"Terus, belom nongol?"
Sumi menggeleng. "Belom."
"Lah, kok?"
"Tau." Sumi mengangkat bahu. "Sibuk, kali?"
Malangnya Sumi, yang dinanti tak muncul-muncul. Setelah berhari-hari menunggu penuh harap hingga tiba hari Minggu ketika warung tutup, tidak datang juga. Kasihan.
Di sinilah dia sekarang, terduduk lesu pada bangku keras pujasera sebuah mal besar Jakarta Pusat, menepati janjinya kepada Daru.
Hari Minggu itu tetap ramai walaupun sudah di ujung waktu makan siang; mayoritas yang terlihat adalah pasangan muda-mudi, keluarga dengan anak-anak, dan kelompok-kelompok wanita.
"Ciyeeeh, yang pengennya diapelin." Daru mendorong bahu Sumi.
"Kagaaak." Sumi berdecak. "Apel apaan; nyambangin ada juga."
"Sama ajaaa," timpal Daru.
"Ya nggak, lah," tampik Sumi. "Orang buat beli bakwan; tapi paling digratisin sama Nyokap."
"Oh, Nyokap udah setuju?" Daru menyeruput frappuccino-nya sambil monyong; dengan berisik sekali hingga sejoli di meja sebelah menengok.
"Setuju apaan?" Sumi melotot. "Jaka, tuh, temen, cucuuut, temennn."
"Iyaaa, temen hidup," timpal Daru sebelum terbahak-bahak, diikuti batuk-batuk bengek.
"Rasain; makanya mulut jangan kayak keran jebol; kualat, tuh." Sumi menepuk-nepuk punggung Daru, walau sebetulnya pengen menabok. "'Tu jawara-jawara, kan, dari zaman jebot udah jagain kompleks, Ru; Nyokap, ya, terima kasih banget, lah."
(baheula)"Tapi dah di top, nih, si doi sekarang?"
Sumi mengangguk. "Iya, katanya. Kaget gua; udah beda banget sama Jaka yang dulu."
"Ya, iyalah; udah lama nggak ketemu, 'kan?"
"Enam tahunan doang." Sumi menyentil sejentik debu dari pinggir meja.
"Lama, keles. Duluan doi, 'kan, lulusnya?"
(kali)"He-eh." Sumi menyesap kopi dark roast panas pahitnya. "Pinter banget padahal; juara umum terus. Sayang nggak kuliah."
"Iya ... gua tau lo alergi sama cowok oon." Daru menarik keluar sedotan dari gelas plastiknya. "Ya udah, sih." Dia menjilati whipped cream yang menempel di sedotan. "Minta kawinin."
(bloon)Sumi mendengkus dan menyipit. "Gini, nih, kalo Rifa nggak ada; saran-saran lo nggak mutu! Ya, males, lah; dikira nepsongan entar gua."
(nafsuan)"Yee ...." Daru memandangnya malas. "Yakin lo berani bilang nggak pernah ngarepin jadi sama dia?"
"Ya, nggak juga, sih ...." Sumi menggelosorkan kepala dan lengan kirinya di atas meja; selemas lap pel basah.
Yang demen sama dia, kan, selalu banyak ....
"B-T-W, 'tu anak bener mau gabung, kan?" Daru mengelus perutnya yang kerucukan. Ia mengedarkan pandangannya ke pujasera mal besar itu.
(By the way - ngomong-ngomong)"Iya, nyusul ke sini, kok; mau makan juga." Sumi mengecek notifikasi ponselnya. "Tuh, terakhir masih di busway; paling bentar lagi." Dia balik menggelosor atas meja.
"Eh, eh." Daru menggoyang-goyangkan bahu Sumi. "Tapi serius: gantengan?"
Sumi berdecak. "Rusuh, ih; bukan selera lo, dah; lo kan doyanan macem oppa-oppa klimis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Bakwan & 3 Men [Romantic Suspense & Thriller - 𝔻𝕌𝕆𝕃𝕆𝔾𝕀]
Romance[𝚅𝚘𝚕. 𝟷 𝙳𝙾𝙽𝙴] Mahasiswi UI, Sumi, dipaksa ibunya pakai kebaya, sanggulan, dan berdandan layaknya ke kondangan enam hari dalam seminggu. Itulah tradisi bisnis bakwan pusaka keluarganya terlepas panasnya Jakarta Timur. Hal yang kerap mengundan...