pangeran Xiendra ternyata membawa Pangeran Xiendra ke belakang istana Kaisar. Pangeran Xiendra langsung menyandarkan punggungnya di pohon besar dan rindang sambil mengatur napas.
"Ini gila. Ini gila." Pangeran Xiendra benar-benar tak habis pikir dengan apa yang Chandi lakukan.
Sedangkan tak jauh dari tempat Pangeran Xiendra bersembunyi, Drata sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Pangeran Xiendra. Tadi ia sedang patroli seperti biasanya. Saat melewati halaman samping istana Kaisar, ia melihat Pangeran Xiendra berlari secepat kilat seperti dikejar sesuatu. Ia lihat Pangeran Xiendra seperti tengah ketakutan akan sesuatu, akan tetapi apa yang membuat Pangeran Xiendra ketakutan seperti itu? Hantu? Iblis? Atau semacamnya?
Drata menggeleng. Tidak, Pangeran Xiendra tak pernah takut pada sesuatu. Oleh sebab itu ia harus menghampiri. Ia harus mencari tahu apa yang terjadi pada Pangeran Xiendra.
Chandi berbahaya ya bund🤣🤣.
Oh ya, hari ini satu episode dulu ya guys. Sampai jumpa besok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora Gadungan Dan Pawangnya
Romance(Bukan reinkarnasi, time travel, ataupun beda dimensi, tapi dijamin seru. Jangan cuma baca episode 1, lanjut baca sampai 10 episode. Klau tidak seru, saya relakan Anda pergi) 'Amora Gadungan' itulah julukan yang diberikan Pangeran Xiendra pada seora...