Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Udah mau makan?"
"Iya bang. Yaa, walaupun sedikit."
"H-hah.. apa gue belum bisa ketemu sama dia, nyon?"
"Nanti dulu bang. Kak hwan masih sering ngeracau gak jelas."
"Gue kirimin psikolog aja, gimana? Biar seunghwan bisa cepat sembuh dari traumanya.."
"Gak perlu, bang. Kaka gue cuma butuh waktu. Lagian, dia gak mau ketemu siapapun selain gue. Gue bakal berusaha bikin dia jadi kak seunghwan yang dulu."
"Oh iya. Masalah si bangst gimana? Nyokap sama bokapnya abis mgamuk kata bang lijeong.."
"Gak usah pikirin mereka. Mereka biar jadi urusan gue. Lo fokus buat kesembuhan seunghwan aja.."
"Okeh. Makasih, bang. Gue tutup dulu"
TUT!
"Bangst!"
BUGH!
BRAK!
Keadaan kamar Jiwoong hancur seperti kapal karam ditengah lautan. Barang-barang berserakan dimana-mana serta puing dan pecahan kaca yang kini menjadi alas untuk menginjak.
Dan jangan lupakan tinta merah alias darah yang kering dan masih basah diatas lantai.
Keadaan Jiwoong tidak cukup baik setelah kejadian seminggu yang lalu. Saat Seunghwan menatapnya takut, saat itu juga Jiwoong merasa menjadi manusia yang paling mengerikan didunia.
Lelaki manis yang berhasil membuatnya dugun-dugun nyaman, yang berhasil membuatnya banyak bicara, lelaki yang berhasil merubah putih abu-abu dalam hidupnya dan lelaki yang menjadi alasannya berubah.──kini takut hanya sekedar melihat wajahnya.
Jiwoong tidak pernah merasa sehancur ini. Bahkan saat kedua orang tuanya bercerai dan meninggalkannya, Jiwoong biasa saja.
"Maafin gue, hwan. Maaf." Lirih Jiwoong lalu kehilangan kesadarannya karena kekurangan darah.
