(Waktu: ??? — Lokasi: ???)
"Kemungkinan, dia di Jakarta."
Sosok itu menyipit pada pelapor di depan mejanya. "Yakin?"
"Informasinya begitu, Bos."
Sosok itu menggangguk-angguk, menyeringai. Tangannya mengisyaratkan agar si pelapor di hadapannya pergi.
"Bunuh?" tanya si pelapor; wajahnya terselimuti kegelapan ruangan itu.
Bibir sosok itu mengerucut. Dipandanginya foto lecek berlatar Candi Borobudur yang tergeletak di meja. Sinar kuning lampu meja membuatnya terlihat semakin usang. Dicermatinya wajah ceria seorang perempuan yang tercetak.
"Tergantung," jawabnya.
* * *
(Masa sekarang — Jakarta Timur)
"Udah bilang ke Mbok Mar biar dateng abis Subuh?" tanya Ibu sembari menyendok sambal dari cobek ke piringnya.
"Udah, Bu. Neng juga nawarin dateng, tapi Sumi bilang nggak usah; kayak biasa, jam tujuh aja." Sumi menyendok oseng kering tempe ke piringnya.
Di bawah meja, seekor kucing jantan belang abu-abu besar menjawil-jawil kaki Sumi.
Sumi mengintipnya. "Nanti, ya, Gajah; aku makan dulu."
"Besok kuliah?" Ibu menyeruput teh manis panas.
"Nggih, Bu; kelas jam delapan. Abis itu Sumi mau makan siang dulu baru pulang; nggak apa-apa, 'kan, Bu?" Jempol Sumi mendorong suapan besar nasi, tumis kangkung, dan potongan ayam goreng dari tangannya ke mulut.
(Iya)"Ora 'po-'po; langsung pulang tapi, ya; gantiin Ibu urus warung. HP jangan sampe abis batere lagi," Ibu mengigit seiris timun cocol sambal bawang.
(Nggak apa-apa)Tangan kiri sang Nyonya mengacak bagian belakang rambut hitamnya yang kini tergerai; bagian depannya masih terlihat megarnya sisa sasakan.
"Nggih, Bu."
(Iya)Sumi benci disasak; rambutnya selalu terasa kasar setelahnya. Kepalanya penuh rambut seperti sang Ibu, tetapi helaiannya tipis-tipis.
Senangnya dia selepas keramas tadi; merasakan rambut lurusnya lemas bagai tirai setelah dikeringkan hair dryer tanpa ada bengkok-bengkok jelek efek dikonde.
"Jadi--" Ibu menelan kunyahan nasinya. "--kamu kapan bisa nrimo Pak Tjahjo? Kesian, to, Nduk, udah lama pengen namu."
(nerima)Ini lagi ....
"Bu ...."
"Lagi kenapa, to, Nduk; beliau kaya raya, bibite apik. Timbang tuaan dikit kamu masalahin." Ibu mencocol sobekan ayamnya ke sambal.
(silsilahnya bagus)Sumi hampir tersedak kering tempe.
Dikit??
"Bu, Pak Tjahjo temen kecile Eyang Kung almarhum. Dikit gimana?? Lagian, istrinya aja udah dua."
"Lha, opo masalahe jadi yang ketiga?" Satu alis Ibu terangkat.
(apa masalahnya)"Sumi ogah dimadu, Bu!"
(nggak mau)Lagian, aki-aki masih semangat juang aja; emang kuat nanjak?
"Lha, toh, beliau adil," bela Ibu. "Buktinya bojo-bojone akur-akur wae."
(istri-istrinya akur-akur aja)Masa ribut depan orang?
"Tapi, Sumi nggak ada rasa sama beliau, Bu."
"Halah, roso, roso," cibir Ibu. "Abis nikah juga ntar ada itu roso; cinta. Begitu kamu rasai itu kegagahan laki-laki di ranj--"
(rasa)
![](https://img.wattpad.com/cover/346097787-288-k421294.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Bakwan & 3 Men [Romantic Suspense & Thriller - 𝔻𝕌𝕆𝕃𝕆𝔾𝕀]
Romansa[𝚅𝚘𝚕. 𝟷 𝙳𝙾𝙽𝙴] Mahasiswi UI, Sumi, dipaksa ibunya pakai kebaya, sanggulan, dan berdandan layaknya ke kondangan enam hari dalam seminggu. Itulah tradisi bisnis bakwan pusaka keluarganya terlepas panasnya Jakarta Timur. Hal yang kerap mengundan...